TRIBUNBANYUMAS.COM, JAKARTA – Pemerintah memastikan aturan bebas kendaraan kelebihan muatan atau zero over dimension over loading (ODOL) tetap dilaksanakan kendati ditolak sopir truk di berbagai wilayah.
Penundaan penerapan aturan yang dibuat sejak 2009 itu dikhawatirkan hanya akan menambah korban dan kerugian.
"Semakin lama kita tunda pelaksanaan zero ODOL, kita akan membuka peluang ataupun terjadinya kecelakaan, yang akan menimbulkan korban-korban lagi, yang akan menimbulkan kerugian-kerugian," kata Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi dalam sesi bincang media di Jakarta, Kamis (26/6/2025).
"Kalau memang ada yang keberatan, mari kita sama-sama mencari solusi, tapi bukan menunda."
"Jangan menunda, nanti kalau ada kecelakaan lagi, masyarakat juga akan ribut, terdampak kemudian masyarakat juga," ujarnya.
Baca juga: Solusi ODOL, Dishub Jateng Minta Kemenhub Aktifkan Lagi Jembatan Timbang
Dudy mengungkap, data 2024 mencatat, terjadi 27.337 kecelakaan yang melibatkan kendaraan kelebihan muatan.
Jumlah itu setara dengan 10 persen dari total kecelakaan lalu lintas di Indonesia.
Dari jumlah tersebut, 6.000 orang meninggal dunia.
Selain memakan korban jiwa, keberadaan truk ODOL juga merusak infrastruktur jalan sehingga negara harus mengeluarkan anggaran hingga Rp43,4 triliun per tahun untuk perbaikan jalan.
"Jumlah yang cukup besar. Mungkin, kalau jumlah itu bisa dialokasikan untuk hal-hal yang lebih bermanfaat, rasanya mungkin lebih jelas," katanya.
"Tapi, kita harus mengeluarkan dana sebesar itu untuk memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan oleh kendaraan-kendaraan berat ini," lanjut Dudy.
Aturan Dikeluarkan sejak 2009
Dudy menegaskan, kebijakan zero ODOL bukanlah regulasi baru.
Dia mengatakan, aturan ini ada sejak 2009 dan tinggal dijalankan.
"Kalau dari tahun 2009, berarti sudah 16 tahun."
"Jadi, pengaturan mengenai ODOL sudah ada dari tahun 2009."