TRIBUNBANYUMAS.COM, BANJARNEGARA - Aroma tak sedap langsung menyergap saat memasuki TPA Desa Winong, Kecamatan Bawang, Kabupaten Banjarnegara, Selasa (8/6/2021).
Beberapa kendaraan pengangkut sampah hilir mudik.
Deru mesin kendaraan memantik para pemulung untuk beranjak dari tempat rehatnya.
Sampah yang dibuang masyarakat, bagi mereka justru dirawat.
Dari situ, mereka menghasilkan pundi Rupiah.
Baca juga: Jalan Penghubung Banjarnegara-Pekalongan Lagi Dikerjakan, Target Selesai November 2021
Baca juga: Dikepras untuk Pelebaran Jalan, Tebing di Sikenong Wanayasa Banjarnegara Longsor. Jalan Desa Putus
Baca juga: Kisah Guru SD IT AL Ihsan Banjarnegara Juara Menulis Surat untuk Kartini di Jepang
Baca juga: Tiap Sore Hari Seluruh Ruang Disemprot Disinfektan, Prokes SMPN 2 Punggelan Banjarnegara Selama PTM
Karena itu, mereka menyambut gempita ketika truk-truk sampah masuk TPA.
Mereka mengeroyok sampah yang diturunkan dari bak kendaraan.
Berbekal tongkat besi yang dibengkokkan, para pemulung mengais sampah yang masih laku dijual.
"Truknya biasanya datang siang, menunggu sampah diturunkan," kata Murtinah, warga Dusun Gunungsari, Desa Winong itu kepada Tribunbanyumas.com, Selasa (8/6/2021).
Bau menyengat seperti tak mereka hiraukan.
Nyatanya, tak tampak masker menutupi hidung para pemulung ini.
Bukan hanya aroma busuk, wujud sampah yang menjijikkan pun tak dipedulikan.
Ribuan lalat yang mengerubung sudah menjadi teman dalam keseharian.
Sejak memutuskan menjadi pemulung, mereka memang harus siap dengan kondisi seperti itu.
Terlebih bagi Murtinah yang telah 15 tahun menekuni profesi tersebut.
"Saya sudah 15 tahun, di sini ada sekira 30 pemulung," katanya.
Murtinah yang telah berusia senja belum memutuskan untuk pensiun dari pekerjaannya.
Bergelut dengan sampah tentu bukan impian setiap orang untuk mendapatkan uang.
Tetapi bagi Murtinah dan puluhan pemulung lain di TPA Winong, mata pencahariaan ini sudah menjadi sumber penghasilan.
Murtinah masih harus menghidupi anak dan cucunya di rumah.
Meski kemampuannya mengais sampah kini terbatas.
Fisiknya melemah karena usia.
Ia sadar hasil yang ia dapat tak akan sebanyak dari pemulung muda.
"Saya sudah tua, dapatnya mungkin beda dengan yang lain."
"Paling Rp 40 ribu itu sudah banyak," katanya.
Karena menjadi mata pencaharian pokok, Murtinah terus menekuninya.
Pandemi Covid-19 pun tak menghalanginya untuk tetap bekerja.
Tiap hari, ia tetap berkerumun dengan teman-temannya untuk mengais sampah.
Murtinah santai saja menyikapi pandemi Covid-19.
Meski pandemi telah berlangsung setahun lebih, ia justru masih belum mengerti sejatinya Covid-19.
Karenanya, meski dunia mencekam karena Covid-19, Murtinah biasa saja menjalani kehidupan.
Ia tetap beraktivitas normal.
Ia tetap bergumul dengan sampah tiap hari di TPA.
Seakan, dunia baik-baik saja baginya.
"Karena tidak tahu ya biasa-biasa saja."
"Takut juga tidak, senang juga tidak, biasa saja."
"Tidak tahu corona itu seperti apa," katanya. (Khoirul Muzakki)
Baca juga: Viral, Pasangan Remaja Ciuman di Kebun Teh Kemuning Karanganyar Terekam Kamera CCTV
Baca juga: Kebijakan Bupati Kebumen: Sekolah Wilayah Zona Hijau Boleh Gelar Pembelajaran Tatap Muka
Baca juga: 27 Sekolah di Cilacap Berbagi Ide secara Virtual terkait Tingkatkan Budaya Membaca, Ini Hasilnya
Baca juga: Bupati Banyumas Bakal Jadi Wasit, Datangi Pusat Keramaian, Siapkan Tiga Kartu Bagi Pelanggar Prokes