Nurhayatni kemudian mulai menjemput bola.
Dia datang langsung ke rumah-rumah warga, menimbang, dan kemudian menjual sampah warga ke pengepul.
Uang hasil penjualan sampah itu masuk ke kas RT yang dikelola layaknya koperasi mini.
Hasilnya mengejutkan. Tahun pertama, penjualan sampah dari 30 kepala keluarga (KK) yang dikumpulkan mencapai Rp9 juta.
Uang itu digunakan untuk membeli sembako, bahkan mengadakan piknik warga.
Tak Gentar Hadapi Tantangan
Perjalanan Nurhayatni membangun Bank Sampah Inyong bukan tanpa tantangan.
Masalah tersulit adalah mengubah pandangan warga di sekitar rumahnya soal sampah bisa menghasilkan uang.
Di awal merintis, banyak yang meremehkan.
Warga sering kali melontarkan pertanyaan, "Sampah buat apa sih?".
Namun, Nurhayatni tak menyerah.
Ia kumpulkan sendiri sampah-sampah warga door to door.
Baca juga: Cantik, Kostum Hasil Daur Ulang Sampah Warga Pakintelan Semarang Meriahkan Malam Tirakatan HUT RI
Ketika tumpukan sampah itu berubah menjadi rupiah, satu per satu tetangga yang ragu berubah pikiran dan ikut gagasannya.
Mereka mulai ikut menyetor sampah.
Nurhayatni pun ikut berkembang.
Dia belajar menaksir nilai ekonomis dari jenis-jenis sampah, langsung ke pengepul besar.