Polemik RUU Cipta kerja
Buruh Ancam Mogok Kerja Jika DPR Lanjutkan Pembahasan Klaster Ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja
KSPI mendesak DPR RI menghentikan pembahasan klaster ketenagakerjaan dan tidak kejar tayang dalam membahas omnibus law RUU Cipta Kerja.
TRIBUNBANYUMAS.COM, JAKARTA - Sejumlah konfederasi dan serikat buruh mengancam akan melakukan mogok nasional menyusul dilanjutkannya pembahasan klaster ketenagakerjaan dalam draf omnibus law Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja oleh pemerintah dan DPR.
Aksi tersebut akan dilakukan buruh yang bernaung di bawah bendera Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) pimpinan Andi Gani Nena, dan 32 federasi buruh lainnya.
"KSPI bersama 32 konfederasi dan federasi yang lain sedang mempertimbangkan untuk melakukan mogok nasional sesuai mekanisme konstitusi," ujar Presiden KSPI Said Iqbal dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Minggu (27/9/2020).
• Tim Perumus RUU Cipta Kerja DPR-Serikat Buruh Sepakati 4 Poin
• Kaji Omnibus Law RUU Cipta Kerja, PDIP Bentuk Tim Khusus. Hasto: Konstituen Kami Banyak dari Buruh
Tak hanya itu, buruh juga mengancam akan melakukan demo besar-besaran yang akan diikuti berbagai elemen masyarakat meliputi mahasiswa, petani, nelayan, masyarakat sipil, masyarakat adat, penggiat lingkungan hidup, hingga penggiat HAM.
Oleh karena itu, KSPI mendesak DPR RI segera menghentikan pembahasan klaster ketenagakerjaan dan tidak mempunyai target waktu atau kejar tayang dalam melakukan pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja.
Said mendesak agar klaster ketenagakerjaan dikeluarkan dari RUU Cipta Kerja.
Selain itu, serikat pekerja juga meminta tidak ada pasal-pasal di dalam UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang diubah maupun dikurangi.
Menurutnya, jika ada permasalahan perburuhan yang belum diatur dalam aturan tersebut maka sebaiknya pemerintah dan DPR berdialog.
"Oleh karena itu, buruh Indonesia mendesak Panja Baleg DPR RI untuk menghentikan pembahasan RUU Cipta Kerja. Karena setelah kami mengikuti pembahasan dalam dua hari ini, sangat besar kemungkinannya akan terjadi pengurangan hak-hak buruh yang diatur dalam pasal-pasal di UU Nomor 13 Tahun 2003," kata Said.
• Buruan, Kuota Pendaftaran Kartu Prakerja Gelombang 10 Hanya 116.261 Orang
• Kapolri Ancam Copot Polisi Berpolitik Praktis di Pilkada Serentak 2020
• Kuota Pupuk Bersubsidi Ditambah Tapi Masih Langka, Ini Solusi Komisi B DPRD Jawa Tengah
Di samping itu, Said meyakini bahwa sudah hampir bisa dipastikan dalam pembahasan ini terjadi kejar tayang antara pemerintah dan DPR untuk mengesahkan RUU Cipta Kerja pada 8 Oktober 2020.
"KSPI dan buruh Indonesia menolak keras sistem kejar tayang yang dipaksakan oleh pemerintah dan DPR RI, di mana omnibus law akan disahkan pada tanggal 8 Oktober 2020," tegas pria yang juga menjadi Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) ini.
Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR dan pemerintah membahas klaster ketenagakerjaan di Omnibus Law RUU Cipta Kerja di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (25/9/2020) malam.
Rapat ini dipimpin Ketua Baleg Supratman Andi Agtas dan perwakilan pemerintah yang dihadiri Staf Ahli Kemenko Perekonomian Elen Setiadi dan Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Anwar Sanusi.
"Seluruh anggota Panja, malam hari ini kita akan mendengar dulu alasan atau urgensi terhadap klaster ketenagakerjaan masuk di dalam RUU Cipta Kerja," kata Supratman.
Supratman berharap, klaster ketenagakerjaan dapat memudahkan iklim investasi dan memberikan perlindungan yang cukup baik bagi para pekerja dari pemerintah.