Berita Purbalingga

Siapa yang Salah, Banyak Anak SMP di Purbalingga Konsumsi Narkoba

Penjualannya pun dilakukan secara terselubung, dengan modus membuka warkop, ruko ataupun kontainer sewaan. 

Farah Anis Rahmawati
BNN Purbalingga — Kepala Tim Rehabilitasi, Awan Pratama saat dijumpai di kantornya, Kamis (25/9/2025). 

TRIBUNBANYUMAS.COM, PURBALINGGA — Badan Narkotika Nasional (BNN) Kabupaten Purbalingga, mencatat sebanyak 33 klien telah menjalani rehabilitasi sepanjang tahun ini. Namun ironisnya, hampir 80 persen dari jumlah tersebut merupakan pelajar di tingkat SMP.


Kepala Tim Rehabilitasi, Awan Pratama menjelaskan, kasus penyalahgunaan narkotika di Purbalingga sebenarnya cenderung landai.

Namun, faktor pemicunya kini semakin banyak. Terutama akibat maraknya peredaran obat-obatan terlarang yang dijual bebas di sejumlah warung atau ruko tertentu. 


"Mayoritas yang kami tangani adalah penyalahgunaan psikotropika, seperti obat penenang yang seharusnya hanya bisa direspkan oleh dokter. Tetapi obat-obatan ini justru dijual bebas dengan harga yang murah, yakni sekitar Rp10 ribu bisa dapat dua atau tiga, sehingga ini menjadikannya sangat mudah untuk diakses oleh pelajar," ungkapnya kepada Tribunbanyumas.com, Kamis (25/9/2025). 


Warung Aceh Jadi Sorotan


Maraknya peredaran obat-obatan tersebut menurutnya erat kaitannya dengan keberadaan warung-warung yang dikenal masyarakat sebagai "Warung Aceh." 


Warung tersebut diduga menjadi tempat penjualan obat-obatan tanpa izin seperti tramadol dan alprazolam.

Penjualannya pun dilakukan secara terselubung, dengan modus membuka warkop, ruko ataupun kontainer sewaan. 


"Ciri-cirinya, barang dagangan terbatas, dan hanya beberapa item saja yang dijual. Tapi pembelinya kebanyakan anak muda, dan cenderung aktif di malam hari," ujarnya.

Baca juga: Sempat Tertutup Longsor, Lalu Lintas Jalan Krakal-Igirmranak Wonosobo Kini Sudah Normal


Terungkap dari Sekolah 


Sementara itu, dari 33 kasus yang terdeteksi, Awan menyebut sebagian besar terungkap berkat laporan guru Bimbingan Konseling (BK) di sekolah.

Guru biasanya mulai curiga dengan ciri-ciri perubahan perilaku siswa seperti sering mengantuk, lemas, sering telat, tidak disiplin hingga sering izin ke toilet.


Selain melalui guru BK, ia juga menyebut, ada beberapa pelajar yang secara sukarela mendatangi langsung kantor BNN untuk direhab. 


Menurutnya ada tiga alasan utama seseorang mau untuk direhabilitasi, pertama karena temannya sudah tertangkap, kedua karena melihat temannya sudah terkena dampak dan karena dirinya sendiri yang sudah mulai merasakan dampaknya. 


"Ini yang jadi keprihatinan bagi kami, karena dari 33 kasus paling banyak itu di rumpun psikotropika. Itu di dalamnya adalah sedatif atau obat penenang, nah mereka ternyata mencari sensasi itu," katanya. 


Namun, meski sudah menjalani 8-12 kali pertemuan konseling, tidak semua klien bisa langsung terbebas dari jeratan penyalahgunaan obat. Faktor lingkungan dan dukungan keluarga menjadi penentu keberhasilan rehabilitasi. 


"Kalau keluarga masih acuh, atau anak tetap berteman dengan circle lamanya, resiko untuk kembali lagi itu ada. Karena itu, kami selalu libatkan orang tua dalam proses rehabilitasi," ujarnya.


Mayoritas Pelajar SMP


Lebih lanjut, dari data yang dihimpun oleh BNN, Awan mengatakan, mayoritas penyalahgunaan yang direhabilitasi tahun ini ialah pelajar tingkat SMP dengan rentang usia 13-17 tahun.

Mereka sebagian besar terjerumus karena pengaruh teman sebaya dan lemahnya ketahanan diri. 


"Usia SMP ini termasuknya usia peralihan dari anak-anak menuju ke remaja, sehingga ini cukup rentan. Kebanyakan, mereka mengaku karena ikut-ikutan teman. Inilah yang harus kita perkuat, yaitu daya tolak dan ketahanan diri remaja agar tidak mudah terbawa arus," tegasnya. 


Upaya Pencegahan 


Untuk mencegah kasus semakin meluas, pihaknya mengatakan aktif melakukan sosialisasi dengan cara-cara kekinian, termasuk melalui sosial media seperti TikTok agar lebih dekat dengan generasi muda. 


Selain itu, upaya juga dilakukan dengan jemput bola ke sekolahan untuk melakukan pembinaan kepada para siswa, dan seluruh layanan tersebut dilakukan tanpa biaya atau gratis. 


"Yang perlu digarisbawahi, rehabilitasi bukanlah aib. Justru ini adalah upaya penyelamatan agar anak tidak naik kelas menjadi pengedar," tuturnya.


BNN menargetkan tahun ini hanya melayani sebanyak 20 klien, namun kenyataanya sudah ada 33 kasus yang ditangani. Angka ini pun menunjukkan bahwa penyalahgunaan obat di kalangan remaja masih menjadi ancaman yang serius dan perlu menjadi perhatian bersama.(anr)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved