Berita Semarang
Selama 2020, Pernikahan Dini di Kota Semarang Tembus 217 Kasus. Diduga Dipicu Sekolah Online
Catatan DP3A Kota Semarang, kasus pernikahan dini naik empat kali lipat dalam empat tahun terakhir.
Penulis: Eka Yulianti Fajlin | Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Angka pernikahan anak atau usia dini di Kota Semarang semakin melonjak. Berdasarkan catatan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Semarang, kasus pernikahan dini naik empat kali lipat dalam empat tahun terakhir.
Kepala DP3A Kota Semarang M Khadik mengungkapkan, kasus pernikahan dini pada 2017 sebanyak 57 kasus.
Pada 2018, naik menjadi 64 kasus dan pada 2019 kembali naik menjadi 105 kasus.
Pada masa pandemi 2020, jumlah kasus pernikahan dini menjadi angka tertinggi dalam empat tahun terakhir, mencapai 217 kasus.
"Catatan kami itu diperoleh dari data kantor Pengadilan Agama Kota Semarang," ungkap Khadik, Kamis (18/3/2021).
Baca juga: Ada Warga Terinfeksi Covid-19 seusai Divaksin, Dinkes Kota Semarang: Satu-satunya Pencegah adalah 5M
Baca juga: Harga Emas Antam di Butik Emas Logam Mulia Semarang Pagi Ini, 18 Maret 2021 Rp 939.000 Per Gram
Baca juga: 10.740 Lansia Sudah Disuntik Vaksin, Jadi Target Prioritas Sasaran Dinkes Kabupaten Semarang
Khadik mengatakan, pernikahan dini rata-rata disebabkan kehamilan di luar nikah atau kecelakaan.
Hal itu perlu menjadi perhatian bersama mengenai peran orangtua dalam pendidikan keluarga.
Pandemi Covid-19, mengharuskan anak-anak belajar dari rumah secara daring. Pola asuh anak dan remaja sangat menjadi prioritas.
"Pandemi bisa membuat mereka (anak) jenuh. Melalui HP, situs-situs sangat mudah diakses. Jangan sampai terjadi kecelakaan pada anak, hamil tidak ada orangtuanya. Itu berpengaruh pada tumbuh kembang anak," paparnya.
Dia tidak ingin, kasus hamil di luar pernikahan terjadi lagi di Kota Semarang.
DP3A mengajak masyarakat memperkuat ketahanan keluarga dengan memberi pendidikan yang baik melalui pola asuh anak dan remaja sesuai ketentuan.
Secara masif, DP3A terus melakukan sosialisasi dan edukasi.
Bahkan, pihaknya membentuk jejaring perlindungan perempuan dan anak (JPPA).
Tugasnya, mengedukasi masyarakat mengenai berbagai hal, di antaranya tentang pola asuh anak dalam keluarga.
Baca juga: Tunggakan Pembayaran Insentif Nakes di RSUD Salatiga Capai Rp 1,9 Miliar, Berharap Cair April
Baca juga: Wanita Hamil 7 Bulan Ditemukan Tewas di Pinggir Sawah di Adipala Cilacap, Pembunuh Saudara Sepupu
Baca juga: Setelah Jalan Baru Dibuka TMMD, di Desa Tegalpingen Purbalingga Diharapkan Ada Track Paralayang
Baca juga: Tulis Surat kepada Presiden Jokowi, Perangkat Desa Glempang Banyumas Minta Dibebaskan dari Penjara
Menurut Khadik, salah satu hal yang belum banyak diketahui warga yaitu undang-undang perkawinan.
Perkawinan diatur dalam UU Nomor 16 Tahun 2019. Undang-undang ini merupakan revisi dari UU Nomor 1 Tahun 1974.
Semula, batas usia perkawinan laki-laki minimal 19 tahun dan peremuan minimal 16 tahun.
Namun, menurut UU yang baru, batas perkawinan baik laki-laki maupun perempuan minimal 19 tahun.
"Kami perlu sosialisasikan itu karena dampak dari pernikahan dini sangat luas," ujarnya.
Khadik menjelaskan, pernikahan dini akan menimbulkan dampak kurang baik jika pasangan suami istri belum siap dari aspek fisik, psikologi, ekonomi, maupun sosial.
Pernikahan dini dapat menyebabkan peningkatan kematiaan ibu dan anak, kemiskinan, pengangguran, hingga menyebabkan peningkatan stunting.
"Gizi tidak tercukupi pada masa kandungan, faktor pengetahuan kurang, mendukung terciptanya stunting. Banyak aspek yang terkait dengan pernikahan dini," katanya.
Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi menambahkan, BKKBN telah mengingatkan Pemerintah Kota Semarang terkait dampak pandemi di antaranya pernikahan dini semakin banyak.
Baca juga: Jelang Arus Mudik Lebaran, Polda Jateng Bakal Dirikan Posko Kesehatan di Setiap Rest Area
Baca juga: Muncul Klaster Kampus, 39 Dosen di UNG Positif Covid-19. Kampus Ditutup Sementara
Baca juga: Sekeluarga di Argopeni Kebumen Jadi Korban Pembacokan Tetangga, Seorang Tewas
Baca juga: Viral, Pasien RSJ Ini Diduga Polisi yang Hilang 16 Tahun Lalu saat Tsunami Melanda Aceh
Hal itu dimungkinkan terjadi karena sekolah dilakukan secara online. Ditambah, kurang adanya pengawasan.
"Kami mengajak PKK, Darma Wanita, GOW mengedukasi masyarakat bahwa pernikahan dini sangat rentan dengan kematian anak dan ibu," terang Hendi, sapaannya.
Melalui upaya bergerak bersama Pemkot dan stakeholder terkait, dia berharap pernikahan dini di Kota Semarang semakin dapat ditekan. (*)