Berita Nasional
MA Batalkan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan. Ke Mana Uang yang Telah Dibayarkan?
MA Batalkan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan. Ke Mana Uang yang Telah Dibayarkan?
MA Batalkan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan. Ke Mana Uang yang Telah Dibayarkan?
TRIBUNBNAYUMAS.COM, JAKARTA - Kenaikan iuran BPJS sebesar 100 persen akhirnya dibatalkan Mahkamah Agung (MA). Judicial review itu diketok oleh hakim agung Supandi, Yosran dan Yodi Martono Wahyunadi.
Sebagai informasi, Kasus bermula saat Komunitas Pasien Cuci Darah (KPCDI) keberatan dengan kenaikan iuran BPJS Kesehatan 100 persen yang dimulai sejak 1 Januari 2020.
Dikutip dari laman resmi KPCDI, mereka mendaftarkan hak uji materi Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan ke Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, pada 5 Desember 2012.
Salah satu anggota KPCDI, Edy Mulyono adalah duda berusia 48 tahun dan sudah 6 tahun cuci darah.
• Pria ini Pelihara 32 Ekor Buaya di Belakang Rumah dengan Kandang Papan, Begini Langkah BKSDA
• Pulang dari Warnet, Remaja 16 Tahun Bunuh lalu Perkosa Jasad Tetangganya yang Berusia 14 Tahun
• Kronologi lengkap Tabrakan Perahu Rombongan Paspampres, 6 Orang Tewas Termasuk Dandim Kuala Kapuas
• 1156 Anak Sekolah di Purbalingga Mendapat Bantuan Program Indonesia Pintar (PIP) Segini Besarannya
"Pasien tidak lagi bekerja dan hidup dengan mengontrak di sebuah rumah petak di Jakarta. Ingin mendaftar menjadi peserta JKN Penerima Bantuan Iuran (PBI), namun tidak berdaya karena harus berjuang sendiri," kata pengacara KPCDI, Rusdianto, Senin (9/3).
Ada juga pasien bernama Rosidah (34). Pekerjaan suami Rosidah sebagai pedagang tukang kopi keliling atau bekerja sebagai kuli bangunan.
"Hanya Rosidah yang mendapat peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), sedangkan anak dan suaminya harus rela ke kelas BPJS Kesehatan Mandiri Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dengan membuat Kartu Keluarga (KK) secara terpisah.
Sudah berulang kali keluarga ini memohon ke dinas sosial setempat agar satu keluarga masuk dalam peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), namun sampai hari ini masih tidak berfungsi," tutur Rusdianto.
• Kecelakaan Speedboat Rombongan Paspampres di Palangkaraya, Enam Tewas Satu Penumpang Masih Hilang
Adapun Yanuar (49), hanya pasien yang mendapatkan peserta JKN-Penerima Bantuan Iuran (PBI). Sedangkan sang istri harus rela ikut di kelas BPJS Kesehatan kelas mandiri PBPU.
"Adanya fakta-fakta penonaktifan kepesertaan Penerima Bantuan Iuran (PBI) tanpa sosialisasi dan fakta masih sulitnya Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) bagi fakir miskin dan orang tidak mampu menjadi bukti salah pengelolaan dalam mengelola BPJS," tandas Rusdianto.
Mereka kemudian menggugat ke MA dan meminta kenaikan itu dibatalkan. Gayung pun bersambut. MA mengabulkan permohonan itu.
• Tiga Bocah Kena Tipu di Semarang, Diiming-imingi Burung Merpati, Sepeda Digondol Sunaryo
"Menyatakan Pasal 34 ayat 1 dan 2 Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata juru bicara MA, yang juga Ketua Muda MA bidang Pengawasan Hakim Agung, Andi Samsan Nganro, Senin (9/3).
Menurutnya, keputusan sudah diketok MA pada Kamis, 27 Februari 2020, untuk Perkara Nomor 7 P/HUM/2020 perkara Hak Uji Materiil.
