Berita Nasional

Bakal Ditarik Pajak 40 Persen, Pelaku Usaha Spa Menolak. Khawatir Banyak UMKM Spa Gulung Tikar

Rencana pemerintah menaikkan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) menjadi 40 persen ditolak Asosiasi SPA & Wellness Indonesia.

Editor: rika irawati
PEXELS/Andrea Piacquadio
Ilustrasi spa. Rencana pemerintah menaikkan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) menjadi 40 persen ditolak Asosiasi SPA & Wellness Indonesia (Perkumpulan Pengusaha Husada Tirta Indonesia). 

TRIBUNBANYUMAS.COM, JAKARTA - Rencana pemerintah menaikkan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) menjadi 40 persen ditolak Asosiasi SPA & Wellness Indonesia (Perkumpulan Pengusaha Husada Tirta Indonesia).

Mereka khawatir, aturan ini akan membut usaha spa gulung tikar.

Mereka juga meminta pemerintah meluruskan definisi spa dalam UU Nomor 1 Tahun 2022.

Ketua Asosiasi Spa Terapis Indonesia (ASTI) Mohammad Asyhadi mengatakan, munculnya aturan 40 persen PBJT berpotensi mematikan usaha spa di seluruh Indonesia.

Baca juga: Pembayaran Pajak Kendaraan Bemotor via Internet Banking di Jawa Tengah Tembus Rp7,7 Miliar

Aturan tersebut akan memaksa pemilik usaha spa menaikkan harga jasa spa yang bisa memicu berkurangnya minat masyarakat melakukan terapi kesehatan.

"Memasukkan usaha jasa pelayanan bisnis spa sebagai bagian dari jasa kesenian dan hiburan sebagaimana yang tercantum dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 adalah tidak tepat," kata Asyhadi, dikutip dari Kontan, Jumat (11/1).

Asyhadi menjelaskan, pajak tersebut akan membebani pelaku usaha spa.

Padahal, mereka juga harus tetap membayar pajak PPN sebesar 11 persen, pajak penghasilan badan (PPh) 25 persen, dan PPh pribadi selaku pengusaha sebesar 5-35 persen, tergantung Penghasilan Kena Pajak atau PKP.

Menurutnya, banyak pelaku usaha spa yang mayoritas usaha kecil menengah (UKM) tutup semenjak pandemi Covid-19.

Ini mengakibatkan para pekerjanya kehilangan mata pencaharian dan hingga kini belum bisa kembali normal.

Namun, kini, di saat para pelaku industri spa menata kembali usahanya, tiba-tiba dihadapkan pada munculnya aturan 40 persen PBJT.

"Penerapan aturan 40 persen pajak PBJT itu sangat berpotensi menggerus keberlangsungan usaha spa di Indonesia, dimana spa merupakan jasa pelayanan di bidang perawatan dan kesehatan, bukan bidang hiburan atau bidang lainnya," ucapnya.

Baca juga: Ternyata Segini Penerimaan Pajak DJP Jawa Tengah dalam Setahun, Terbesar dari Sektor Ini

Menurut data Global Wellness Institute (2023), Indonesia berada di peringkat ke-17 sebagai pasar tujuan wisata kebugaran.

Wellness tourism ini menciptakan 1,3 juta lapangan kerja yang baru dan berkualitas.

Selama tahun 2017–2019, terjadi peningkatan yang signifikan terkait jumlah spa di Indonesia yakni mencapai 15 persen.

Asyhadi menuturkan, Indonesia tak hanya didukung suasana dan keindahan alam tapi juga memiliki pusat relaksasi dan spa berbasis produk tradisional yang tersebar di berbagai daerah.

Oleh karenanya, ia menyayangkan jika potensi besar spa yang ada di depan mata ini terancam sirna bila aturan mengenai pajak PBJT ini masih diberlakukan.

Sebagai informasi, tarif pajak hiburan yang dimaksud tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU KHPD).

Merujuk Pasal 58 ayat 2, khusus tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen.

Namun, tarif PBJT tersebut akan ditetapkan lebih lanjut berdasarkan Peraturan Daerah (Perda). (Kontan/Rashif Usman)

Artikel ini sudah tayang di Kontan.co.id dengan judul "Dinilai Bisa Mematikan Usaha, Asosiasi Spa Tolak Penetapan Pajak 40 persen".

Baca juga: Permudah Jemaah Haji Urus Imigrasi, Menteri Agama Usulkan 2 Fast Track Baru ke Pemerintah Arab Saudi

Baca juga: Mulai 14 Februari 2024, Wisatawan Asing Wajib Bayar 10 Dollar AS sebelum Masuk Bali. Ini Tujuannya

Sumber: Kontan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved