TRIBUNBANYUMAS.COM, BLORA - Selama pandemi Covid-19, pembelajaran tatap muka diganti jarak jauh, istilah lainnya PJJ atau daring.
Hal itu berimbas pada 71 siswa jenjang SMP di Kabupaten Blora yang putus sekolah.
Kasi Pembinaan SMP Disdik Kabupaten Blora, Slamet Dwi Cahyono mengatakan, data sebanyak itu pihaknya kumpulkan dari masing-masing SMP.
Baik itu sekolah negeri maupun swasta.
Baca juga: Insentif Guru Madin Dicairkan Lewat Kartu Blora Mengaji, Bupati: Nanti Kami Usulkan Naik Rp 1 Juta
Baca juga: Penjual Cilok Nyentrik di Blora, Masdi Kenakan Setelan Jas Berdasi Ala Pejabat Pemerintahan
Baca juga: 160 SD Sudah Mulai Gelar Pembelajaran Tatap Muka, Disdik Blora: Sudah Seizin Bupati
Baca juga: Seleksi Perangkat Desa Diprotes, Diduga Ada Kecurangan, Ini Tuntutan Warga Kedungtuban Blora
Dari 95 SMP yang didata, 27 di antaranya siswa ada yang putus sekolah gara-gara PJJ.
Penyebab mengapa siswa SMP putus sekolah itu karena pernikahan dini.
Tercatat ada 10 siswa yang menikah.
Kemudian penyebab selanjutnya karena bekerja, jumlahnya ada 21 siswa.
Penyebab lainnya yakni siswa yang masuk ke dalam kelompok punk, jumlahnya ada 3 siswa.
"Kemudian ada juga siswa yang putus sekolah karena alasan selain itu."
"Jumlahnya ada 37 siswa," kata Slamet Dwi Cahyono kepada Tribunbanyumas.com, Jumat (9/4/2021).
Dari 37 siswa SMP yang putus sekolah itu karena alasan lain ada yang karena sakit, ada pula yang meninggal dunia.
"Paling banyak tidak sekolah tanpa alasan," kata dia.
Slamet tidak bisa memungkiri, memang selama pandemi Covid-19 pembelajaran berlangsung secara daring atau jarak jauh.
Beberapa kemungkinan bisa terjadi yang akhirnya mengakibatkan sejumlah siswa putus sekolah.
Sementara itu, Kabid Pemerintahan dan Sosial Budaya Bappeda Kabupaten Blora, Mahbub Djunaidi mengatakan, angka anak putus sekolah di Blora cukup tinggi.
Pada 2019, data yang pihaknya terima mencatat ada 779 siswa yang putus sekolah.
"Siswa yang putus itu data dari Dapodik 2019," kata Mahbub kepada Tribunbanyumas.com, Jumat (9/4/2021).
Angka yang putus sekolah selama 2019 itu ditaksir lebih dari 779 siswa.
Sebab, itu hanya dari Dapodik, belum meliputi dari Kemenag dan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
"Kami belum update yang 2020 dan 2021," katanya.
Data yang pihaknya terima itu meliputi anak putus sekolah dari usia 7 sampai 18 tahun.
Alasannya bermacam-macam, ada yang karena ekonomi, ada pula yang bermasalah dengan hukum, dan malas belajar.
"Untuk menanggulangi anak putus sekolah, sudah dibentuk tim untuk menanggulanginya," ujar dia. (Rifqi Gozali)
Baca juga: Inilah Surga Tersembunyi di Pesisir Pemalang, Namanya Pantai Blendung, Tiket Masuk Cuma Rp 5 Ribu
Baca juga: Muncul Selisih Jumlah Usulan dan Penerima BLT UMKM di Pemalang, Ada yang Lewat Jasa Pendaftaran
Baca juga: Ada Kupon Undian Total Rp 4 Juta di Pasar Bedono Semarang, Syarat Belanja Minimal Rp 50 Ribu
Baca juga: Pekerja Serabutan Ini Sasar Konsumen Remaja, Jual Pil Kuning di Genuk Semarang