TRIBUNBANYUMAS.COM, JAKARTA - Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Galaila Karen Kardinah (GKK) atau Karen Agustiawan resmi ditetapkan sebagai tersangka dan langsung menjalani penahanan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (19/9/2023) malam.
Karen terjerat kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair/Liquefied Natural Gas (LNG) di PT Pertamina tahun 2011-2021.
Penetapan status Karen sebagai tersangka dan penahanannya diumumkan langsung Ketua KPK Firli Bahuri di Gedung Juang KPK, Jakarta Selatan.
Firli mengatakan, dalam kasus ini, Karen diduga tidak memenuhi ketentuan dalam pengadaan gas alam cair.
Dia secara sepihak melakukan kontrak tanpa melaporkan kepada dewan komisaris perseroan dan pemegang saham, dalam hal ini pemerintah.
Status Tersangka Kedua
Ini merupakan kasus dugaan korupsi kedua yang menjerat Karen sebagai Dirut Pertamina.
Sebelumnya, Karen terjerat kasus korupsi dalam investasi di blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia pada tahun 2009.
Awalnya, investasi berjalan. Namun, menurut mantan Deputi Pendanaan dan Manajemen Risiko PT Pertamina kala itu, Evita Maryanti, Blok BMG ditutup setelah Roc Oil Company Ltd Australia memutuskan penghentian produksi minyak mentah.
Alasannya, blok ini tidak ekonomis jika diteruskan produksi.
Baca juga: Dahlan Iskan Diperiksa KPK 6 Jam, Mengaku Ditanya Soal Alur Pembelian LNG Pertamina
Dalam surat dakwaan, Karen diduga mengabaikan prosedur investasi yang berlaku di PT Pertamina dan ketentuan atau pedoman investasi lainnya dalam Participating Interest (PI) atas Lapangan atau Blok BMG Australia pada 2009.
Ia dinilai menyetujui PI tanpa adanya due diligence serta tanpa adanya analisa risiko yang ditindaklanjuti dengan penandatanganan Sale Purchase Agreement (SPA).
Selain itu, menurut jaksa, penandatanganan itu tanpa persetujuan dari bagian legal dan Dewan Komisaris PT Pertamina.
Dengan demikian, perbuatan Karen dinilai telah memperkaya Roc Oil Company Ltd Australia.
Sesuai laporan perhitungan dari Kantor Akuntan Publik Drs Soewarno, perbuatannya telah merugikan negara Rp 568 miliar.