"Kami menilai, perkara ini dipaksakan karena Kejaksaan meminta adanya pelibatan dari pihak kepolisian."
"Padahal, di dalam surat dakwaan, tidak ada laporan dari kepolisian, hanya ada laporan dari pihak Disperkim Kota Semarang," kata Suroso di Pengadilan Negeri Semarang, Kamis (14/8/2025).
Baca juga: 5 Mahasiswa Semarang Pakai Gelang Pelacak GPS, Jadi Tahanan Kota Kasus Kerusuhan Demo May Day
Menurut Suroso, para mahasiswa telah mengganti nominal kerugian dari kerusakan sejumlah fasilitas umum akibat dari aksi May Day yang mencapai sekitar Rp70 juta.
Kedua belah pihak, yakni pelapor dari Disperkim Kota Semarang dan terlapor para mahasiswa, sudah sepakat damai sehingga kasus ini sudah bukan ranah pidana melainkan perdata.
"Nah, makanya saya sangat menyayangkan bahwa perkara ini bisa lanjut ke pengadilan," jelasnya.
Sementara, kuasa hukum lain dari para mahasiswa, Naufal Sebastian menilai, perkara ini murni politis sekaligus upaya kriminalisasi terhadap para mahasiswa yang sedang menyampaikan pendapat.
Kasus yang sebenarnya sudah sepakat berdamai dipaksakan masuk ke pengadilan sebagai cara menyebarkan ketakutan kepada para mahasiswa lain untuk tidak melakukan aksi menyatakan pendapat di muka umum.
"Kasus ini sarat politis, kriminalisasi, dan terkesan dipaksakan karena sudah ada perdamaian tapi perkaranya justru masih disidangkan," terangnya.
Meskipun begitu, Naufal mengatakan, langkah restorative justice akan kembali ditempuh melalui jalur majelis hakim di Pengadilan Negeri Semarang.
"Kami meminta restorative justice kepada majelis hakim, harapannya, kemudian majelis hakim dapat mengembalikan keadilan," katanya.
Ia menambahkan, keadilan bagi para mahasiswa sangat penting agar mereka tetap bisa berkuliah.
Kemudian, para mahasiswa tidak takut saat menyatakan pendapat di muka umum.
"Kalau mahasiswa demo dikriminalisasi seperti ini, nanti yang lain takut dalam menyatakan pendapat di muka umum," imbuhnya. (*)