Berita Nasional
Sengketa Lahan di Desa Bulupayung Cilacap Tak Diselesaikan, Aktivis 'Semprot' Raja Juli dan Nusron
Hal itu terjadi di Ruang Rapat Komisi XIII, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (24/9/2025).
Padahal, Desa Bulupayung termasuk sentra pertanian pangan di Cilacap.
"Mereka harus mengeluarkan cost yang lebih ekstra atau biaya produksi pertanian. Belum terkait jaringan pasar yang memang tidak menentu dan juga dampak-dampak diklaim sebagai kawasan hutan. Akhirnya, dengan konflik yang terjadi di kehutanan ini, semakin terhimpit nasib para petani itu," ujar Benny dalam diskusi Polemik Harga Beras dan Kebijakan Pangan di Tengah Krisis Iklim di Jakarta, Selasa (16/9/2025).
Kedua, para petani dari desa-desa di Kecamatan Sukasari, Kabupaten Sumedang, juga bernasib sama seperti petani di Desa Bulupayung. Petani Sukasari sudah menggarap lahan pertanian sejak 1965.
Namun, status desa-desa di Kecamatan Sukasari berubah menjadi kawasan hutan pada 1996. Petani Jateng Belum Bebas dari Konflik Agraria
Alhasil, para petani di Kecamatan Sukasari juga merasakan ketidakhadiran negara akibat diklaim sebagai kawasan hutan.
Mereka memprotes tidak adanya pembangunan infrastruktur seperti jalan dan irigasi di Kecamatan Sukasari.
Ketimpangan Penguasaan Tanah Menurut data yang ada, satu persen kelompok elite menguasai 58 persen tanah, kekayaan alam, dan sumber produksi di Indonesia, sementara 99 persen penduduk harus berebut sisa lahan yang ada.
Dewi mengatakan, kondisi ini akhirnya semakin memperburuk ketimpangan ekonomi di sektor agraria.
"Ketimpangan ini mengarah pada meningkatnya jumlah konflik agraria yang terjadi di berbagai wilayah," jelas Dewi.
Konflik-konflik agraria ini berdampak langsung pada 1,8 juta keluarga yang kehilangan tanah serta mata pencaharian mereka.
Dewi juga menyoroti bahwa proyek-proyek investasi besar seperti Proyek Strategis Nasional (PSN), food estate, kawasan ekonomi khusus, hingga militerisasi pangan terus meluas ke wilayah desa dan kampung, yang menyebabkan lahan petani dan wilayah adat semakin tergerus.
"Proyek-proyek besar ini merampas tanah petani dan wilayah adat, serta menutup akses mereka terhadap laut dan wilayah tangkapnya. Hal ini terjadi karena lahan sudah dikapling-kapling oleh pengusaha besar," ungkap Dewi.
KPA mengingatkan bahwa kegagalan reforma agraria yang terjadi dalam 10 tahun terakhir harus menjadi pelajaran bagi pemerintah untuk segera bertindak.
"Berkaca pada kegagalan GTRA selama 10 tahun terakhir, kami mendesak Presiden Prabowo untuk segera membentuk Badan Pelaksana Reforma Agraria Nasional yang lebih otoritatif, yang berada langsung di bawah kendali Presiden," kata Dewi mengakhiri pernyataan.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kala Menteri-menteri Prabowo “Disemprot” Aktivis Agraria di Rapat DPR"
(firda/danu/kps)
Ketua DPRD Pekalongan Bantah Anggotanya Punya Kredit Macet di BPR BKK: Belum Pernah Tandantangan |
![]() |
---|
Harga Emas Antam Hari Ini, Kamis 25 September 2025: Turun Tipis |
![]() |
---|
Kecewa Partai Gerindra Batal Usulkan Pemecatan Sudewo, MPB Penuhi DPRD Pati dengan Spanduk Kritik |
![]() |
---|
Pabrik Garmen di Siwalan Pekalongan Disegel PN Semarang, Ratusan Karyawan Nganggur Terjerat Pinjol |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.