Berita Nasional
Ini Hak Pekerja yang Dipangkas dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja
Pekerja wajib diberikan waktu istirahat mingguan satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu atau dua hari untuk lima hari kerja dalam seminggu.
TRIBUNBANYUMAS.COM, JAKARTA - Omnibus law UU Cipta Kerja memangkas sejumlah hak pekerja yang semula ada dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Berdasarkan naskah UU Cipta Kerja yang diterima dan dilansir dari Kompas.com dari Badan Legislasi (Baleg) DPR, Senin (5/10/2020).
Pada ketentuan Pasal 79 yang mengatur waktu istirahat dan cuti pekerja diubah.
• Kemenparekraf Sebut Ciri Batik Khas Batang Bisa Jadi Pemicu Pertumbuhan Ekonomi
• Pilkada Kabupaten Semarang, Paslon Manfaatkan Kampanye Medsos Masih Rendah
• Terapkan Sanitary Landfill, Sampah yang Masuk TPA Darupono Kendal Bakal Diproses Menjadi Kompos
• Pemain PSIS Semarang Berharap Liga 1 2020 Tetap Bisa Bergulir, Ini Alasannya
Pasal 79 ayat (2) huruf (b) dalam Bab IV UU Cipta Kerja mengatur, pekerja wajib diberikan waktu istirahat mingguan satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu.
Ketentuan ini mengubah aturan dalam UU Ketenagakerjaan menyatakan, pekerja wajib diberikan waktu istirahat mingguan satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu atau dua hari untuk lima hari kerja dalam satu minggu.
Selain itu, Pasal 79 juga menghapus istirahat panjang dua bulan bagi pekerja yang telah bekerja selama enam tahun berturut-turut.
Pasal 79 ayat (3) UU Cipta Kerja hanya mengatur pemberian cuti tahunan paling sedikit 12 hari kerja setelah pekerja/buruh bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus.
Pasal 79 ayat (4) menyatakan, pelaksanaan cuti tahunan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Kemudian Pasal 79 ayat (5) menyebut, perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Sementara, UU Ketenagakerjaan mengatur bahwa perusahaan wajib memberikan istirahat panjang sekurang-kurangnya dua bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing satu bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja enam tahun berturut-turut.
Ketentuan ini berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja enam tahun.
Aturan tersebut tertuang dalam Pasal 79 ayat (2) huruf (d).
Pada dua ayat lainnya, disebutkan hak istirahat panjang berlaku bagi pekerja/buruh yang bekerja di perusahaan tertentu yang diatur dengan keputusan menteri.
RUU Cipta Kerja telah disahkan DPR menjadi undang-undang melalui Rapat Paripurna, Senin (5/10/2020).
Ketua Baleg DPR, Supratman Andi Agtas, dalam pemaparannya di rapat paripurna menjelaskan, RUU Cipta Kerja dibahas melalui 64 kali rapat sejak 20 April hingga 3 Oktober 2020.