Berita Kendal

Begini Cara Pengrajin Tahu di Desa Blorok Kendal Bertahan di Tengah Kenaikan Harga Kedelai dan Wabah

Pandemi Covid-19 yang berkepanjangan menjadi tantangan bagi para pengusaha tahu. Termasuk, di Desa Blorok, Kecamatan Brangsong, Kendal.

Penulis: Saiful Masum | Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS/SAIFUL MA'SUM
Perajin tahu di Desa Blorok, Kecamatan Brangsong, Kabupaten Kendal, sedang memotong tahu menjadi beberapa ukuran, Jumat (30/7/2021). 

TRIBUNBANYUMAS.COM, KENDAL - Pandemi Covid-19 yang berkepanjangan menjadi tantangan bagi para pengusaha tahu. Seperti yang dialami Muzawir (40), perajin tahu di Desa Blorok, Kecamatan Brangsong, Kabupaten Kendal.

Usaha pengolahan bahan makanan dari kedelai milik Muzawir masih bertahan setelah dihantam pandemi Covid-19, 1,5 tahun terakhir.

Meskipun harga bahan pokok kedelai melonjak tajam di angka Rp 11.000 dari harga normal, Rp 7.000-8.000 per kilogram.

Saat ditemui di rumah produksinya, Muzawir mengungkapkan, pilihannya agar tetap bertahan memproduksi tahu saat pandemi berlangsung untuk keberlangsungan keluarga dan 18 karyawan.

Baca juga: 85.565 Keluarga di Kendal Terima Bantuan Beras, Bupati Minta Dinsos Kawal Distribusi hingga Desa

Baca juga: Mendagri Tegur Bupati Kendal, Serapan Insentif Nakes Masih Sangat Rendah, Cuma 28 Persen

Baca juga: Tetap Berproduksi, Pengrajin Tahu Purwokerto Pilih Naikkan Harga setelah Harga Kedelai Impor Meroket

Baca juga: Harga Kedelai Melonjak, Ukuran Tahu-Tempe di Pasar Induk Kajen Pekalongan Jadi Lebih Kecil

Dengan itu, Muzawir menyiasati berbagai trik agar usaha pembuatan tahunya bisa tetap eksis. Sehingga, nasib keluarga dan karyawan tetap di level aman.

"Bagaimana pun saya bertanggungjawab atas keluarga dan karyawan saya. Kalau produksi mandek (berhenti), bagaimana dengan penghasilan karyawan saya? Sekecil apapun harus tetap bisa jalan," terangnya, Jumat (30/7/2021).

Muzawir menjelaskan, kondisi usahanya, saat ini, mengalami penurunan 30-35 persen dari jumlah produksi sebelum pandemi.

Artinya, Muzawir hanya bisa mengolah bahan baku kedelai 4-5 kuintal per hari, dari sebelumnya 6-7 kuintal kedelai per hari.

Hal itu disebabkan adanya penurunan permintaan dan lonjakan harga kedelai dari Rp 7.000-Rp 8.000 per kilogram menjadi Rp 11.000 per kilogram.

Ia pun mencoba menyiasati dengan mengurangi jumlah produksi dan kebutuhan kedelai setiap drum pengolahan tahu agar tetap untung.

"Sejak pandemi Covid-19 berlangsung, harga kedelai naik tajam. Ini yang menjadi masalah perajin tahu. Mau gak mau, stok kedelai harus kami kurangi agar usaha ini tetap bisa bergerak," ujarnya.

Selain mengurangi stok kedelai, Muzawir juga mengurangi jumlah produksi 10-15 persen, dari 40-50 drum per hari menjadi 35-45 drum per hari.

Kapasitas kedelai setiap drum juga dipangkas 2 kilogram, dari sebelumnya 14 kilogram menjadi 12 kilogram kedelai per drum.

Untuk menjaga kepercayaan konsumennya, Muzawir memberitahukan kondisi pengolahan tahu kepada para pengepul dan pedagang.

Ia juga menceritakan kondisi saat ini kepada semua karyawan agar mereka memahami.

"Kami coba manajemen demikian sebagai solusi agar tidak ada pengurangan karyawan. Namun, dampak PPKM, harga kedelai terus naik. Kami siasati apa yang bisa kami lakukan," tutur Muzawir yang sudah menjadi perajin tahu belasan tahun.

Baca juga: Warga Jatilawang Banyumas Senang, Pembangunan Jembatan Gantung Kalitajum Mulai Dikerjakan

Baca juga: Modus Memacari Korban, Pengemudi Taksi Online di Kota Tegal Kuras Tabungan Janda Muda

Baca juga: Cerita Pelaku Wisata Purwokerto: Banting Setir Jadi Pedagang Es Degan demi Bertahan saat Pandemi

Baca juga: Langkah Jonathan Cristie di Olimpiade Tokyo 2020 Terhenti, Kalah dari China dalam Dua Gim

Selain mengurangi jumlah produksi, Muzawir juga menaikkan harga jual untuk menutup tingginya harga beli kedelai.

Satu drum tahu dijual ke pedagang atau pengepul seharga Rp 180.000, naik Rp 25.000 dari harga sebelumnya, Rp 155.000.

Warga Kendal itu pun berharap, pemerintah lebih serius menangani pandemi Covid-19 dan bekerjasama sebaik mungkin dengan masyarakat agar pandemi segera berakhir.

"Kami harap, aturan PPKM segera berakhir. Kehidupan normal kembali dengan adanya ikhtiar pemerintah dan masyarakat. Ya, ini yang bisa kami lakukan, harga baku kedelai mahal. Kalau tidak ada pengurangan pasti akan minus banyak," ujarnya.

Muzawir pun mengaku bersyukur, usaha pembuatan tahu miliknya masih berjalan di tengah pandemi Covid-19 meski dengan keterbatasan yang ada. (*)

Sumber: Tribun Banyumas
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved