Berita Banyumas

Dikritik BEM tapi Didukung Alumni, Ini Alasan Unsoed Angkat Jaksa Agung Burhanuddin Jadi Guru Besar

Jaksa Agung ST Burhanuddin mendapatkan gelar profesor hukum dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Kabupaten Banyumas.

Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS/Tangkapan Layar Channel Youtube Unsoed Official
Jaksa Agung ST Burhanuddin saat memberikan pidato dalam pengukuhan gelar profesor dan sebagai guru besar di Unsoed Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jumat (10/9/2021). 

TRIBUNBANYUMAS.COM, PURWOKERTO - Jaksa Agung ST Burhanuddin mendapatkan gelar profesor hukum dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Kabupaten Banyumas.

Pengukuhan gelar profesor dilaksanakan di Auditorium Graha Widyatama Unsoed Purwokerto, Jumat (10/9/2021).

Wakil Rektor II Bidang Keuangan dan Umum Unsoed Purwokerto Prof Hibnu Nugroho, menjelaskan, pengukuhan profesor ST Burhanuddin akan menjadi lompatan besar bagi Unsoed.

Menurutnya, Profesor Burhanuddin akan menjadi guru besar tidak tetap pertama di Unsoed.

"Ini adalah lompatan bagi Unsoed mengangkat Guru Besar yang merupakan Jaksa Agung. Hal ini sebenarnya selaras dengan kebijakan Kemeristekdikti yang sekarang mengakomodir praktisi," katanya dalam konferensi pers, seusai acara, Jumat.

Baca juga: Jaksa Agung ST Burhanuddin Terima Gelar Profesor, Alumni FH Unsoed: Komitmen Berantas Korupsi Besar

Baca juga: Jaksa Agung ST Burhanuddin Didemo saat Terima Gelar Profesor Unsoed, Dinilai Abaikan Kasus HAM Berat

Baca juga: Banyumas Masih Pertahankan Tradisi Penyumbang Terbanyak, Kirim 31 Atlet pada PON Papua 2021

Baca juga: Sempat Kejar-kejaran, Satlantas Polresta Banyumas Gagalkan Aksi Begal di Taman Satria Purwokerto

Prof Hibnu yang juga guru besar di Unsoed itu menjelaskan, ST Burhanuddin layak mendapatkan gelar Profesor Kehormatan dari Unsoed, terutama terutama karena inovasi penerapan restorative justice (RJ).

Hal ini menjadi angin segar bagi penegakan hukum di Indonesia.

Menurut Profesor Hibnu, hukum di Indonesia, sejak 1980-an, berorientasi pada pidana penjara.

Oleh karenanya, banyak lembaga pemasyarakat (lapas) yang over kapasitas.

"Dengan pengembangan ini akan mengurangi kapasitas yang ada. Misalkan, 15 persen kasus di Kejati di restoratif justice maka akan mengurangi kapasitas lapas."

"Ini penting sekali, kita tidak ada filter. Perkara kecil, tidak perlu disidangkan, cukup diselesaikan lewat RJ dengan syarat, keadilan dan pemikiran yang jernih," ungkapnya.

Profesor Hibnu memberikan contoh kasus kebakaran di Lapas Tengarang yang merenggut 44 nyawa warga binaan.

Banyaknya korban yang jatuh, satu di antaranya dipicu lapas yang overload. Itu sebabnya, butuh evaluasi kebijakan pemidanaan.

"Narkoba, misalnya, kalau betul pemakai, di restoratif justice saja sehingga tidak berorientasi pada LP," ungkapnya.

Dijelaskannya, keadilan restoratif merupakan penyelesaian tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga, pelaku/korban dan pihak terkait, yang bersama-sama mencari penyelesaian yang adil.

Terutama, dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan.

Pendekatan keadilan restoratif menitikberatkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana serta korbannya sendiri.

Baca juga: Grojogan Sewu Karanganyar Mulai Dibuka 11 September, Anak 12 Tahun ke Bawah Dilarang Masuk

Baca juga: Catat, Ini Jadwal dan Lokasi SKD CPNS dan PPPK 2021 Kudus

Baca juga: Peringati Hari Olahraga Nasional, Wabup Purbalingga Minta KONI Terus Cetak Atlet Juara

Baca juga: Kasus Covid Melonjak, Presiden AS Joe Biden Ancam Pecat PNS yang Menolak Vaksinasi

Keadilan restoratif memiliki makna keadilan yang merestorasi atau memulihkan di dalam suatu proses peradilan.

Acara pengukuhan profesor ST Burhanuddin ini sempat diwarnai aksi demonstrasi mahasiswa setempat.

Mereka menilai, sebagai jaksa agung, Burhanuddin dinilai abai dan gagal menangani kasus HAM berat yang terjadi di Indonesia.

Namun, keputusan kampus mengangkat ST Burhanuddin sebagai guru besar, didukung alumni Fakultas Hukum Unsoed.

Mereka menilai, secara administrasi, Burhanuddin layak menyandang gelar profesor. Dia juga berkomitmen pada kasus dugaan korupsi, semisal Jiwasraya dan Asabri. (Tribunbanyumas/jti)

Sumber: Tribun Banyumas
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved