Berita Jateng
Ada Praktik Jual Beli Plasma Konvalesen di Kota Semarang, 2 Kantong Dipatok Rp 8,5 Juta
ingginya kebutuhan plasma konvalesen di tengah lonjakan kasus Covid-19 di Kota Semarang dimanfaatkan oknum penyintas Covid-19 mencari keuntungan.
Penulis: iwan Arifianto | Editor: rika irawati
Para oknum memanfaatkan kondisi korban. Memang, praktik itu tak ada yang salah sepanjang ada kesepakatan kedua belah pihak.
"Hanya saja, saya kasihan kepada keluarga yang sedang kesusahan namun dimanfaatkan oleh para oknum. Seharusnya, berdonor dilakukan secara sukarela," terangnya.
Menurutnya, idealnya, hal itu tak terjadi namun melihat prinsip ekonomi hal tersebut bisa terjadi.
Bahkan, ada keluarga pasien yang membutuhkan plasma secara terang-terangan menawarkan uang kepada para pendonor.
"Iya, dengar cerita dari teman-teman seperti itu dan mau gimana lagi karena ada kesepakatan kedua belah pihak," ujarnya.
Dia menyebut, ada para oknum sengaja menghubungi keluarga pasien yang nomornya banyak dibroadcast Whatsapp maupun di media sosial.
Para oknum menawarkan donor plasmanya dengan mematok harga yang telah disepakati.
"Praktik jual beli itu semakin meningkat ketika terdapat lonjakan kasus Covid-19 beberapa waktu lalu," terangnya.
Untuk meminimalisir praktik itu, lanjut dia, pihaknya berupaya menghimpun para pendonor sukarela.
Namun, konsep sedulur plasma tidak bisa membantu memenuhi permintaan satu per satu para pendonor plasma.
Pihaknya hanya dapat mendorong penyintas Covid-19 untuk melakukan donor sukarela agar tak terjadi praktik tersebut.
"Kami jaring sebanyak-banyaknya para pendonor plasma sukarela agar meminimalkan praktik tersebut," terangnya.
Pejabat Sementara (Pjs) Kepala Bagian (Kabag) Pelayanan Donor UDD PMI Kota Semarang, Nevi Seftaviani menjelaskan, praktik jual beli plasma tak ada di PMI Kota Semarang.
Pasalnya, PMI hanya berhubungan dengan rumah sakit bersangkutan.
"Kami melayani darah sesuai permintaan dari rumah sakit. Kalau tak ada surat permintaan itu, kami tak bisa layani," ujarnya.