Berita Jawa Tengah
Kesepakatan Warga Desa Kalimendong Wonosobo, Siapapun Halal Sembelih Ayam yang Lepas dari Kandang
Pemandangan jorok karena kotoran unggas tidak terlihat di Desa Kalimendong, Kecamatan Leksono, Kabupaten Wonosobo. Karena ada aturan ini.
Penulis: khoirul muzaki | Editor: deni setiawan
TRIBUNBANYUMAS.COM, WONOSOBO - Sudah umum warga desa memiliki hewan peliharaan, khususnya unggas.
Binatang itu mungkin yang paling banyak dipelihara di antara jenis ternak lainnya.
Selain modal murah, perawatan ternak itu juga cukup mudah.
Baca juga: Begini Kronologi Kecelakaan Maut di Kertek Wonosobo, Laju Truk Ekspedisi Mulai Tak Beres di Kalikuto
Baca juga: Masih Polemik, Pengambilan Batu Nisan di Makam Stanagede Wonosobo, Ini Komentar Kadus Mojotengah
Baca juga: Ini Alasan Disparbud Ambil Puluhan Batu Nisan Makam Stanagede Wonosobo, Lebih Aman di Museum
Baca juga: Kisah Sukses Tukiyo, Tanam Jahe Merah di Polybag, Warga Wonosobo Ini Kewalahan Penuhi Permintaan
Warga umumnya melepas ayam atau unggasnya dari kandang untuk mencari pakan sendiri di alam sekitar.
Ini ternyata menjadi persoalan tersendiri bagi lingkungan.
Kotoran ayam berserak di mana-mana hingga menimbulkan pencemaran.
Bahkan, warga yang tidak memelihara ayam pun ikut kena getahnya.
Halaman rumah mereka ikut menerima limpahan kotoran ayam tetangga.
Warga selalu terbebani pekerjaan untuk membersihkan kotoran yang bercecer di mana-mana itu.
Tetapi pemandangan jorok ini tidak terlihat di Desa Kalimendong, Kecamatan Leksono, Kabupaten Wonosobo.
Memasuki lingkungan desa itu, tidak tampak ternak yang berkeliaran.
Yang terlihat justru aneka tanaman polibag yang menghiasi sisi jalan dan pekarangan.
Tidak tampak kotongan unggas di jalan atau halaman rumah warga.
Tetapi bukan berarti warga desa itu tidak suka memelihara unggas.
"Ayam di sini banyak banget."
"Cuma semua dikandangkan," kata Heri Hermawan, tokoh masyarakat desa setempat kepada Tribunbanyumas.com, Kamis (8/4/2021).
Heri mengatakan, warga tetap banyak yang memelihara unggas.
Terlebih beternak sudah menjadi bagian dari budaya warga di pedesaan.
Hanya mereka punya cara tersendiri untuk memelihara unggas agar tidak merugikan lingkungan.
Warga memutuskan hanya memelihara unggas di kandang.
Mereka sepakat tidak melepas unggasnya dan tidak bebas berkeliaran di perkampungan.
Warga sadar, membiarkan ternak berkeliaran di luar bisa menimbulkan pencemaran dan merugikan yang lain.
"Apalagi kalau hujan, kotoran bercampur air," katanya.
Agar semua warga tertib, mereka sepakat membuat aturan yang ketat sejak awal.
Jika ada unggas berkeliaran atau lepas dari kandang, siapapun boleh menangkap dan menyembelihnya.
Dengan kata lain, ternak yang lepas dari kandang sudah menjadi milik umum alias halal darahnya.
Nyatanya, warga disiplin mematuhi aturan itu.
Warga tidak ada yang berani melepas unggasnya dari kandang karena pada akhirnya akan merugikan diri sendiri.
Jika ada ayam yang keluar, siapa saja bebas menangkapnya.
Kini, meski aturan itu dilonggarkan, nyatanya warga tidak juga melepas unggas atau ayamnya dari kandang.
Perilaku itu rupanya telah membudaya, sehingga ada atau tidak aturan, warga tetap menjalaninya.
Terlebih warga sudah merasakan manfaat dari penerapan aturan itu.
Mereka yang suka menanam di pekarangan rumah tidak lagi khawatir tanamannya akan dirusak ayam.
Selain itu, warga bisa memanfaatkan kotoran yang menumpuk di kandang untuk pupuk tanaman di kebun.
Ini sekaligus mendukung usaha pertanian warga yang butuh banyak kotoran untuk menyuburkan lahan.
"Kotoran dibersihkan tiap hari untuk pupuk," katanya. (Khoirul Muzakki)
Baca juga: Mobil Boks Bermuatan Infus Kecelakaan di Arteri Kaliwungu Kendal, Lalu Lintas Arah Semarang Macet
Baca juga: Pedagang Pasar Srogo Kendal Minta Stimulus Hingga Relaksasi Kredit, Tak Cuma Tempat Relokasi
Baca juga: Pekerja Serabutan Ini Sasar Konsumen Remaja, Jual Pil Kuning di Genuk Semarang
Baca juga: Pemkot Semarang Bangun 6 Embung Resapan di Muktiharjo Kidul, Ini Manfaatnya saat Hujan