Duduk sebagai ketua majelis yaitu Supandi dengan anggota Yosran dan Yodi Martono Wahyunadi.
Menurut MA, Pasal 34 ayat 1 dan 2 bertentangan dengan Pasal 23 A, Pasal 28H dan Pasal 34 UUD 1945. Selain itu juga bertentangan dengan Pasal 2, Pasal 4, Pasal 17 ayat 3 UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
• Berstatus Waspada Virus Corona, Liga Italia Resmi Dihentikan Sementara. Conte: Demi Kebaikan Semua
"Bertentangan dengan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial. Bertentangan dengan Pasal 5 ayat 2 jo Pasal 171 UU Kesehatan," ucap majelis.
Pasal yang dinyatakan batal dan tidak berlaku berbunyi:
Pasal 34
(1) Iuran bagi Peserta PBPU dan Peserta BP yaitu sebesar:
a. Rp 42.OOO,00 (empat puluh dua ribu rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.
b. Rp 110.000,00 (seratus sepuluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II; atau
c. Rp 160.000,00 (seratus enam puluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.
(2) Besaran Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2O2O.
Dengan dibatalkannya pasal di atas, maka iuran BPJS kembali ke iuran semula, yaitu:
a. Sebesar Rp 25.500 untuk kelas 3
b. Sebesar Rp 51 ribu untuk kelas 2
c. Sebesar Rp 80 ribu untuk kelas 1
• Besok Selasa, PSCS Cilacap Jajal Latihan Malam Hari, Jaya Hartono: Adaptasi Hadapi Persis Solo
Menanggapi adanya putusan MA itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani, menjelaskan, keputusan kenaikan iuran dianggap pemerintah sebagai bentuk penyehatan keuangan BPJS Kesehatan yang diprediksi defisit sekitar Rp 32 triliun di akhir 2019.
"Ya ini kan keputusan yang mungkin kita harus lihat lagi implikasinya kepada BPJS gitu ya. Kalau dia secara keuangan kemudian akan terpengaruh ya nanti kita lihat bagaimana BPJS Kesehatan akan bisasustain," kata Sri Mulyani di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (9/3).
Kementerian Keuangan, kata Sri Mulyani telah memberikan suntikan modal sekitar Rp 15 triliun kepada BPJS Kesehatan.
Tujuan dari aksi tersebut untuk memastikan BPJS Kesehatan tetap memberikan layanan kepada masyarakat secara luas.
• Besok Selasa, PSCS Cilacap Jajal Latihan Malam Hari, Jaya Hartono: Adaptasi Hadapi Persis Solo
• Ini Cerita Kemoterapi Pertama Afifah di Yogyakarta, Bocah Penderita Hemangioma Asal Kroya Cilacap
• BREAKING NEWS: 13 Orang Lagi Dinyatakan Positif, Total Pasien Virus Corona di Indonesia 19 Orang
• MA Dikabarkan Terima Kasasi Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan. Ini Respon Kuasa Hukum Terdakwa
Negatif Rp13 Triliun
Menurut Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini, kondisi keuangan BPJS Kesehatan tetap defisit meskipun sudah disuntik oleh pemerintah.
Oleh karena itu, Sri Mulyani mengaku akan mengkaji lebih dulu keputusan MA. "Jadi kalau sekarang dengan hal ini, ya ini adalah suatu realita yang harus kita lihat. Kita nanti kita review lah ya," ungkap dia.
Sri Mulyani mengatakan kondisi keuangan BPJS Kesehatan masih negatif. BPJS Kesehatan masih negatif Rp 13 triliun.
"Namun secara keuangan mereka merugi, sampai dengan saya sampaikan dengan akhir Desember. Kondisi keuangan BPJS meskipun saya sudah tambahkan Rp 15 triliun dia masih negatif, hampir sekitar Rp 13 triliun," ungkapnya. (kpc/dtc/aji)