IMM Harus Hadir di Ruang Strategis Bangsa, Politik Bernurani dan Peta Kebangsaan Berbasis Nilai
Sarasehan menghadirkan tiga pembicara utama dari lintas generasi alumni IMM yang kini berkiprah di panggung nasional
TRIBUNBANYUMAS.COM, Depok - Rangkaian kegiatan Rapat Koordinasi Nasional Forum Keluarga Alumni Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (Rakornas FOKAL IMM) pada 10–12 Juli 2025 di Balai PPSDM Kemendikdasmen, Depok, tidak hanya menjadi ajang konsolidasi struktural, tetapi juga panggung refleksi dan dialektika gagasan kebangsaan dalam Sarasehan I bertema “Asta Cita dan Kontribusi FOKAL IMM.”
Sarasehan menghadirkan tiga pembicara utama dari lintas generasi alumni IMM yang kini berkiprah di panggung nasional: Dr. Saleh Partaonan Daulay, anggota DPR RI dan mantan Ketum PP Pemuda Muhammadiyah.
Juga, