Berita Banyumas
Dikritik BEM tapi Didukung Alumni, Ini Alasan Unsoed Angkat Jaksa Agung Burhanuddin Jadi Guru Besar
Jaksa Agung ST Burhanuddin mendapatkan gelar profesor hukum dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Kabupaten Banyumas.
Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS.COM, PURWOKERTO - Jaksa Agung ST Burhanuddin mendapatkan gelar profesor hukum dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Kabupaten Banyumas.
Pengukuhan gelar profesor dilaksanakan di Auditorium Graha Widyatama Unsoed Purwokerto, Jumat (10/9/2021).
Wakil Rektor II Bidang Keuangan dan Umum Unsoed Purwokerto Prof Hibnu Nugroho, menjelaskan, pengukuhan profesor ST Burhanuddin akan menjadi lompatan besar bagi Unsoed.
Menurutnya, Profesor Burhanuddin akan menjadi guru besar tidak tetap pertama di Unsoed.
"Ini adalah lompatan bagi Unsoed mengangkat Guru Besar yang merupakan Jaksa Agung. Hal ini sebenarnya selaras dengan kebijakan Kemeristekdikti yang sekarang mengakomodir praktisi," katanya dalam konferensi pers, seusai acara, Jumat.
Baca juga: Jaksa Agung ST Burhanuddin Terima Gelar Profesor, Alumni FH Unsoed: Komitmen Berantas Korupsi Besar
Baca juga: Jaksa Agung ST Burhanuddin Didemo saat Terima Gelar Profesor Unsoed, Dinilai Abaikan Kasus HAM Berat
Baca juga: Banyumas Masih Pertahankan Tradisi Penyumbang Terbanyak, Kirim 31 Atlet pada PON Papua 2021
Baca juga: Sempat Kejar-kejaran, Satlantas Polresta Banyumas Gagalkan Aksi Begal di Taman Satria Purwokerto
Prof Hibnu yang juga guru besar di Unsoed itu menjelaskan, ST Burhanuddin layak mendapatkan gelar Profesor Kehormatan dari Unsoed, terutama terutama karena inovasi penerapan restorative justice (RJ).
Hal ini menjadi angin segar bagi penegakan hukum di Indonesia.
Menurut Profesor Hibnu, hukum di Indonesia, sejak 1980-an, berorientasi pada pidana penjara.
Oleh karenanya, banyak lembaga pemasyarakat (lapas) yang over kapasitas.
"Dengan pengembangan ini akan mengurangi kapasitas yang ada. Misalkan, 15 persen kasus di Kejati di restoratif justice maka akan mengurangi kapasitas lapas."
"Ini penting sekali, kita tidak ada filter. Perkara kecil, tidak perlu disidangkan, cukup diselesaikan lewat RJ dengan syarat, keadilan dan pemikiran yang jernih," ungkapnya.
Profesor Hibnu memberikan contoh kasus kebakaran di Lapas Tengarang yang merenggut 44 nyawa warga binaan.
Banyaknya korban yang jatuh, satu di antaranya dipicu lapas yang overload. Itu sebabnya, butuh evaluasi kebijakan pemidanaan.
"Narkoba, misalnya, kalau betul pemakai, di restoratif justice saja sehingga tidak berorientasi pada LP," ungkapnya.
Dijelaskannya, keadilan restoratif merupakan penyelesaian tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga, pelaku/korban dan pihak terkait, yang bersama-sama mencari penyelesaian yang adil.