Berita Pati

Dua Aktivis AMPB Ditangkap Polisi Usai Pimpin Aksi Kawal Paripurna DPRD Pati Gara-gara Blokade Jalan

Dua aktivis AMPB Pati Supriyono dan Teguh Istiyanto ditangkap polisi setelah memimpin aksi kawal sidang paripurna DPRD Pati pemakzulan Bupati Sudewo.

Penulis: Mazka Hauzan Naufal | Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS/MAZKA HAUZAN NAUFAL
AKTIVIS AMPB - Kolase foto Aktivis AMPB Supriyono (kiri) dan Teguh Istiyanto. Supriyono dan Teguh ditangkap polisi setelah memblokade Jalan Pantura setelah memimpin aksi mengawal sidang paripurna DPRD Pati terkait pemakzulan Bupati Sudewo. 
Ringkasan Berita:
  • Dua aktivis AMPB Supriyono dan Teguh Istiyanto ditangkap polisi setelah memimpin aksi mengawal sidang paripurna DPRD Pati terkait pemakzulan Bupati Sudewo.
  • Penangkapan Supriyono dan Teguh terkait blokade Jalan Pantura.
  • Selain terkait blokade jalan, Supriyono dan Teguh dijerat pasal penghasutan.

 

TRIBUNBANYUMAS.COM, PATI – Usai memimpin aksi mengawal sidang paripurna DPRD Pati terkait pemakzulan Bupati Sudewo, dua aktivis Aliansi Masyarakat Pati Bersatu (AMPB) Supriyono alias Botok (47) dan Teguh Istiyanto (49), ditangkap polisi, Jumat (31/10/2025) malam.

Keduanya ditetapkan sebagai tersangka kasus pemblokiran Jalan Pantura Pati-Rembang dan penghasutan.

Aksi blokade jalan tersebut dilakukan massa AMPB sebagai bentuk kekecewaan atas keputusan rapat paripurna DPRD Pati yang menolak pemakzulan Bupati Sudewo.

DPRD Pati memutuskan hanya memberikan rekomendasi perbaikan kinerja kepada Bupati Sudewo.

Keputusan ini diambil setelah enam dari tujuh fraksi yang ada merekomendasikan perbaikan kinerja.

Hanya Fraksi PDIP yang setuju Sudewo dilengserkan dari jabatan bupati atas sejumlah pelanggaran kinerja, di antaranya penetapan kenaikan PBB hingga 250 persen yang tak aspiratif, hingga nepotisme dalam menentukan sejumlah pejabat di lingkungan Pemkab Pati.

Baca juga: Polda Jateng Ungkap Barang Bukti dan Alasan Tangkap Aktivis AMPB Pati

Massa AMPB yang mengawal jalannya sidang paripurna kecewa atas keputusan DPRD Pati ini.

Mereka kemudian memblokade Jalan Pantura Pati-Rembang, tepatnya di wilayah Widorokandang.

Aksi tersebut sempat memicu kemacetan lalu lintas sekitar 15 menit.

Menurut polisi, Botok dan Teguh yang sama-sama berdomisili di Kecamatan Margorejo, diduga sengaja menghentikan kendaraan di Jalan Pantura untuk menghambat arus lalu lintas.

Pemblokiran dilakukan sekitar pukul 18.00 WIB di depan gapura Desa Widorokandang, Kecamatan Pati

Informasi kemacetan diterima Tim Resmob Satreskrim Polresta Pati melalui laporan masyarakat dan pemantauan situasi lapangan.

Sekitar pukul 19.00 WIB, polisi turun ke lokasi untuk melakukan pengecekan. 

Setelah memastikan adanya tindakan penghambatan arus lalu lintas, tim segera menangkap Teguh dan Botok serta mengamankan mobil Chevrolet dan Ford Ranger yang digunakan untuk memblokir jalan. 

Mereka kemudian dibawa ke Mapolresta Pati untuk pemeriksaan lanjutan, sebelum akhirnya dibawa ke Polda Jateng.

Kapolresta Pati Kombes Pol Jaka Wahyudi menyebut, penindakan dilakukan cepat untuk mencegah gangguan lebih luas. 

"Pantura adalah jalur nasional. Tindakan menghambat lalu lintas, terlebih di momen situasi politik sensitif, memiliki dampak besar pada masyarakat."

"Kami bertindak sesuai hukum yang berlaku," kata Jaka dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (1/11/2025) malam.

Menurut Jaka, Teguh dan Supriyono akan dijerat pasal berlapis.

Mereka akan dijerat Pasal 192 ayat (1) KUHP tentang menghalangi atau merusak jalan umum dengan ancaman pidana hingga 9 tahun penjara, atau hingga 15 tahun bila mengakibatkan bahaya besar dan kematian. 

Kemudian, Pasal 160 KUHP mengenai penghasutan dengan ancaman pidana hingga 6 tahun.

Tak hanya itu, keduanya juga dijerat Pasal 169 ayat (1) dan (2) KUHP tentang keikutsertaan dalam perkumpulan yang bertujuan melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana hingga 6 tahun penjara.

Serta, Pasal 55 KUHP terkait perbuatan dilakukan bersama-sama. 

Baca juga: 4 Pentolan Alian Masyarakat Pati Bersatu Ditangkap, Polisi: Mereka Blokade Jalur Pantura

Jaka menegaskan, penegakan hukum yang dilakukan berjalan secara objektif. 

“Setiap tindakan kami dasarkan asas hukum. Bila ditemukan alat bukti tambahan, tentu akan diproses sesuai ketentuan,” ujar dia.

Persoalkan Penggunaan KUHP

Sementara itu, Koordinator Tim Hukum AMPB Nimerodi Gulo menilai, penerapan Pasal 192 ayat (1) KUHP kurang tepat.

"Menurut saya agak aneh. Dalam ketentuan hukum, kalau misal mempersoalkan tindakan teman-teman itu yang memblokir jalan, itu berlaku ketentuan UU Lalu Lintas (yang ancaman hukumannya lebih ringan)," ujar Direktur LBHS Teratai ini.

Gulo menuturkan, sesuai prinsip lex specialis derogat legi generali, hukum yang khusus menghapus keberlakuan hukum yang umum.

"Mereka tidak pakai UU Lalu Lintas tapi pakai KUHP yang ancaman pidananya 9 tahun. Mungkin biar mereka (Teguh dan Supriyono) bisa tahan," kata Gulo. (*)

Sumber: Tribun Banyumas
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved