MBG Banyumas

Ahli Gizi Unsoed Sebut Porsi MBG Belum Cukup, Warga Desa di Banyumas: Kami Cemburu Belum Dapat

Satu porsi MBG dinilai hanya penuhi 35 persen gizi harian, sementara warga pinggiran menanti program tiba.

ISTIMEWA
PANDANGAN AHLI GIZI: Ahli Gizi dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Dr. Erna Kusuma Wati, SKM., M.Si. Menurutnya, program MBG secara konsep sangat baik untuk edukasi gizi, namun satu porsi makanan yang diberikan belum cukup untuk memenuhi kebutuhan kalori harian anak sekolah. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, PURWOKERTO - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Banyumas memunculkan dua sisi dilema: secara gizi dinilai belum mencukupi, namun di sisi lain kehadirannya sangat dinantikan hingga menimbulkan kecemburuan sosial bagi yang belum menerima.

Ahli gizi menilai program ini adalah langkah positif, tetapi perlu evaluasi mendalam agar dampaknya optimal.

Baca juga: Catatan Kelam MBG Banyumas: Roti Jamuran, Ulat di Buah, dan Kotak Makan Berbau Sabun

Hanya Cukupi 35 Persen Kebutuhan Gizi 

Ahli Gizi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Dr. Erna Kusuma Wati, SKM., M.Si., menyatakan bahwa secara konsep, MBG adalah program yang sangat baik untuk intervensi gizi dan edukasi pola makan sehat.

Namun, ia menggarisbawahi bahwa satu porsi makanan dari MBG belum cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi harian anak.

"Kebutuhan gizi anak usia 6 sampai 12 tahun itu sekitar 1.600 hingga 2.000 kilokalori per hari. Satu porsi MBG idealnya hanya memenuhi 30 sampai 35 persen kebutuhan itu," jelas Erna kepada Tribunbanyumas.com.

Menurutnya, wajar jika ada siswa, terutama tingkat SMA, yang merasa porsi yang diberikan kurang.

Sisanya tetap harus dipenuhi melalui peran aktif keluarga di rumah.

Baca juga: Niat Baik Tak Sampai ke Perut, Program MBG di Banyumas Tuai Keluhan Rasa dan Keadilan

Kritik Menu dan Kesenjangan Sosial 

Erna juga mengkritisi menu yang terkadang berisi makanan kemasan seperti roti dengan kadar gula tinggi.

Menurutnya, hal itu kurang tepat dan berisiko menambah angka obesitas.

Di tengah perdebatan soal gizi dan kualitas, suara penantian justru datang dari wilayah pinggiran.

Muji Lestari, orang tua siswa di Kecamatan Jatilawang, mengaku iri dengan siswa di perkotaan yang sudah menikmati program tersebut.

"Sebenarnya kita menantikan segera ada. Harusnya yang di pinggiran kayak kita juga diprioritaskan, supaya tidak ada kecemburuan," ujarnya.

Kesenjangan ini menunjukkan bahwa pemerataan akses program menjadi tantangan besar selain urusan kualitas menu.


Ini adalah artikel bagian ketiga dari Laporan Khusus Tribunbanyumas.com bertajuk "MBG Banyumas: Niat Baik Tak Sampai ke Perut".
Baca juga seri lainnya:
[Bagian 1: Niat Baik Tak Sampai ke Perut, Program Makan Gratis di Banyumas Tuai Keluhan Rasa dan Keadilan]
[Bagian 2: Catatan Kelam MBG Banyumas: Roti Jamuran, Ulat di Buah, dan Kotak Makan Berbau Sabun]

Sumber: Tribun Banyumas
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved