Banyumas

Terbuka Hadapi Demo Tunjangan DPRD Banyumas, Rachmat Imanda: Jangan Padamkan Api Kritis Mahasiswa

Rachmat Imanda sebut pembahasan anggaran sangat terbuka dan butuh masukan kritis dari mahasiswa untuk atasi kemiskinan.

TRIBUN BANYUMAS/ PERMATA PUTRA SEJATI
AUDIENSI TUNJANGAN DEWAN, Suasana audiensi antara mahasiswa dengan jajaran pimpinan DPRD Banyumas di ruang rapat, Selasa (23/9/2025). Mahasiswa tetap pada tuntutan utama mereka agar Perbup terkait tunjangan dewan direvisi dan diturunkan. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, PURWOKERTO - Anggota DPRD Kabupaten Banyumas dari Fraksi Gerindra, Rachmat Imanda, menanggapi aksi massa mahasiswa yang menuntut soal transparansi anggaran tunjangan anggota dewan di ruang rapat DPRD, Selasa (23/9/2025).

Ia mencoba meredam ketegangan saat berdiskusi langsung dengan massa aksi mahasiswa di ruang rapat DPRD, Selasa (23/9/2025).

Di hadapan para peserta aksi, Rachmat menyatakan justru merasa senang melihat semangat mahasiswa yang datang menyuarakan aspirasi masyarakat. 

Baca juga: Mahasiswa Adu Data di Balik Demo Tunjangan DPRD Banyumas: Angka Kemiskinan BPS dan Bappeda

Ia menilai semangat itu sebagai bentuk kepedulian terhadap pembangunan daerah.

Senang Mahasiswa Kritis

"Saya senang mahasiswa datang ke sini dan semangatnya membangun masyarakat," kata Rachmat Imanda dalam penjelasannya kepada mahasiswa. 

Ia pun menegaskan proses pembahasan anggaran di DPRD tidak dilakukan secara sembarangan dan selalu mengedepankan transparansi.

"Kesehatan berapa, infrastruktur berapa dan itu pembahasan sangat terbuka," ujarnya. 

Menurutnya anggaran itu dikembalikan pada rakyat. 

"Pembahasan anggaran dengan masukan seperti ini sangat bagus," tambahnya. 

Soal Kemiskinan

Rachmat juga menyadari persoalan kemiskinan di Banyumas masih menjadi pekerjaan rumah bersama. 

Karena itu, ia menyambut baik sikap kritis mahasiswa dan mendorong diskusi berbasis data.

"Kemiskinan masih ada memang dan Banyumas termasuk kemiskinan tinggi. Sehingga mari bicara soal data. Poin yang saya sampaikan, adik-adik semua jangan sampai memadamkan api kritis lagi," ucapnya.

Ia menyampaikan kemiskinan adalah PR bersama dan dirinya butuh pendapat kritis ini. 

"Saya buka. Sangat transparan," tandas Rachmat.

Meski mendapat sambutan terbuka dari anggota dewan, gelombang kritik dari mahasiswa terhadap besarnya tunjangan DPRD tetap menggema. 

Koordinator Aksi Mahasiswa, Khairil, mengundang seluruh mahasiswa dari wilayah Banyumas Raya turun ke jalan menuntut evaluasi dan revisi terhadap Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 9 Tahun 2024.

Yang menjadi sorotan utama adalah besarnya tunjangan perumahan, khususnya Ketua DPRD Banyumas yang mencapai sekitar Rp42 juta.

“Untuk masyarakat Banyumas sendiri yang masih di bawah garis kemiskinan, harusnya tunjangan yang sedemikian itu tidak pantas. Secara akal sehat, itu tidak pantas," tegas Khairil.

Khairil juga menegaskan gerakan mahasiswa tidak akan berhenti hanya pada aksi simbolik. 

Mereka akan terus melakukan kajian dan mengawal pembahasan anggaran maupun peraturan lainnya yang menyangkut hajat hidup masyarakat.

"Kita ingin partisipasi yang lebih untuk mengawal peraturan-peraturan yang ada. Nanti sesuai kajian yang ada, karena kita juga membahas mengenai kemiskinan ekstrem, kita akan mengkaji ulang lagi. Mahasiswa pasti, untuk tunjangan, kita akan minta diturunkan," katanya. 

Dalam audiensi bersama DPRD, mahasiswa juga memaparkan sejumlah data resmi sebagai dasar kritik mereka. 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), angka kemiskinan di Kabupaten Banyumas tercatat sebesar 11,95 persen atau setara dengan 279.207 jiwa.

Selain itu, mereka juga mengangkat persoalan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) yang masih tinggi. 

"Ada ribuan rumah di Banyumas yang belum layak huni. Kita mungkin akan lebih ke situ (mendorong alokasi anggaran)," lanjut Khairil. 

Berdasarkan data yang mereka sampaikan, jumlah RTLH di Banyumas mencapai 70 ribu unit.

"Masih banyak yang tidak layak huni. Masyarakat Banyumas belum mendapatkan pendidikan yang memadai. Dana-dana tersebut supaya dialokasikan ke pendidikan, ke rumah," lanjutnya.

Mahasiswa juga menekankan pentingnya orientasi kebijakan kepada kepentingan publik, bukan semata-mata kepentingan lembaga atau elit politik.

"Perlunya revisi aturan itu berorientasi kepentingan publik. Memang secara substansi hukum sah secara formil, tapi apakah sudah sesuai prinsip keadilan?," ujar Khairil. (jti) 

Sumber: Tribun Banyumas
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved