Berita Banyumas
Kisah Mbah Tarso Hidup di Gubuk Karung di Purwokerto dan Tidak Tersentuh Bantuan Pemerintah
Gubuk berukuran 2x3 dengan tinggi hanya satu meter yang terbuat dari karung dan plastik menjadi istana bagi Mbah Tarso (70) dan istrinya Sugiani (31).
Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: Rival Almanaf
TRIBUNBANYUMAS.COM, PURWOKERTO - Gubuk berukuran 2x3 dengan tinggi hanya satu meter yang terbuat dari karung dan plastik menjadi istana bagi Mbah Tarso (70) dan istrinya Sugiani (31).
Siapa yang menyangka jika di tengah keramaian Kota Purwokerto, masih ada warganya yang hidup memprihatinkan.
Mbah Tarso dan istri tinggal di RT 7 RW 6, Kelurahan Kedungwuluh, Kecamatan Purwokerto Barat.
Raut mukanya menyiratkan ketabahan dalam menjalani hidup yang pasti tidak semua orang rasakan.
Contohnya saja untuk makan sehari-hari.
Dalam memenuhi kebutuhan konsumsi sehari-hari ia mengandalkan pada sebuah alat pancing.
Mbah Tarso biasanya memancing belut di sungai Banjaran yang tidak jauh dari samping gubuknya.
Ketika berkunjung ke gubuk mbah Tarso, jangan bayangkan ada lantai keramik, karena lantai mereka beralaskan spanduk-spanduk bekas.
• Jelang Real Madrid vs Alavez, Luka Jovic Justru Harus Jalani Karantina Mandiri
• Bupati Banyumas Wajibkan Pembelajaran Daring saat Tahun Ajaran Baru Dimulai
• Cristiano Ronaldo Ungkap Perasaannya di Instagram Seusai Juventus Dipermalukan AC Milan
• Ombudsman Jateng Ungkap Rapid Test Jadi Lahan Bisnis untuk Keuntungan Segelintir Oknum

Selain itu, mereka juga hidup jauh dari pemukiman penduduk.
Ketika akan memasak, kayu bakar yang mereka gunakan agar dapur tetap mengepul.
Tidak mudah memang untuk mencapai gubuk Mbah Tarso, setidaknya harus berjalan kaki melewati sawah-sawah dan kebun milik warga.
Keduanya diketahui tinggal di tanah pribadi milik warga serta tanpa adanya penerangan listrik.
"Saya sudah tinggal lima tahun di sini. Asli Kranji, Purwokerto Timur."
"Biasanya saya mancing belut untuk dijual tapi kadang dapat kadang juga tidak," ucapnya kepada Tribunbanyumas.com, Kamis (9/7/2020).
Mbah Tarso mengisi aktivitasnya sehari-hari dengan mencari belut atau ikan lele untuk dimakan bersama istrinya.
Jika ada tangkapan lebih, belut dijual kepada orang yang mau.
"Kadang juga mancing lele dapat 5 kilogram dijual 1 kilogram Rp 15 ribu."
"Ya cukup untuk makan satu Minggu."
"Terus cari lagi belum satu Minggu sudah dapat lagi buat nyambung."
"Lebih sedikit sedikit saya tabung," katanya.
Mbah Tarso mengaku selain mencari belut dan lele, dirinya pernah menjadi pemburu ular kobra.
Dia pernah mendapat 80 ular kemudian dia jual ke daerah Cilacap.
Karena hanya gubug terbuat dari karung, saat malam hawa dingin merasuk.
Jika hujan turun begitu deras, pastilah selalu kebanjiran.
Tidak ada listrik, penerangan hanya menggunakan sebatang lilin untuk satu malam.
"Pakai lilin saja satu batang untuk satu malam, dingin kalau malam," ungkapnya.
Cerita Mbah Tarso bisa menempati tanah milik warga Ledug, Kecamatan kembaran, Banyumas ini bermula seusai dirinya membersihkan rumput-rumput si pemilik tanah.
Karena tidak mau dibayar, dan kebingungan tidak memiliki tempat tinggal, akhirnya Mbah Tarso diijinkan untuk menempati tanah tersebut, namun dengan syarat tidak dibangun permanen.
Mbah Tarso bercerita jika dulu dia punya rumah sendiri.
Namun sekarang tidak punya karena dibagi-bagi (warisan) dan akhirnya habis.
Dia juga sempat mencari kontrakan-kontrakan dan pindah 3 kali.
