Indonesia Tolak Berkoalisi dengan Amerika, Perihal Sengketa Melawan China di Perairan Natuna
Dalam sengketa di Natuna, Ameriksa Serikat menawarkan koalisi untuk menghadapi China. Namun tawaran koalisi ini ditolak oleh pemerintah Indonesia.
TRIBUNBANYUMAS.COM, JAKARTA - Soal sengketa di perairan Natuna antara Indonesia dan China, rupanya Amerika Serikat, ingin mengambil peran.
Untuk itu, Amerika Serikat menawarkan koalisi dengan pemerintah Indonesia, guna menghadapi China dalam sengekta di Natuna.
Hal itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, dalam diskusi bertajuk "Harapan Baru Dunia Islam: Meneguhkan Hubungan Indonesia-Malaysia" di Gedung PBNU, Jakarta, Sabtu (25/1).
Mahfud menceritakan, tawaran kerja sama itu datang dari Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Joseph R Donovan Jr saat pertemuan di kantor Kemenko Polhukam pada Jumat (24/1).
• Kesimpangsiuran Soal Harun Masiku, Ombudsman Panggil Yasonna Laoly
• Pemkot Solo Ajukan Anggaran Rp25 Miliar untuk Renovasi 5 Lapangan Pendamping Piala Dunia U-20
• 22 Kapal Nelayan di Atas 100 GT Siap Melaut ke Natuna. HNSI: Kami Menuggu Komando
• Mengunjungi Monumen Tempat Lahir Panglima Besar Jenderal Soedirman. Ada Benda Bersejarah Apa Saja?
Namun, sambungnya, pemerintah Indonesia menolak tawaran kerja sama keamanan terkait sengketa perairan Natuna menyusul pelanggaran kapal China di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.
Ia menuturkan, pemerintah menolak tawaran tersebut untuk menghindari Indonesia terjebak dalam perang proksi atau proxy war antara AS dan China terkait sengketa perairan Natuna.
"Kepada saya, dia bertanya soal Laut Cina Selatan, apa yang bisa dikerjasamakan, dibantu. Saya bilang, tidak perlu kerja sama dengan Amerika soal urusan itu. Kalau kita kerja sama dengan Amerika, berarti kita perang dengan China, padahal kita tidak (perang dengan China)," ujar Mahfud.
Perang proksi merupakan perang antar dua negara yang terjadi akibat dorongan atau mewakili pihak lain yang tidak terlibat langsung dalam perselisihan.
• Tranmere vs Manchester United, Laga Pertaruhan Ole. Kalah Lagi Dipecat?
Diketahui, sejak Maret 2018, Amerika Serikat dan China terlibat perang dagang dengan saling balas mengeluarkan kebijakan pengenaan bea masuk tinggi untuk barang-barang ekspor negara lawannya.
Mahfud menegaskan, selain Indonesia, Malaysia, Filipina, Brunei dan Vietnam juga mempunyai perkara dengan China menyangkut perbatasan wilayah di Laut China Selatan. Tetapi, Indonesia mengambil sikap posisi untuk tidak akan menempuh jalur negosiasi bilateral.
Sebab, Indonesia menganggap tidak pernah berperkara dan menganggap China tidak mempunyai punya hak di perairan ZEE. "Kalau melakukan dagang, langsung usir saja," tandasnya.
• Seram! Dahan Beringin di Kuburan Slatri Banjarnegara Tumbang, Truk yang Melintas Mendadak Mogok
Mahfud juga mengungkapkan, pihak Kedutaan Besar Tiongkok juga telah menemuinya setelah terjadi saling klaim di perairan Natuna.
Namun, ia menyampaikan kepada pihak Kedubes China bahwa Indonesia tidak akan bernegosiasi mengenai Laut Natuna. Sebab, wilayah Laut Natuna telah ditetapkan hukum internasional berada di ZEE Indonesia dan menjadi wilayah kedaulatan RI.
"Secara hukum internasional sudah menyatakan itu wilayah kami, dan akan kami pertahankan dengan segala cara, maka itu kita tidak berunding," ujarnya.
Pada awal Januari lalu, hubungan keamanan Indonesia dan China di perairan Natuna memanas. Puluhan kapal nelayan dari China dikawal kapal penjaga pantai negara Panda melakukan pencurian ikan di perairan Natuna, Kepulauan Riau.
• Vera Takjub Pertama Kali Lihat Barongsai Beraksi di Kolam Renang Owabong. Ini Foto-fotonya
Kapal-kapal itu menolak meninggalkan kawasan tersebut walaupun telah diperingatkan melalui komunikasi radio.
Pemerintah China pun bergeming saat pemerintah Indonesia mengirimkan nota protes dan pemberitahuan perihal perairan Natuna merupakan teritorial RI, sebagaimana hasil Konvensi PBB tentang hukum laut, yakni United Nations Convention for the Law of the Sea (UNCLOS) pada 1982.
Di sisi lain, pemerintah China berkeras mengklaim perairan Natuna berhak dimasuki oleh para nelayannya karena bagian dari Nine-Dash Line atau atau sembilan garis putus-putus China.
• Menguak Sejarah, Peran Penting Gus Dur di Balik Meriahnya Perayaan Imlek di Indonesia
• Video Mengerikan di Wuhan China Akibat Virus Korona, Korban Berjatuhan di Jalan
• Ular Weling Tewaskan Anak 11 Tahun di Bandung, Simak Cara Menghadapinya Menurut Ahli
• Setelah Diperiksa Penyidik, Sekjen PDIP Hasto Sebut Harun Masiku Korban. Ini Bantahan KPK
Sementara, pemerintah Indonesia tidak pernah mengakui Nine-Dash Line yang diklaim oleh China, karena tidak memiliki landasan hukum internasional.
Line Nine-Dash Line adalah wilayah Laut China Selatan seluas 2 juta km persegi yang 90 persennya diklaim oleh China sebagai hak maritim historisnya.
Melansir dari South China Morning Post (12/07/2016), jalur ini membentang sejauh 2.000 km dari daratan China hingga beberapa ratus kilometer dari Filipina, Malaysia, dan Vietnam. (tribun network/uma/coz)