Berita Sejarah

Cerita Dibalik Kamp Isolasi Gerwani Era G30S di Batang: Sukarni Kecil Suka Nonton Mereka Main Wayang

Sukarni (52), warga Desa Sangubanyu, Kecamatan Bawang, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, masih mengingat kenangannya ketika berumur 10 tahun.

Penulis: budi susanto | Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS/BUDI SUSANTO
Kondisi bangunan eks penjara yang pernah digunakan untuk mengisolasi anggota Gerwani, di wilayah Kecamatan Plantungan, Kabupaten Kendal, pascapecahnya tragedi G30S 1965, Kamis (7/10/2021). 

TRIBUNBANYUMAS.COM, BATANG - Sukarni (52), warga Desa Sangubanyu, Kecamatan Bawang, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, masih mengingat kenangannya ketika berumur 10 tahun.

Terutama, kenangan bercengkerama bersama anggota Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani), yang dikurung di penjara sekitar tempat tinggalnya.

Sukarni tinggal di Desa Sangubanyu, tepatnya di Dukuh Persanggrahan.

Daerah ini merupakan bagian dari kamp untuk mengisolasi anggota Gerwani pascapecahnya tragedi pembantaian tujuh jendral, yang dikenal sebagai Gerakan 30 September (G30S) pada 1965.

Di tempat pesakitan tersebut, anggota Gerwani dikurung hingga 1979, yang kemudian dibebaskan dan dipulangkan ke daerah masing-masing.

Sukarni bercerita, tempat yang kini menjadi obyek wisata pemandian air panas, dulunya merupakan bagian dari penjara untuk mengurung anggota Gerwani.

"Waktu saya kecil kan saya sering jalan-jalan di sekitar penjara, di sana ada enam titik penjagaan, yang jaga Brimob. Mereka pakai seragam lengkap dan bersenjata," cerita Sukarni saat ditemui di rumahnya, Kamis (7/10/2021).

Baca juga: Peringati Hari Kesaktian Pancasila, Iwan Gowes dari Purwokerto-Monumen Pancasila Sakti. Butuh 4 Hari

Baca juga: Instansi Pemerintah Diminta Perdengarkan Indonesia Raya dan Pancasila Setiap Pukul 10.00 WIB

Baca juga: Batang Kembali Naik Level 3 PPKM, Ini Upaya Pemkab untuk Menurunkannya

Baca juga: Manfaatkan! Puskeswan Batang Beri Vaksin Rabies Gratis bagi Hewan Piaraan, Berlaku sampai 1 Oktober

Selain dijaga ketat, lokasi tersebut dibentengi kawat berduri yang dipasang mengelilingi lokasi penjara.

"Ya, saya waktu kecil takut kalau lihat penjaganya. Namun, masih bisa melihat aktivitas tahanan dari atas bukit maupun tempat yang lebih tinggi di hutan karena penjaranya ada di bawah, tepat di pinggir sungai," paparnya.

Menurutnya, para tahanan politik (Tapol) saat itu mengisi keseharian dengan berbagai kegiatan, baik kesenian maupun keterampilan.

"Ada yang menjahit. Paling senang, dulu kalau para tahanan berkesenian, selain ada tari tradisional juga ada pegelaran wayang. Dan saya sering menonton dari luar penjara," ucapnya.

Meski demikian, saat ia kecil, Sukarni tak tahu menahu kesalahan para tahanan hingga dikurung di kamp tersebut.

"Tahunya baru-baru ini, bahwa mereka anggota Gerwani. Kalau dulu tidak tahu, hanya banyak orang mengatakan mereka anggota PKI wanita karena itu mereka ditahan," jelasnya.

Jembatan penghubung dua komplek penjara yang ada di tengah perbatasan Kecamatan Bawang, Kabupaten Batang, dan Plantungan, Kabupaten Kendal. Dua komplek penjara itu pernah digunakan untuk mengisolasi anggota Gerwani, pascapecahnya tragedi G30S 1965 hingga 1979, Kamis (7/10/2021).
Jembatan penghubung dua komplek penjara yang ada di tengah perbatasan Kecamatan Bawang, Kabupaten Batang, dan Plantungan, Kabupaten Kendal. Dua komplek penjara itu pernah digunakan untuk mengisolasi anggota Gerwani, pascapecahnya tragedi G30S 1965 hingga 1979, Kamis (7/10/2021). (TRIBUNBANYUMAS/BUDI SUSANTO)

Walaupun para tahanan wanita itu menyandang embel-embel PKI, namun dikatakan Sukarni, mereka sangat ramah kepada warga sekitar.

"Bahkan, saat suami saya kecil, sering mendapat baju hasil jahitan para tahanan wanita tersebut. Suami saya juga orang asli sini."

"Saya juga masih ingat, pada Desember 1979, saat para tahanan dibebaskan dan sebelum meninggalkan penjara, saya sempat bercengkerama dengan mereka, mereka ramah, dan beberapa memberikan baju maupun makanan," katanya.

Karena ramahnya para tahanan tersebut, Sukarni sampai ingat nama tahanan yang pernah bertemu dengannya, sebelum mereka meninggalkan penjara.

"Bu Endang, saya masih ingat, ia ramah dan baik. Beberapa waktu lalu, saya sempat dipertemukan, dan ia masih ingat juga dengan saya," ceritanya senang.

Kamp tempat menahan anggota Gerwani yang diceritakan Sukarni terletak di dua wilayah dan dibatasi sungai.

Tempat pesakitan tersebut terletak di Kecamatan Bawang, Kabupaten Batang, dan Kecamatan Plantungan, Kabupaten Kendal.

Dua komplek penjara itu terhubung dengan jembatan yang hingga kini masih digunakan warga.

Meski kini sebagian bangunan sudah beralih fungsi menjadi tempat wisata pamandian air panas, yang ada di Desa Sangubanyu, namun masih bisa ditemukan puing-puing bekas penjara, semisal pondasi bangunan yang sudah berumur setengah abad lebih.

Baca juga: Gudang Shopee Express di Pejaringan Jakarta Utara Terbakar, Begini Nasib Barang Pesanan Konsumen

Baca juga: Selamat! Pemkab Purbalingga Raih Opini WTP Kelima secara Berturut-turut

Baca juga: Pencarian Nelayan di Pantai Sumberjati Kebumen Dihentikan, Korban Terakhir Ditemukan di Hari Kelima

Baca juga: Bocah 7 Tahun Diduga Diperkosa di Stadion Mini Purwokerto, Polresta Banyumas Dalami Kasus

Menurut Litif (19), penjaga loket di pemandian air panas Sangubanyu, pemandian air panas tersebut selalu ramai dikunjungi wisatawan.

"Hampir 100 pengunjung setiap hari, apalagi saat akhir pekan. Di sini buka sampai pukul 21.00 WIB."

"Bangunan seperti jembatan juga sudah ada dari dulu, bahkan kata orang tua saya, sebelum saya lahir sudah ada," imbuhnya.

Jika bangunan eks penjara yang pernah didiami anggota Gerwani di wilayah Kabupaten Batang telah berubah fungsi, bangunan bekas penjara di wilayah Kendal, masih difungsikan dan diperbaiki di beberapa titik.

Bangunan itu kini berubah nama dan berfungsi sebagai Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Pemuda Plantungan. (*)

Sumber: Tribun Banyumas
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved