Berita Batang
Usai Pijat Bupati Batang Wihaji, Suroso Dapat Bayaran Uang Tunai dan Bedah Rumah
Kebahagiaan dirasakan Suroso (52), seorang tukang pijit tunanetra, warga Desa Banaran, Kecamatan Banyuputih, Selasa (22/6/2021).
Penulis: dina indriani | Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS.COM, BATANG - Kebahagiaan dirasakan Suroso (52), seorang tukang pijit tunanetra, warga Desa Banaran, Kecamatan Banyuputih, Selasa (22/6/2021).
Pasalnya, konsumen yang datang bukan orang sembarangan. Pengguna jasa pijatnya kali ini adalah orang nomor satu di Kabupaten Batang yang datang ke desa tersebut dalam kegiatan Tilik Warga.
Kesempatan ini pun dimanfaatkan Suroso. Sambil memijit pundak Bupati Batang Wihaji, Suroso menceritakan kehidupannya bersama sang istri, Sasriyah, yang juga tunanetra dan menjadi tukang pijit.
Suroso bercerita, dia dan istri membuka jasa pijat di desanya sejak dua tahun terakhir.
Sebelumnya, mereka menjadi tukang pijat di perantauan di Jakarta.
Baca juga: Mengintip Budaya Ngelelet di Lasem Rembang, Melukis Pola Batik di Batang Rokok Gunakan Ampas Kopi
Baca juga: Lagi, Terungkap Modus Penggandaan Uang, Korbannya Warga Gringsing Batang, Rp 20 Juta Raib
Baca juga: Bermodal Baju Polisi dan Mengaku Berpangkat Iptu, Warga Batang Tipu 2 Wanita Kendal
Baca juga: Polres Batang Ungkap Kasus Mafia Tanah Senilai 3 Miliar, Tersangka Jual Tanah Bukan Miliknya
Keduanya mengalami buta sejak kecil dan bertemu saat mengikuti pelatihan memijat di Jakarta.
Dari situ, keduanya menjalin hubungan dan akhirnya menikah.
Sekitar 30 menit, Wihaji menikmati pijatan Suroso sembari mendengarkan cerita pasangan Suroso-Sasriyah tentang kehidupan mereka.
Setelah rampung, Wihaji tak sekadar memberi bayaran jasa pijat. Dia memberi bantuan uang tunai Rp 2 juta untuk membantu perekonomian pasangan tersebut dan bedah rumah.
Saat ini, rumah Suroso terbuat dari dinding kayu.
Melihat kondisi fisik dan ekonomi, Wihaji menganggap penting bagi pemerintah daerah memperhatikan kondisi pasangan Suroso-Sasriyah.
Menurut Wihaji, tukang pijat sangat terdampak pandemi covid.
Masyarakat takut menggunakan jasa pijat karena khawatir akan protokol kesehatan. Akhirnya, pengguna jasa pijat berkurang.
"Pada masa pandemi Covid-19, yang pijat sepi karena mungkin masyarakat juga takut, soalnya bersentuhan, jadi mulai jarang ada yang pijat sehingga hasil pendapatannya berkurang. Tadi saya mencoba pijat capek, alhamdulillah enak pijatannya," tutur Wihaji.
Wihaji mengatakan, bedah rumah yang akan dikerjakan di rumah Suroso tidak menggunakan anggaran pemerintah daerah.
Melainkan, iuran dari para pimpinan OPD yang telah dikumpulkan pada hari ulang tahun Kabupaten Batang.
"Insyaallah, akan merenovasi rumah ini agar layak huni sehingga orang yang ingin pijat di situ, nyaman, anggarannya dari iuran sukarela ASN Kabupaten Batang, jadi tidak memakai uang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)," ujarnya.
Baca juga: Tak Ada Lagi Pengiriman ke Donohudan, Karantina Covid di Kudus Kini Dipusatkan di Desa dan Kecamatan
Baca juga: Harga Emas Antam di Pegadaian Pagi Ini, Rabu 23 Juni 2021: Rp 973.000 Per Gram
Baca juga: Cuaca Purbalingga Hari Ini, Rabu 23 Juni 2021: Hujan Petir Diperkirakan Terjadi Sore Hari
Baca juga: Cuaca Purwokerto Hari Ini, Rabu 23 Juni 2021: Hujan Diperkirakan Terjadi Siang hingga Malam
Rencananya, rumah kayu Suroso akan sedikit diperbaiki. Terutama, di bagian dinding, dua kamar tidur, dan satu kamar pijat, kamar mandi, hingga memberikan perabot, termasuk kasur.
Mendengar rencana tersebut, Suroso pun terharu. Dia berterima kasih karena tak lama lagi memiliki tempat tinggal layak huni.
"Biasanya, dalam sehari, bisa memijat sampai 15 orang tapi di masa pandemi ini, sudah jarang yang minta pijat. Terkadang, dalam satu bulan, hanya 17 orang," ujarnya.
Penghasilan pasangan tukang pijat itu juga tidak menentu mereka tidak mematok harga.
"Saya tidak mematok harga, seikhlasnya saja orang yang kasih. Rapi, rata-rata diberi Rp 20 Ribu dan paling banyak Rp 50 Ribu," ujar Suroso. (*)