“Semua organik. Enggak formal. Kita sengaja bikin street performance biar siapa pun bisa ikut.” kata Andi Kusnadi (50), Ketua Kresem
Kota yang Tak Cukup untuk Sekali Selfie
Sudah bertahun-tahun Kota Lama menjadi destinasi utama wisatawan di Jawa Tengah. Tapi daya tariknya stagnan bangunan tua, foto-foto, lalu pulang.
Lewat Kresem, mereka menciptakan alasan untuk kembali. Setiap dua minggu nantinya 17 subsektor ekonomi kreatif akan tampil bergantian: seni pertunjukan, kriya, fashion, kuliner, sampai aplikasi dan game.
“Kalau kontennya selalu baru, orang datang lagi. Mereka posting lagi. Mereka jadi bagian dari acara. Bukan cuma penonton,” lanjutnya.
Malam itu, penampilan dimulai dengan orkestra pelajar dari GEMA Nusantara. Diikuti tarian dari komunitas Sokoparti. Lalu parade fashion batik berjalan pelan melewati jalanan yang basah oleh hujan.
Di sudut lain, warga bisa ikut membatik, mencicipi kuliner tradisional, atau sekadar berbincang dengan pengrajin dan seniman, sembari menikmati pertunjukan seni.
“Enggak ada batas. Mau nyanyi, silakan. Mau nari, boleh. Mau ikut fashion show, monggo. Pengunjung bisa terlibat langsung,” ujar Andi.
Konsep ini sengaja dirancang agar masyarakat tak sekadar menonton, namun bisa ikut melebur dalam kesenian dan kreativitas warga Semarang.
Andi menambahkan ide ini muncul dari kegelisahan para pelaku kreatif. Mereka yang punya gagasan, tapi tak punya ruang. Maka, jalanan jadi panggung. Lampu kota jadi sorot. Dan media sosial jadi kanal promosi.
Kota Lama yang penuh dengan bangunan peninggalan para meneer dan mevrouw saat era kolonialisme di Semarang, disulap menjadi etalase agar pelaku seni dan ekonomi kreatif bisa melebarkan pasarnya.
Baca juga: Sumarsono Mengaku Tak Punya Firasat Apapun akan Kehilangan Istri, Anak dan Adiknya dalam Kecelakaan
“Ada 100 pelaku terlibat termasuk pemain orkestra. Tentu para pelaku ekonomi kreatif di sini harapannya bisa menjadi ajang promosi untuk bisnis matching juga," harap Andi.
Setelah penampilan malam itu, edisi selanjutnya akan diisi jazz jalanan.
Meski langit semakin gelap, tapi Kota Lama justru makin terang. Bukan hanya oleh lampu jalan, tapi oleh gelak tawa, irama musik, dan percakapan hangat di antara pengunjung.
Gerimis turun lagi, meski acara tertunda. Namun, banyak wisatawan yang tetap menunggu dan berteduh di pojok-pojok bangunan tua.
Karena malam ini Kota Lama bukan sekadar latar foto, kali ini menjadi rumah bersama bagi kreasi, ekspresi, dan kenangan. (Rad)