Teror Virus Corona

Kebijakan yang Tidak Konsisten Terkait Covid-19 Ikut Andil Dalam Banyaknya Pelanggaran PSBB

Pemerintah telah menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai strategi guna mencegah penyebaran virus corona penyebab Covid-19.

Editor: Rival Almanaf
Kompas.com
Petugas gabungan memeriksa kendaraan dari luar kota saat penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Pasteur, Bandung, Jawa Barat, Rabu (22/4/2020). Pemeriksaan tersebut dilakukan untuk mengingatkan masyarakat agar menerapkan PSBB selama 14 hari dalam rangka percepatan penanganan Covid-19.(ANTARA FOTO/M AGUNG RAJASA) 

Gabriel juga menambahkan bahwa risk communication atau komunikasi krisis pemerintah juga terbilang lemah, terutama karena fragmentasi otoritas di pusat maupun daerah.

"Misalnya, data saja kita kesulitan. Data nasional bisa beda dengan data daerah, dan sebaliknya," kata Gabriel.

Selain itu, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah selama masa pandemi ini juga terlihat tidak sinkron seperti pelarangan mudik.

Kebijakan ini menimbulkan polemik di masyarakat lantaran Presiden Joko Widodo menyebut bahwa mudik dan pulang kampung berbeda.

Kemudian, pemerintah melalui Kementerian Perhubungan justru mengizinkan moda transportasi kembali beroperasi.

Pemerintah mensyaratkan bahwa moda transportasi hanya bisa dimanfaatkan oleh pekerja yang memiliki izin tugas ke luar daerah.

Namun, masyarakat justru memanfaatkan celah aturan tersebut.

Jual beli surat izin tugas dinas ke luar kota kemudian muncul, yang kemudian dimanfaatkan oleh mereka yang ingin mudik ke kampung halaman.

"Betapapun dilakukan dengan sangat selektif, masyarakat tahu betul bagaimana aturan itu bisa diakali. Maka sekali lagi, butuh ketegasan dan kosistensi," kata Gabriel.

Menurut dia, ketidaksinkronan pemerintah terjadi akibat kesulitan pemerintah mencari titik temu antara berbagai kepentingan yang berbeda, yakni antara isu kesehatan, isu ekonomi, dan isu sosial.

Kendati penularan Covid-19 di dalam negeri masih terjadi, namun pemerintah berencana memberikan kelonggaran bagi warga berusia di bawah 45 tahun untuk dapat tetap beraktivitas.

Kebijakan tersebut diambil untuk menekan angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang terus terjadi.

Pemerintah melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menyebut bahwa warga berusia di bawah 45 tahun diizinkan bekerja kembali karena mereka tidak masuk dalam kelompok rentan.

"Kelompok muda di bawah 45 tahun mereka secara fisik sehat, punya mobilitas tinggi, dan kalau terpapar, mereka belum tentu sakit karena tak ada gejala," kata Doni lewat video conference, seperti diberitakan Kompas.com Senin (11/5/2020).

Padahal, diberitakan Kompas.com (13/5/2020) data dari laman resmi pemerintah covid19.go.id justru menunjukkan cukup banyak orang yang dinyatakan positif Covid-19 berusia di bawah 45 tahun.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved