Berita Ekonomi Bisnis

Benang Rayon Kok Harganya Tidak Wajar, Pengusaha Asal Tegal Ini Sebut Jika Dibiarkan Rawan PHK

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Proses produksi sarung tenun cap Pohon Kurma di Kota Tegal, Sabtu (13/3/2021).

TRIBUNBANYUMAS.COM, TEGAL - Industri penghasil sarung alat tenun bukan mesin (ATBM) di Tegal mengalami kesulitan mendapatkan bahan baku benang rayon. 

Mereka kesulitan mendapatkan benang rayon yang merupakan hasil produksi dalam negeri. 

Selain itu harga benang rayon dinilai mengalami kenaikan yang tidak wajar. 

Baca juga: Doa Umat Hindu Jelang Nyepi di Kota Tegal: Semoga Pagebluk Covid-19 Cepat Berakhir

Baca juga: Anak Punk Makin Resahkan Pengendara, Satpol PP Kota Tegal: Sering Meminta Uang Secara Paksa

Baca juga: Leganya Nurhayati Seusai Disuntik Vaksin, Doa Lansia Asal Margadana Tegal Ini: Semoga Sehat Terus

Baca juga: Catat! Mulai 15 Maret, Pembayaran Tiket Masuk Wisata Guci Tegal Pakai Sistem Nontunai

Pemilik PT Asaputex Jaya Tegal, Jamaludin Al Katiri mengatakan, pengadaan bahan baku benang rayon baru tahun ini terasa sangat susah. 

Bahkan kenaikan harganya pun tidak masuk akal. 

Dia mengatakan, pada Desember 2020, satu bal benang rayon 40/2 harganya masih Rp 8 juta. 

Kini harganya sudah Rp 12 juta per bal benang.

Padahal, menurut Jamal, benang rayon merupakan produksi asli dalam negeri. 

"Kami sudah berjuang untuk ATBM hampir 40 tahun khusus tenun khas Tegal."

"Cuma baru sekarang terasa sangat susah sekali pengadaan bahan bakunya," katanya kepada Tribunbanyumas.com, Sabtu (13/3/2021).

Jamal mengatakan, tidak stabilnya harga benang rayon akan berdampak pada para perajin tenun atau sarung ATBM. 

Seperti para perajin yang ada di wilayah Kota Tegal, Kabupaten Tegal, dan Kabupaten Pemalang. 

Dia memperkirakan, jumlahnya ada sekira 100 ribu kepala keluarga. 

Jamal berharap, Pemerintah Pusat maupun provinsi segera hadir untuk menstabilkan harga. 

Tidak hanya mementingkan kebutuhan ekspor. 

Dia menilai, pemerintah perlu meninjau kembali kebijakan ekspor bahan baku rayon. 

Karena potensi produksi dalam negeri juga banyak permintaan. 

"Kami berharap pemerintah memperhatikan masalah ini."

"Para perajin di daerah sangat perlu uluran tangan dan perhatian pemerintah."

"Karena sudah susah, tambah sulit didapat, dan harganya tidak terkendali," jelasnya.  

Jamal mengatakan, dampak kenaikan benang juga dialami para perajin palekat di Pekalongan. 

Ia memperkirakan di sana ada sekira 200 ribu perajin tenun. 

Mereka kesulitan mendapatkan benang TR (Polyester/rayon).

Karena yang semula haganya Rp 5 juta menjadi di atas Rp 7 juta per bal benang. 

Selain itu dampaknya juga dirasakan pemroduksi batik dan daster dari benang rayon. 

Biasanya mereke membeli 1 yard benang rayon dengan harga Rp 6.000, sekarang menjadi Rp 9.000. 

"Tolong pemerintah dipantau, terutama yang di daerah Pantura."

"Kalau dibiarkan, habis Lebaran semua industri bisa mem-PHK para karyawannya," ungkapnya. (Fajar Bahruddin Achmad)

Baca juga: Lagi, Lansia di Banyumas Meninggal setelah Divaksin Covid. Diduga Kelelahan Akibat Aktivitas Berat

Baca juga: Gelontor 3 Ton Benih Padi Varietas Inpari IR Nutri Zinc, Bupati Banyumas Giatkan Pencegahan Stunting

Baca juga: Catat! Mulai 17 Maret, Bayar Perpanjangan SIM di Satpas Purwokerto Bisa Nontunai. Begini Caranya

Baca juga: Revisi Perda RTRW Tak Kunjung Selesai, Pengamat Ekonomi Unsoed Purwokerto: Pemkab Cilacap Merugi

Berita Terkini