Berita Blora
Duh, Gaji 3000 Guru Honorer di Blora Dibawah UMK. Ini Janji Pemkab untuk Menyejahterakan Mereka
Gaji sekitar 3000 guru di Kabupaten Blora dilaporkan di bawah upah minimum kabupaten (UMK) senilai Rp 1.894.000.
TRIBUNBANYUMAS.COM, BLORA - Gaji sekitar 3000 guru di Kabupaten Blora dilaporkan di bawah upah minimum kabupaten (UMK) senilai Rp 1.894.000.
Terkait kondisi ini, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Blora Hendi Purnomo berjanji, pemerintah kabupaten (pemkab) bakal mendongkrak gaji mereka, secara bertahap.
Hendi mengakui, gaji di bawah UMK itu diterima Guru Tidak Tetap (GTT) dan Pegawai Tidak Tetap (PTT).
"Terkait kesejahteraan memang belum mencapai UMK tapi pemerintah daerah ini sudah mulai membantu dengan cara kolaborasi antara dana BOS (bantuan operasional sekolah) dengan APBD," ucap Hendi, dikutip dari Kompas.com, Selasa(25/5/2021).
Baca juga: Sampah di TPA Temurejo Blora Bakal Diproses Jadi Gas, Warga Sekitar Bisa Memanfaatkannya
Baca juga: Bukannya Ikut Salat Subuh Berjamaah, Sunarto Datang Buat Gondol Motor di Masjid Al Ishlah Cepu Blora
Baca juga: Muncul 36 Kasus Baru HIV AIDS, Data Dinkes Blora Selama 4 Bulan, Ini Penyebabnya
Baca juga: Pengakuan Pelaku Aksi Premanisme di Pasar Jepon Blora: Minta Uang Buat Isi Kas Markas
Menurutnya, ketentuan besaran honorarium bagi para GTT telah ditentukan.
Guru SMP mendapatkan honor senilai Rp 1.000.000, guru SD mendapatkan honor senilai Rp 750.000, pegawai tidak tetap mendapatkan honor senilai Rp 500.000 per bulan bagi yang mempunyai masa kerja lebih dari 4 tahun.
"Misalnya, dari sekolah, dana BOS (bantuan operasional sekolah) SD cuma mampu ngasih Rp 300 ribu, berarti daerah ngasih Rp 450 ribu, itu sudah berjalan dan sudah cair," ujarnya.
Sementara, terkait legalitas atau surat penugasan, Hendi memastikan akan menyelesaikan permasalahan tersebut secara bertahap, mulai tahun ajaran baru pada Juni Juli mendatang.
"Surat penugasan dari dinas, kami sudah verval (verifikasi dan validasi) dan sudah siap. Rencana, kami akan berikan nanti tahun ajaran baru," jelasnya.
Hendi menjelaskan, selama ini, GTT diatur melalui kewenangan dari kepala sekolah. Sehingga, dinas pendidikan tidak dapat berbuat banyak.
Hendi mengatakan, secara garis besar, daerahnya masih kekurangan jumlah guru berstatus PNS sehingga GTT masih sangat dibutuhkan.
"Surat penugasan itu dasarnya ya kami verval, itu kami lihat beban kerjanya. Setelah kami verval dan kami analisis beban kerja, kami membuatkan surat penugasan, sebagai legalitas," katanya.
"Selama ini kan GTT itu legalitasnya hanya kepala sekolah dan (legalitas) kepala sekolah ternyata lemah, ternyata tidak diakui," imbuhnya.
Baca juga: Bus PO Haryanto Tabrak Jembatan dan Nyaris Terjun ke Sungai di Pekalongan, Sopir Diduga Mengantuk
Baca juga: IGD Rumah Sakit Penuh, Pasien Covid-19 di Kudus Terpaksa Antre di Mobil
Baca juga: Pernikahannya Dibiayai Warga Sekampung di Pemalang, Taryono: Tak Kalah Meriah dari Acara Raffi Ahmad
Baca juga: Ratusan Jabatan di Pemprov Jateng Kosong, DPRD: Gubernur Fokus Main Medsos
Maka dari itu, pihaknya akan berusaha semaksimal mungkin membantu kesejahteraan para GTT tersebut.
