Menurutnya, 30 tahanan baru ini perlu digembleng dengan nilai-nilai dasar pemasyarakatan.
Nilai-nilai itu antara lain adalah tanggung jawab, kedisiplinan, dan yang terpenting, semangat untuk berubah.
Pembekalan ini sangat penting agar mereka bisa beradaptasi secara positif.
Dan juga agar mereka tidak melakukan pelanggaran selama berada di dalam lapas.
Gowim menegaskan, lapas bukanlah akhir dari segalanya.
Justru, lapas harus menjadi titik awal bagi mereka untuk bangkit dan memperbaiki diri.
“Kami tidak hanya menjaga keamanan, tetapi juga membentuk harapan baru bagi warga binaan sejak hari pertama."
"Melalui Mapenaling, kami tanamkan bahwa lapas bukan akhir segalanya, melainkan awal untuk bangkit dan memperbaiki diri."
"Ini bagian dari wujud nyata pemasyarakatan yang humanis,” ujarnya.
Program 'MPLS' di Lapas Brebes ini juga sejalan dengan arahan dari pimpinan pusat.
Baik Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Mashudi, maupun Kepala Kanwil Ditjenpas Jawa Tengah, Mardi Santoso, mendorong sistem pembinaan yang manusiawi.
Selain untuk membentuk karakter, Mapenaling juga punya fungsi praktis.
Program ini menjadi upaya untuk mencegah potensi gangguan keamanan dan ketertiban.
Napi baru yang sudah paham aturan sejak awal diharapkan bisa menjaga perilakunya.
"Dengan mengenali aturan sejak awal, diharapkan para tahanan akan mampu menjaga perilaku dan membangun komunikasi yang baik dengan sesama maupun petugas," tandasnya.
Layaknya siswa baru yang lulus dari MPLS, para napi ini juga diharapkan bisa 'lulus'.
Setelah selesai mengikuti Mapenaling, mereka akan siap untuk mengikuti program pembinaan lanjutan.
Harapannya, mereka benar-benar bisa memanfaatkan waktu di dalam lapas untuk berubah.