Soal Natuna, Guru Besar UI Hikmanto Juwana: Pemerintah Sebaiknya Tempuh Diplomasi Pintu Belakang

Soal pereairan Natuan, Guru Besar Hukum Internasional UI, Hikmanto Juwana, menyarankan pemeirntah Indonesia untuk menempuh diplomasi jalur belakang

SETPRES/AGUS SUPARTO
Presiden Joko Widodo meninjau kesiapan kapal perang Usman Harun di Puslabuh TNI AL d Selat Lampa, Natuna, Rabu (8/1/2020). Selain itu Jokowi juga mengadakan silaturahmi dengan para nelayan di Sentra Kelautan Perikanan Terpadu (SKPT) Selat Lampa Natuna. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, JAKARTA - Polemik soal perairan Natuna menarik perhatian pengamat hubungan internasional (HI), Hikmanto Juwana

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) itu, pun memberikan sejumlah saran untuk pemerintah Indonesia, guna menyelesaikan polemik di perairan Natuna, dengan China.

Di antara saran dari Hikmanto adalah Indonesia menempuh diplomasi pintu belakang (backdoor diplomacy).

Detik-detik 3 Kapal Perang Indonesia Usir 30 Kapal Ikan China yang Dikawal Coast Guard Keluar Natuna

Kisah Mencekam Bus Malam-malam Terjebak di Jalan Perbatasan Banjarnegara-Kebumen, Penyebab Terungkap

Warga Karangtalun Cilacap Temukan Piton 4 Meter di Kandang Ayam, Pernah di Lemari hingga Boks Bayi

Mengaku Pimpinan Kerajaan Agung Sejagat Purworejo dan Bikin Heboh, Segini Pengikut Totok di Ig

Menurutnya, jalur diplomasi biasa tak akan pernah menyelesaikan masalah. Sebab, sejak awal kedua negara memang memiliki pegangan yang berbeda.

Karena itu, diplomasi pintu belakang bisa dilakukan oleh tokoh dari kedua belah negara yang sedang bersinggungan: Indonesia dan China.

"Harus ada yang namanya backdoor diplomacy, diplomasi pintu belakang di mana ada tokoh dari Indonesia dengan tokoh dari sana untuk mencairkan masalah ini,” kata Hikmahanto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (13/1/2020).

Setelah Dikunjungi Jokowi, Kapal Ikan Asing di Natuna Justru Semakin Banyak

Keluarga Besar Berkumpul di Kediaman Wahyu Setiawan Banjarnegara, Selepas Kabar OTT KPK

Menurutnya, pemerintah Indonesia berpegang pada United Nations Convention on The Law of The Sea (UNCLOS) 1982 yang menyatakan wilayah itu adalah bagian dari Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia.

Sementara China berpegang pada Nine-Dash Line atau sembilan garis putus-putus yang diklaim oleh sebagai batas teritorialnya.

"Ini seperti saya bilang tidak akan selesai di akhir jaman. Karena kan pemerintah enggak pernah mengakui garis putus-putus, pemerintah China juga enggak mengakui kita,” kata dia.

Ketika Sakit Warga Kebumen Lebih Senang Berobat ke Banjarnegara. Ternyata Ini Sebabnya!

LBH Pers: Selama 2019 Polisi Paling Banyak Lakukan Kekerasan Terhadap Jurnalis, 33 Oknum Tersangkut

Menurut Hikmahanto, dalam backdoor diplomacy itu Pemerintah Indonesia perlu menyampaikan kepada pemerintah China terkait potensi semakin tingginya sentimen anti-China di Indonesia menyusul insiden di Laut Natuna.

Padahal, kata dia, China memiliki kepentingan yang besar di Indonesia terkait investasi.

"Kalau misalnya sampai masyarakat kita marah betul dan mohon maaf, pemerintah tidak bisa mengendalikan terhadap sentimen anti-China ini, itu yang rugi pemerintah China, investasi China di Indonesia," ucap Hikmahanto.

Foto-foto Megahnya Rumah Berarsitektur Jawa Mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan di Banjarnegara

Ansor Sebut Seleksi Perangkat Desa di Kertanegara Purbalingga Penuh Kecurangan. Ini Indikasinya

Selain itu, ia juga menyarankan agar pemerintah memperbanyak nelayan di Laut Natuna untuk memanfaatkan sumber daya alamnya.

"Solusi kita adalah perbanyak nelayan-nelayan kita di sana utk mengeksploitasi sumber daya alam. Ini kan masalah sumber daya alam," kata dia.

Sebelumnya diberitakan, reaksi keras pemerintah Indonesia terhadap pelanggaran perbatasan di perairan Natuna tampaknya tidak dihiraukan oleh kapal ikan asing (KIA).

Diprotes Peserta Seleksi Perangkat dari 9 Desa, Ini Tanggapan Camat Kertanegara Purbalingga

Usai Buron Berbulan-bulan, Pasangan Selingkuh Ini Ditangkap Kejari Cilacap

Pasalnya, pasca-kunjungan Presiden RI Joko Widodo dan gelar pasukan TNI di Pulau Natuna, keberadaan KIA di perairan tersebut masih terdeksi atau masih ada.

Hal tersebut terbukti dari pantauan udara yang dilakukan TNI menggunakan pesawat intai maritim Boeing 737 AI-7301.

Dari pemantauan itu, ditemukan sekitar 30 KIA yang masih menduduki Laut Natuna bagian utara.

Video Bantuan Peralatan Kerja di Purbalingga

Rayakan HUT ke-7 Suporter PSCS The North Hell Gelar Turnamen Futsal Antar Pelajar di Cilacap

"Jumlahnya sekitar 30 KIA," kata Panglima Komando Gabungan Wilayah I (Pangkogabwilhan) Laksdya TNI Yudho Margono, Sabtu (11/1/2020).

Mengetahui ada temuan itu, Yudho langsung menginstruksikan tiga kapal perang, yaitu KRI Karel Satsuit Tubun (KST) 356, KRI Usman Harun (USH) 359 dan KRI Jhon Lie 358 untuk melakukan upaya pengusiran. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Polemik Natuna, Hikmahanto Sarankan Pemerintah Tempuh Diplomasi Pintu Belakang 

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved