Korupsi Banjarnegara
Terungkap di Sidang, Bupati Nonaktif Banjarnegara Kumpulkan Kontraktor dan Minta Fee 10 Persen
Bupati nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono dan orang kepercayaannya, Kedy Afandi, menaikkan 20 persen nilai proyek DPUPR Banjarnegara 2017-2018.
Penulis: budi susanto | Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Bupati nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono dan orang kepercayaannya, Kedy Afandi, menaikkan 20 persen nilai proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Banjarnegara 2017-2018.
Dari jumlah tersebut, pelaksana proyek harus menyetor 10 persen ke Budhi Sarwono sebagai fee.
Fakta ini terungkap dalam persidangan lanjutan dugaan suap yang menyeret Bupati nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono dan Kedy Afandi sebagai tersangka, di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Jumat (4/3/2022).
Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan empat kontraktor sebagai saksi.
Mereka adalah Sapto Budiono, Direktur CV Karya Jaya Muliya; Susmono Dwi Santoso, Direktur CV Gilang Utama; Mistar, Direktur PT Sutikno; serta Ugo Widianto, Direktur CV Dewata Teknik.
Dalam persidangan yang digelar mulai pukul 09.30 WIB itu, sejumlah saksi menguak fakta adanya pungutan yang wajib diberikan ke Bupati nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono untuk proyek Dinas PUPR tahun 2017-2018 yang mereka kerjakan.
Baca juga: Terungkap di Sidang, Kontraktor Proyek DPUPR Banjarnegara Setor Dana untuk Kampanye Budhi Sarwono
Baca juga: Sidang Suap Bupati Nonaktit Banjarnegara, Saksi Ungkap Sopir Jadi Dirut Perusahaan Pelaksana Proyek
Baca juga: Bupati Nonaktif Banjarnegara Jalani Sidang Perdana, Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 26 Miliar
Para saksi juga mengaku melakukan sejumlah pertemuan untuk menaikkan harga setiap proyek pada Dinas PUPR Banjarnegara.
Keterangan Sapto Budiono, Direktur CV Karya Jaya Muliya, misalnya.
Di depan majelis hakim, Sapto mengatakan, Budhi Sarwono dan Kedy telah menetapkan angka sebagai fee untuk setiap kontraktor yang menangani proyek Dinas PUPR.
"Untuk fee yang ditetapkan oleh Budhi Sarwono di angka 10 persen dari total proyek. Uang tersebut harus diserahkan ke Kedy Afandi setelah pengembangan mengerjakan proyek," ucap Sapto.
Dilanjutkannya, angka fee tersebut secara terang-terangan disampaikan Kedy Afandi dan Budhi Sarwono dalam sejumlah pertemuan.
"Ada beberapa pertemuan pada awal 2017, selain di Rumah Makan Sari Rahayu, juga ada pertemuan di rumah pribadi Budhi Sarwono sebelum pemenang lelang proyek diumumkan," katanya.
Menurutnya, dalam pertemuan, ada beberapa hal yang dibahas. Selain ploting pemenang lelang, ada juga markup harga proyek di angka 20 persen.
"Siapa saja mau mengerjakan proyek, sudah diploting, yang menang harus membayar fee 10 persen dan 10 persen lainnya jadi keuntungan kontraktor yang menangani proyek," ucapnya.
Baca juga: Tak Punya Izin Karaoke, Kafe di Serang Purbalingga Disegel dan Ditutup Paksa Warga
Baca juga: Lima Kios di Pasar Sleko Terbakar, Satpol PP Pati Terjunkan 7 Mobil Pemadam Kebakaran
Baca juga: Mayat Perempuan Ditemukan Mengambang di Waduk Mrica Banjarnegara, Pakai Rok Merah dan Kaus Putih
Baca juga: 17 Desa di Banjarnegara Bentuk Bumdesma, 3 Bulan Untung Rp 36 Juta!
Ia mengatakan, setidaknya, 23 asosiasi kontraktor dipanggil dalam pertemuan yang digelar Kedy Afandi dan Budhi Sarwono.
"Namun, ada juga yang tidak setuju dengan fee 10 persen. Saya, yang waktu itu sebagai Ketua Gapensi Banjarnegara, tidak mendapatkan proyek karena izin sudah habis namun saya mengikuti pertemuan," ucapnya.
Adanya markup proyek 20 persen dan 10 persen untuk fee Budhi Sarwono, juga dibenarkan Ugo Widianto, Direktur CV Dewata Teknik.
"Saat pertemuan di Rumah Makan Sari Rahayu, Kedy Afandi menyampaikan sudah melakukan markup profit proyek sebesar 20 persen. Dari total tersebut, kontraktor yang mau mengerjakan diminta menyetorkan 10 persen ke Budhi Sarwono lewat Kedy," tambahnya. (*)