Berita Semarang

Pendeta Cabul di Semarang Lecehkan 2 Anak, Divonis 7 Tahun Penjara dan Denda Rp1 Miliar

Seorang pendeta di Semarang divonis hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp1 miliar setelah terbukti melecehkan dua anak.

Penulis: iwan Arifianto | Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS/IWAN ARIFIANTO
DENGARKAN VONIS - AS, seorang pendeta di Kota Semarang, mendengarkan putusan hakim dalam sidang kasus pelecehan seksual di Pengadilan Negeri Semarang, Selasa (12/8/2025). AS divonis 7 tahun penjara dan denda Rp1 miliar setelah terbukti melecehkan dua anak pada 2024. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Seorang pendeta di Kota Semarang, Jawa Tengah, AS (58), dijatuhi hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.

AS terbukti melakukan pelecehan seksual kepada dua korban di bawah umur.

Vonis ini dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri Semarang dalam sidang yang digelar Selasa (12/8/2025).

Vonis yang dibacakan ketua Majelis Hakim Noerista ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut umum (JPU) yang meminta hakim menghukum AS selama 9,5 tahun penjara.

"Adi Suprobo terbukti melakukan tindak pidana kekerasan seksual lebih dari satu anak sehingga kami vonis hukuman penjara 7 tahun," kata ketua Majelis Hakim Noerista.

Dalam putusannya, majelis hakim mengungkap alasan yang memberatkan, di antaranya, terdakwa adalah tokoh agama yang seharusnya menjadi teladan bagi jemaat.

Baca juga: Truk Terguling di Turunan Gombel Semarang, Muatan Alat Berat Timpa Rumah Warga

Sedangkan hal-hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum.

"Selain pidana penjara, ada denda Rp1 miliar, ketika tak dibayar, diganti kurungan penjara 4 bulan," sambung Noerista.

Dalam pembacaan dokumen vonis, Noerista mengungkap, tindakan kekerasan seksual itu dilakukan AS kepada dua korban dalam rentang waktu Mei 2024, di kamar korban.

AS dijerat Pasal 82 ayat (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 

Pasal ini mengatur tentang perbuatan pidana pencabulan anak.

"Terdakwa memeluk, memangku, dan meremas bagian dada korban. Terdakwa juga melakukan aksinya  ketika korban membaca alkitab lalu memegang tubuh korban di dada dan menciumnya," paparnya.

Mendengar vonis ini, AS mengaku berpikir-pikir apakah menerima atau mengajukan banding.

"Putusan hakim wajib dipatuhi tetapi sebagai terdakwa memiliki hak untuk mengajukan upaya hukum, kami ambil sikap pikir-pikir," kata kuasa hukum AS, Imanuel Sasongko.

Pembersihan Diri

Kuasa Hukum Korban, Edi Pranoto mengatakan, kasus pelecehan dilakukan AS pada Mei 2024.

Namun, pihaknya melaporkan kasus ini pada Juli 2024.

Sementara, AS ditangkap di Mapolrestabes Semarang sejak November 2025.

Edi menduga, korban kasus ini tak hanya dua anak.

Hanya saja, dua korban yang masih berumur 11 dan 16 tahun inilah yang berani melaporkan.

Menurut keterangan para korban, pelecehan dilakukan saat mereka membaca Alkitab.

Pelecehan seksual ini dilakukan dengan doktrin pembersihan diri.

"Iya, betul (modus pembersihan diri), ditambah ada relasi kuasa cukup kuat dalam kasus ini karena pelaku adalah penceramah agama," kata Edi seusai persidangan vonis,  di Pengadilan Negeri Semarang, Selasa.

Baca juga: 1 Pegawai Rumah Makan Tewas di Depan Kantor FIF Semarang, Diduga Korban Pengeroyokan Geng Motor

Edi melanjutkan,  pelaku mengelabui  para korban bahwa ada sosok tak terlihat yang menganggu di kamar korban.

Untuk membersihkan, pelaku meminta korban bersama-sama menjalankan ritual.

"Mereka berdoa menurut keyakinan yang bersangkutan, lalu terjadi kekerasan seksual tersebut."

"Kedua kasus yang dilaporkan semuanya dilakukan di kamar korban," paparnya.

"Dampak dari kejadian ini, kedua korban masih mengalami trauma berat. Hingga saat ini masih proses penyembuhan di psikolog," ungkap Edi.

Menurut Edi, AS merupakan pendeta yang sering memberi ceramah di geraja Semarang dan daerah lain, semisal Temanggung, Kudus, dan Ambarawa.

"Ada korban mengalami kekerasan oleh pelaku pada tahun 2017, kemarin dia di persidangan menjadi saksi. Korban banyak tapi tak sampai belasan, mereka semua anak-anak," paparnya.

Edi menambahkan, pelaku awalnya hanya diminta untuk membuat surat pernyataan dan meminta maaf di media sosial agar kasus ini tidak terulang. 

Terlebih, antara salah satu korban dengan pelaku masih ada hubungan kekerabatan.

Namun, belakangan, keluarga korban memilih membawa kasus ini ke jalur hukum agar ada efek jera terhadap pelaku. (*)

Sumber: Tribun Banyumas
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved