Berita Internasional
Buntut Kudeta Militer, Warga Myanmar Lakukan Unjuk Rasa Inginkan Pembebasan Aung San Suu Kyi
Kudeta militer di Myanmar berbuntut aksi unjuk rasa warga. Puluhan ribu pengunjuk rasa turun ke jalan-jalan di kota besar Myanmar.
TRIBUNBANYUMAS.COM, NAYPYIDAW - Kudeta militer di Myanmar berbuntut aksi unjuk rasa warga. Puluhan ribu pengunjuk rasa turun ke jalan-jalan di kota besar Myanmar.
Melansir CNN pada Minggu (7/2/2021), mereka menuntut pembebasan pemimpin sipil yang digulingkan militer, Aung San Suu Kyi.
Seorang saksi mata di bekas ibu kota Yangon mengatakan, kerumunan sebagian besar terdiri dari kaum muda.
Demonstrasi juga tampaknya secara signifikan lebih besar dan terorganisir dengan lebih baik daripada protes Sabtu (6/2/2021).
"Partisipasi publik juga tampak tumbuh," ungkap saksi tersebut.
Layanan berita Reuters juga mengatakan, puluhan ribu orang berada di jalan-jalan. Para pengunjuk rasa memegang spanduk dan papan reklame bergambar Suu Kyi. Beberapa bertuliskan "Kami menginginkan pemimpin kami".
• Penggerebekan Dini Hari, Militer Myanmar Tangkap Aung San Suu Kyi dan Politisi Senior Partai NLD
• Redam Aksi Protes, Junta Militer Kembali Padamkan Akses Internet Di Seluruh Myanmar
• Setelah Lakukan Kudeta, Militer Myanmar Berlakukan Keadaan Darurat Di Seluruh Negeri Selama Setahun
• Dokter dan Tenaga Medis Myanmar Gelar Aksi Mogok Kerja Protes Kudeta Militer
Suu Kyi dan anggota parlemen lain yang terpilih secara demokratis ditahan militer dalam penggerebekan Senin (1/2/2021) dini hari.
Banyak di antara kerumunan memberi hormat tiga jari. Sebuah simbol populer protes pro-demokrasi adopsi dari film "Hunger Games". Simbol ini sebelumnya juga digunakan di negara tetangga Thailand.
Para pengunjuk rasa, pada Minggu (7/2/2021), berbaris di sekitar area Universitas Yangon.
Mereka mengubah arah untuk menghindari penghalang jalan dan konfrontasi dengan polisi. Seorang saksi mata melihat beberapa truk polisi di daerah itu.
Perlawanan terhadap kudeta pada awalnya terbatas. Sebagian terjadi karena kesulitan komunikasi yang meluas, serta kekhawatiran akan tindakan keras lebih lanjut.
Sebelumnya, militer memblokade internet di seluruh negara.
Layanan pemantauan internet NetBlocks mengatakan, Sabtu (6/2/2021), negara itu berada di tengah-tengah pemadaman internet "skala nasional" kedua, ketika militer berusaha mengamankan cengkeramannya pada kekuasaan.
Menurut NetBlocks, data jaringan real time yang sama menunjukkan, konektivitas turun hingga 16 persen dari tingkat biasa dan pengguna melaporkan kesulitan untuk online.
Perusahaan telekomunikasi Norwegia, Telenor Group, yang menjalankan Telenor Myanmar menyatakan, Kementerian Transportasi dan Komunikasi Myanmar (MoTC) memerintahkan penutupan jaringan data secara nasional pada Sabtu (6/2/2021).
Menurut pernyataan perusahaan yang diunggah di Twitter, kementerian mengutip "Hukum Telekomunikasi Myanmar, dan referensi sirkulasi berita palsu, stabilitas bangsa dan kepentingan publik sebagai dasar untuk pesanan".
Penurunan konektivitas kemudian dilakukan mengikuti langkah untuk memblokir akses ke platform media sosial Facebook, Instagram dan Twitter, serta sejumlah outlet berita lokal terkemuka.
• Setelah Banjir dan Longsor, Angin Puting Beliung Hajar Kota Semarang: Rusak Rumah dan Pasar
• Pemerintah Terapkan PPKM Mikro 9-22 Februari: Penanganan Covid Tingkat RT, Dilakukan di Wilayah Ini
• 5 Berita Populer: Wali Kota Solo Bakal Diantar Pulang ASN saat Purna Tugas-Markas PSIS Kebanjiran
Komunikasi antara pengunjuk rasa pada Minggu (7/2/2021), sebagian besar melalui teks SMS, panggilan telepon, dan dari mulut ke mulut, menurut seorang saksi mata di Yangon.
"Pada Sabtu, kerumunan orang mengumumkan tempat berkumpul pada Minggu, menghasilkan organisasi yang tampaknya membaik," kata saksi itu.
Kudeta memicu protes
Selama lebih dari 50 tahun, Myanmar dijalankan oleh rezim militer isolasionis secara berturut-turut, dan menjerumuskan negara itu ke dalam kemiskinan.
Pihak militer secara brutal menahan perbedaan pendapat. Ribuan kritikus, aktivis, jurnalis, akademisi, dan seniman secara rutin dipenjara dan disiksa pada masa itu.
Pemimpin sipil yang baru-baru ini digulingkan, Suu Kyi, menjadi terkenal di dunia internasional selama perjuangannya selama puluhan tahun melawan kekuasaan militer.
Partainya, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), menang telak dalam pemilu 2015 dan membentuk pemerintahan sipil pertama di Myanmar.
Saat itu, banyak pendukung pro-demokrasi berharap langkah itu akan menandai pecahnya kekuasaan militer di masa lalu dan menawarkan harapan bahwa Myanmar akan terus melakukan reformasi.
NLD secara luas dilaporkan telah memenangkan kontestasi menentukan lainnya dalam pemilihan umum November 2020.
Keberhasilan ini memberikan wewenang NLD berkuasa lima tahun kedepan.
Akan tetapi, bagi beberapa tokoh militer di partai oposisi, kondisi itu menghancurkan harapan atas partai yang didukungnya untuk dapat mengambil alih kekuasaan secara demokratis.
Perebutan kekuasaan secara tiba-tiba terjadi ketika Parlemen baru akan dibuka dan setelah berbulan-bulan terjadi peningkatan friksi yang kuat antara pemerintah sipil dan militer.
Konflik yang dikenal sebagai "Tatmadaw", yang mempersoalkan dugaan penyimpangan pemilihan.
Padahal Komisi pemilu negara itu telah berulang kali membantah terjadinya kecurangan pemilih massal.
Ratusan anggota parlemen NLD ditahan di ibu kota Naypyitaw Senin (1/2/2021).
Sejak saat itu, junta mencopot 24 menteri dan deputi dari pemerintah dan menunjuk 11 tokoh dari sekutunya sendiri. Mereka ditempatkan sebagai pengganti yang akan menerapkan peran militer dalam pemerintahan baru.
NLD mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengambil tindakan yang lebih keras untuk memulihkan pemerintah yang digulingkan, dalam pernyataan yang dirilis ke media akhir pekan ini.
Para pemimpin PBB didesak menerapkan "sanksi yang ditargetkan dengan hati-hati terhadap rezim militer, para pemimpinnya, bisnis mereka, dan rekannya". Termasuk, mendesak penangguhan hubungan ekonomi antara semua bisnis dengan rezim militer.
• KBM Tatap Muka di Kabupaten Tegal Kembali Ditunda, Disdikbud: Tunggu Surat Edaran Berikutnya
• Harga Emas Antam di Pegadaian Pagi Ini, Senin 8 Februari 2021 Rp 1.900.000 Per 2 Gram
• Lebih dari 100 Ribu Nakes Pernah Terpapar Covid, Menkes: Vaksinasi kepada Mereka Ditunda
• Banjir Terjang 3 Kecamatan di Kota Pekalongan, Ini 16 Titik Pengungsian yang Disiapkan
Partai politik yang digulingkan itu juga meminta PBB menahan diri dari tindakan yang merugikan rakyat Myanmar. Khususnya, terkait sanksi dan penangguhan bantuan.
"Kami mengundang, menyetujui, dan menuntut dunia segera datang membantu kami".
Para pengamat berpendapat kudeta itu dilakukan sebagai upaya militer menegaskan kembali kekuatannya. Ada juga ambisi pribadi panglima militer Min Aung Hlaing, yang akan mundur tahun ini.
Jadi persoalannya bukan sekadar klaim serius atas kecurangan pemilihan umum.
Kudeta Senin telah dikecam secara luas secara internasional.
Amerika Serikat menyerukan para pemimpin militer Myanmar untuk "segera melepaskan kekuasaan yang telah mereka rebut, membebaskan para aktivis dan pejabat yang telah mereka tangkap, mencabut semua pembatasan telekomunikasi, dan menahan diri dari kekerasan terhadap warga sipil". (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pengunjuk Rasa Myanmar Tuntut Militer Segera Bebaskan Aung San Suu Kyi".