Berita Pati
Dicekik Pajak dan Retribusi, Nelayan dan Pelaku Usaha Perikanan di Juwana Pati Demo
Nelayan dan pelaku usaha perikanan dalam Paguyuban Mitra Nelayan Juwana menggelar aksi demonstrasi menolak PP 85/2021, Rabu (29/9/2021).
Penulis: Mazka Hauzan Naufal | Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS.COM, PATI - Nelayan dan pelaku usaha perikanan yang tergabung dalam Paguyuban Mitra Nelayan Juwana menggelar aksi demonstrasi menolak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2021, Rabu (29/9/2021).
Peraturan tersebut mengatur tentang jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Dalam aksi itu, mereka juga menuntut Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dicopot dari jabatannya.
Aksi protes ini dilakukan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Unit 2 Juwana.
Ketua aksi, Fauzan Nur Rokhim mengatakan, aksi protes ini merupakan langkah akhir setelah audiensi nelayan dengan KKP tidak membuahkan hasil sesuai harapan mereka.
"Pemerintah seolah bersembunyi di balik pandemi. Kami lakukan aksi ini agar aspirasi kami tersampaikan. Tuntutan kami, batalkan atau tinjau kembali PP 85/2021, karena sangat merugikan nelayan," kata dia.
Baca juga: Polisi Gerebek Rumah Produksi Miras di Trangkil Pati, Izin Ke Pemdes untuk Budidaya Lele
Baca juga: Uji Coba PTM SMPN 1 Winong Dihentikan, Bupati Pati: Ada 13 Siswa Reaktif Hasil Rapid Antigen
Baca juga: Bertabur Logo Sponsor, Jersey AHHA PS Pati FC Diperkenalkan ke Publik. Ada 4 Varian yang Digunakan
Baca juga: Belum Ada Kapoknya, Residivis Asal Pati Ini Empat Kali Ditangkap, Terkait Kasus Pencurian Motor
Menurut Fauzan, ditetapkannya PP tersebut membuat besaran pungutan nonpajak naik 200 sampai 600 persen.
"Belum lagi, nelayan juga dibebani retribusi yang tinggi, dampak dari target TPI Juwana yang ditetapkan pemerintah daerah sangat tinggi, yakni Rp 11 miliar. Sementara, harga perbekalan (untuk melaut) tinggi. Bagaimana nelayan mau melanjutkan hidup kalau dicekik seperti ini terus," kata dia.
Menurut dia, sebelum PP ini diberlakukan, kesejahteraan nelayan, terutama anak buah kapal (ABK) sudah memprihatinkan. Sebab, sistem yang digunakan adalah bagi hasil.
"(Dari) penjualan Rp 4 miliar, ongkos perbekalan bisa Rp 3 miliar. Belum lagi dipotong pajak-pajak. Sisanya, dibagi antara seluruh ABK dan pemilik kapal. Ada ABK yang bagiannya cuma Rp 2,5 juta per 7 bulan."
"Dengan PP ini, yang memberlakukan pungutan lebih besar, mau dapat hasil berapa mereka?" papar Fauzan.
Ia menyebut, para nelayan dan pelaku usaha perikanan lokal juga menduga ada konspirasi asing terkait penerbitan PP ini.
"Tentunya, ada konspirasi asing. Karena peraturan yang sebelumnya, hanya mengatur (kapal nelayan) maksimal 200 GT (Gross Tonnage). Tapi, PP baru yang sekarang ini mengatur sampai 1000 GT."
"Padahal, kapasitas kapal purse seine Indonesia maksimal hanya 300 GT. Di atas itu tidak bakal bisa masuk Pelabuhan TPI di Indonesia. Yang punya kapal 1000 GT hanya asing. Pasti ada kepentingan asing dalam PP ini," ungkap dia.
Baca juga: Ingin Nonton Film di Bioskop? Ini Hal yang Harus Dipersiapkan
Baca juga: Tak Kuat di Tanjakan Desa Larangan Purbalingga, Truk Bermuatan Triplek Berjalan Mundur dan Terguling
Baca juga: Memasuki Musim Hujan, BPBD Banyumas Minta Warga di Tepi Sungai Pelus dan Kali Bener Siaga Banjir
Baca juga: Tantang Denmark Siang Ini, Indonesia Bersaing Jadi Juara Grup C Piala Sudirman
Fauzan menambahkan, ketentuan ini semakin tidak adil lantaran besaran pungutan untuk kapal 1000 GT disamakan dengan kapal kecil 60 GT.