Namun karena bingung mencari, dan diberi izin oleh si pemilik tanah, akhirnya ia tinggal di tempat itu selama tanah itu belum dijual atau dibangun.
Mbah Tarso hanya tinggal berdua bersama istrinya dan mengaku belum pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah.
Ia ber-KTP kelurahan Kedungwuluh, namun saat pendataan oleh RT setempat dirinya sempat dianggap salah sasaran.
"Pernah sekali didatangi petugas, katanya salah sasaran, raskin atau BLT belum pernah dapat."
"Alamat KTP kedungwuluh Selatan dan di sini Kedungwuluh Utara."
"Pernah dapat sekali saja saat di rumah dulu di Kranji," ujarnya.
Salah satu warga sekitar, Joko Hari Nugroho (45) yang pertama kali menemukan pasangan suami istri tersebut mengatakan pertemuannya karena ketidaksengajaan.
Dirinya mengaku sering melihat Mbah Tarso melintas.
Joko menemukan gubuk pasangan suami istri tersebut di tengah kebun dan jauh dari pemukiman penduduk.
"Saya sering lihat orang itu lewat, tapi tidak tahu kalau kondisinya seperti ini."
"Karena lokasinya ini sekitar 300 meter dari lingkungan penduduk," jelasnya yang juga Babinkamtibmas Polsek Patikraja.
Gubuk Mbah Tarso harus melewati sawah dan lewati perkebunan.
Sehingga aktifitas sehari-hari itu tidak banyak masyarakat yang mengetahui.
Lokasinya jauh dan hanya bisa diakses dengan jalan kaki.
Bahkan karena lokasi tempat tinggalnya yang jauh dari pemukiman, tidak banyak warga yang tahu hingga membuat pihak RT setempat juga tidak mengetahui kehadiran mereka.
Bahkan tidak pernah terdata dan mendapatkan bantuan.
Secara kewilayahannya sendiri tidak tahu, kalau gubuk ikut RT 7 atau 6.
Karena yang biasanya terkoordinir bantuan hanya wilayah pemukiman.
"Secara bahasanya itu bapak ini tidak kulonuwun sama RT nya."
"Jadi warga RT tidak ada yang tahu," tambahnya.
• Brutal ! Baru Empat Menit Bermain Wonderkid Barcelona Ansu Fati Diusir Wasit Karena Tendang Lawan
• Ibu di Cilacap Jual Bayinya Rp 6 Juta di Facebook
• Seorang Gadis Ditemukan Tewas di Penginapan Seusai Pamit Bekerja
• Gubernur Batasi Kegiatan Masyarakat di Kendal, Salatiga, Demak, dan Semarang untuk Tekan Covid-19

Pihaknya mengaku sudah berkoordinasi membantu Mbah Tarso dengan menggandeng komunitas sosial.
Rencananya Mbah Tarso akan dibuatkan rumah semi permanen.
Langkah selanjutnya adalah berkomunikasi dengan komunitas sosial.
"Saya komunikasi juga dengan pemilik tanah diijinkan."
"Syarat pemilik tanah silahkan sekalian menjaga tanahnya dan membersihkan kebunnya," imbuhnya.
Ketua Forum Lintas Komunitas Kabupaten Banyumas, Muvik (40) mengatakan jika pihaknya bersama komunitas sosial sepakat patungan membantu Mbah Tarso.
"Tidak ada yang disalahkan, tidak saling mengalahkan ini masalah kita bersama."
"Penggalangan dana diungkap apa adanya, kita up lewat media sosial," katanya.
Dia mengaku hingga saat ini penggalangan dana untuk membantu Mbah Tarso sudah mencapai Rp 8,6 juta.
Selain itu dari komunitas Aksi Cepat Tanggap (ACT) Purwokerto dengan memberikan bantuan paket pangan.
"Awalnya informasi ini viral di grup whatsapp, kami respon langsung dengan antarkan bantuan paket pangan berupa sembako, sekaligus survey keadaan rumah dan kesehatan beliau," ujar Staff Program ACT Purwokerto, Rama.
Sembako yang disalurkan merupakan sedekah dari para dermawan dan dari mitra-mitra.
Bantuan bisa dalam bentuk paket pangan lagi, atau pendampingan medis jika suatu saat diperlukan.
Jika ada pembaca atau masyarakat umum ingin membantu Mbah Tarso, maka dapat menghubungi: Muvik (083863558555).( Tribunbanyumas/jti)