Berita Banyumas

Penghasilan Anggota DPRD Banyumas Dikritik, Begini Kata Pakar Kebijakan Publik Unsoed Purwokerto

Guru Besar Kebijakan Publik Unsode menilai ketimpangan penghasilan legislatif dan warga Banyumas dapat menurunkan legitimasi DPRD.

Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: rika irawati
Tribunbanyumas.com/Permata Putra Sejati
GEDUNG WAKIL RAKYAT - Gedung DPRD Banyumas di Jalan Soekarno Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah. Guru Besar Kebijakan Publik FISIP Universitas Jenderal Soedirman, Prof Dr Dwiyanto Indiahono menilai wajar jika publik mempertanyakan besaran penghasilan anggota DPRD Banyumas. Namun, Dwiyanto mengatakan, isu ini harus dijelaskan secara transparan agar tak menurunkan legitimasi DPRD di mata masyarakat. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, PURWOKERTO - Informasi mengenai gaji dan tunjangan anggota DPRD Banyumas yang mencapai Rp45 juta per bulan memicu reaksi masyarakat. 

Publik mempertanyakan keadilan sosial atas besarnya penghasilan legislatif yang mencapai 19 kali lipat Upah Minimum Kabupaten (UMK) Banyumas tahun 2025 sebesar Rp2.338.410. 

Guru Besar Kebijakan Publik FISIP Universitas Jenderal Soedirman, Prof Dr Dwiyanto Indiahono menilai, reaksi publik atas tingginya penghasilan anggota DPRD adalah hal wajar. 

Menurutnya, masyarakat Banyumas mayoritas bekerja di sektor informal, pertanian, perdagangan kecil, atau jasa, dengan penghasilan yang jauh di bawah angka Rp45 juta per bulan.

"Respons publik terhadap isu seperti ini seharusnya tidak (disikapi secara) defensif tetapi proaktif."

"Pemerintah perlu memberikan klarifikasi yang transparan dan menyertakan data obyektif," kata Prof Dwiyanto kepada Tribunbanyumas.com, Senin (8/9/2025). 

Baca juga: Punya Penghasilan 19 Kali Lipat dari UMK, Kenapa Anggota DPRD Banyumas Masih Mengaku Kurang?

Ia mengatakan, Kabupaten Banyumas, secara ekonomi, berada pada level menengah. 

Industri lokal belum mampu menyerap tenaga kerja dengan upah tinggi, seperti kota-kota besar, semisal Semarang atau Solo. 

Pendapatan warga, sebagian besar hanya setara atau sedikit di atas UMK. 

Karena itu, angka gaji DPRD Banyumas yang tinggi, meski sah secara normatif, bisa menciptakan jurang sosial yang dalam jika tidak dikomunikasikan secara baik.

Menurut Prof Dwiyanto, ketimpangan antara penghasilan legislatif dan mayoritas warga dapat menurunkan legitimasi DPRD di mata masyarakat.

"Dalam kebijakan publik, dikenal istilah moral imagination, yaitu kemampuan pembuat kebijakan membayangkan dampak keputusan mereka terhadap kelompok masyarakat lain."

"DPRD perlu menempatkan diri sejenak sebagai buruh atau pedagang kecil yang hidup dari UMK agar menyadari betapa jauhnya jarak sosial itu," katanya.

Besaran penghasilan anggota DPRD yang hampir 19 kali lipat UMK juga memicu sorotan pentingnya akuntabilitas. 

Meskipun secara aturan sah dan telah disetujui dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri, publik tetap berhak mengetahui komponen pembentuk gaji tersebut.

Halaman
123
Sumber: Tribun Banyumas
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved