Berita Demak
Bagai Cerita Dongeng, Dua Dukuh di Sayung Demak Ini Hilang Diterjang Rob
Ingatan Untung (35), seorang juru mudi perahu di pesisir Demak, kembali ke belasan tahun lalu, saat usianya baru belasan tahun.
Penulis: budi susanto | Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS.COM, DEMAK - Ingatan Untung (35), seorang juru mudi perahu di pesisir Demak, kembali ke belasan tahun lalu, saat usianya baru belasan tahun.
Saat itu, dia masih bermain bersama rekan-rekannya di dua dukuh di Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak.
Dia pun masih ingat letak dan permukiman yang kini tak bisa lagi dia kunjungi.
Bak dongeng, dua dukuh itu telah lenyap. Tenggelam diterjang ganasnya abrasi gelombang pesisir utara Jawa.
Untuk mengatakan, dua dukuh tersebut adalah Dukuh Rejosari dan Tambaksari.
Menurutnya, ada sekitar 800 rumah yang dulunya berdiri megah di dua dukuh tersebut.
Seperti halnya Atlantis, nama yang pernah disebutkan Plato dalam bukunya berjudul Timaeus dan Kritias, Dukuh Rejosari dan Tambaksari kini juga tinggal nama.
Baca juga: Rob Genangi Permukiman di Gemulak Demak, Warga: Tahun Ini Baru Pertama
Baca juga: Air Rob Tak Lagi Masuk ke Rumah Mbah Samroh di Bonang Demak: Terimakasih Pak Ganjar!
Baca juga: Sambut Ramadan, DKD Demak Gelar Umbul Dungo Apeman Rakyat. Ratusan Apem Dibagikan ke Warga
Baca juga: Petani di Demak Gagal Panen akibat Sawah Tergenang Air, Diduga Dampak Proyek Tol Semarang-Demak
Untung pun sempat menunjukkan lokasi dua dukuh yang sudah hilang itu. Menggunakan perahu bermesin kecil miliknya, Untung membawa kami menembus ombak hingga ke hutan bakau yang tidak begitu lebat.
Lantaran ombak tak begitu bersahabat, perahu yang dikendalikan Untung membutuhkan waktu sekitar 20 menit untuk sampai ke lokasi yang dituju.
"Di sini Dukuh Rejosari. Ya, beginilah kondisinya sekarang, bangunan yang ada tanpa bekas sama sekali, hanya tinggal tiang listrik sebagai petanda di sini dulu permukiman," kata Untung di atas perahu, sembari menunjuk sejumlah sisi, Selasa (22/3/2022).
Untung juga teringat, dulu, dia acapkali bermain sepeda di Dukuh Rejosari, saat kondisi dukuh masih asri.
Saat itu, warga dukuh masih banyak yang berternak kambing hingga ayam.
"Dulu sering bermain sepeda sampai petak umpet di sini. Bahkan, sering membantu warga mencari pakan ternak di dukuh ini," katanya.

Ayah dua anak itu menuturkan, terjangan rob di Dukuh Rejosari terjadi secara masif sejak 1994 hingga 1995.
"Setelah itu, semakin parah dampaknya. Dan saat saya SMA, sekitar 2003, warga mulai pindah. Dan 2006, dukuh ini sudah tak tersisa," jelasnya.
Untung kembali menghidupkan mesin perahu untuk menunjukkan bekas bangunan berupa Masjid yang dulu digunakan warga untuk beribadah di Dukuh Rejosari.
Saat ini, bangunan masjid itu hanya terlihat bagian atas, yakni separo jendela dan atap berupa kubah.
"Masjid ini letaknya di tengah Dukuh Rejosari. Dulu, kalau jalan atau naik sepeda, ke sini, jaraknya hampir dua kilometer dari pusat Desa Bedono. Sekarang tidak bisa lagi jalan karena sudah jadi lautan," tuturnya.
Baca juga: Ditangani Tim Dokter Berbagai Bidang, Begini Kondisi Terkini Bocah Korban Penganiayaan Ibu di Brebes
Baca juga: Gabah Petani Kebumen Terendam Banjir, Bupati Arif Janji Serap Lewat Penggilangan Padi Kutowinangun
Baca juga: Pebulu Tangkis Gregoria Mariska Terpaksa Mundur dari Swiss Open 2022, Terkonfirmasi Positif Covid
Baca juga: Capaian Belum 90 Persen, Pemkab Purbalingga Gencarkan Vaksinasi Lewat Program Percepatan
Kondisi serupa juga terjadi di Dukuh Tambaksari. Menurut Untung, Dukuh Tambaksari juga hilang tenggelam oleh lautan.
"Di sana (Dukuh Tambaksari), juga sama karena abrasi, wilayahnya hilang dan kini jadi lautan," papar Untung.
Untung juga menyebutkan, tidak ada solusi mengatasi abrasi. Bahkan, kini, dampaknya sampai ke pusat Desa Bedono.
"Pemerintah yang datang ke sini selalu janji akan memberikan solusi terkait abrasi tapi sampai sekarang, hanya janji-janji saja," ungkapnya.
Usai menceritakan kisah hilangnya dua dukuh tersebut, Untung memutuskan menyandarkan perahu ke dermaga.

Setelah itu, ia menyarankan kami berkunjung ke Dukuh Tambaksari yang bisa ditempuh berjalan kaki melintasi jalan panjang, layaknya tanggul.
"Kalau mau ke sana, sekarang bisa diakses dengan jalan kaki tapi melintasi jalan panjang yang dikelilingi laut."
"Di sana, ada lima keluarga yang masih menetap, berbeda dengan Dukuh Rejosari yang kini tinggal satu keluarga saja yang menetap," katanya sembari menambatkan perahu.
Rute menuju Dukuh Tambaksari layaknya berjalan di punggung naga yang ada di tengah laut. jalan tersebut mengarah ke sebuah pemukiman.
Baca juga: Shopee Error! Hingga Siang Ini Pengguna Keluhkan Akun Shopee yang Keluar Sendiri Tak Bisa Login
Baca juga: Ajudan Gadungan Panglima TNI Ini Sukses Tipu Anggota TNI Rp 150 Juta, Ini Modusnya
Baca juga: Sudah Sepekan, Banjir di Kecamatan Ayah Kebumen Belum Surut. 1808 Jiwa Masih Bertahan di Pengungsian
Baca juga: Menara Pandang Teratai Hampir Rampung, Bupati Banyumas Minta Netizen Pilih Nama Resmi
Sebelum sampai di ujung jalan, terdapat beberapa rumah, dengan bentuk bangunan yang memiliki kaki-kaki menjulang tinggi.
Sementara, tepat di ujung jalan, terdapat sebuah makam, yang menurut masyarakat merupakan makam KH Abdullah Mudzakkir.
Menurut Khamadi (55), satu di antara warga yang masih menetap di wilayah Dukuh Tambaksari, abrasi telah meluluhlantakkan permukiman.
"Yang pertama hilang itu Dukuh Rejosari dan disusul Dukuh Tambaksari. Bahkan, di sini, mangrove tidak lagi bisa hidup," jelasnya.
Ia mengatakan, pembangunan di wilayah pesisir Pantai Utara Jawa sangat berpengaruh pada lingkungan di pesisir Demak.
"Tahun 2009, mangrove di sini masih lebat. Sejak ada pembangunan bandara di pesisir Semarang, ombak di wilayah pesisir Demak semakin besar. Di sini juga tidak ada pemecah gelombang. Ya, kami terima nasib ini dan hanya bisa berdoa kalau cuaca buruk melanda," imbuhnya. (*)