"Kami, sekarang sampai saat ini, batasnya masih sesuai edaran bupati, larangan untuk mengangkat GTT itu Maret 2019, yang kami bantu terkait dapodik NUPTK, terakhir Maret 2019. Kalau setelah Maret 2019, ini belum kami carikan solusi dan akan kami carikan solusi, kami selesaikan yang sebelum Maret 2019, sehingga yang lama kami selesaikan pelan-pelan, baik legalitas dan mudah-mudahan kesejahteraan," terangnya.
Sebelumnya, anggota DPR RI Edy Wuryanto, mengaku kasihan dengan nasib sekitar 3000 GTT di Blora lantaran mendapat honor di bawah UMK.
Menurutnya, kondisi ini bakal menyuliskan mereka mengikuti rekrutmen PPPK awal Juli nanti.
"Ini wajah-wajah memelas mereka yang akan menghadapi rekrutmen PPPK awal Juli," ucap Edy Wuryanto usai mengisi Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan MPR RI di Blora, Minggu (23/5/2021).
Edy menyimpulkan, ada tiga persoalan yang dihadapi GTT Blora. Permasalahan pertama terletak pada legalitas yang mereka miliki.
"Mereka enggak punya legalitas, kalau surat tugas dari kepala sekolah enggak berlaku, maka mereka harus menaikkan ke dinas pendidikan kabupaten Blora, karena bupati dilarang atas undang-undang ASN," ujarnya.
Terkait hal tersebut, Edy berharap, bupati Blora memberikan surat legalitas bagi para GTT.
"Janji-janji bupati untuk memberikan surat legalitas mereka harus segera diselesaikan, itu urgent. Kalau bisa, sebelum rekrutmen PPPK karena itu akan memberi pertimbangan," katanya.
Edy melanjutkan permasalahan kedua yang dihadapi oleh para GTT dan seharusnya bisa diatasi oleh Pemerintah Kabupaten Blora terletak pada pemberian honor.
"Take home pay mereka harus dinaikkan dong, mosok di bawah UMK, guru lho ini menyangkut SDM. Jadi ya harus di atas UMK," jelasnya.
Baca juga: Polres Banjarnegara Tingkatkan Patroli Jelang Waisak, Sasaran Utama Daerah Sekitar Wihara
Baca juga: Hilang 4 Hari, Pencari Kayu Bakar asal Magelang di Gunung Merbabu Ditemukan Lemas di Lereng Merapi
Baca juga: Rencana Ada Biaya Tarik Tunai dan Cek Saldo di ATM Link Ditentang, KKI Laporkan Bank Himbara ke KPPU
Baca juga: Uji Coba Jelang Kualifikasi Piala Dunia, Malam Ini Timnas Indonesia Tantang Afganistan
Menurutnya, apabila jumlah GTT sekitar 3.000 orang, maka per tahunnya dibutuhkan anggaran sekitar Rp 7 miliar.
"Kalau jumlah 3.000, ya paling hanya sekitar Rp 5 miliar per tahun, anggaran ya kecil, paling banter kalau THR ya Rp 7 miliar per tahun. Tapi, itu memberi harapan untuk hidup normal, kalau di bawah UMK ya kasihan," terangnya.
Sementara itu, permasalahan ketiga yang barangkali bisa diselesaikan oleh Pemkab Blora terletak pada jaminan bagi para GTT.
"Syukur jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja kalau mereka berangkat kerja, jaminan hari tua, jaminan kematian kalau mereka meninggal, jaminan pensiun kalau ada, itu dimasukkan. Itu juga iurannya enggak besar kok. Tiga itu yang menjadi isu utama," ungkapnya. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kata Pemkab Blora soal 3.000 Guru Gajinya Tak Sampai UMK".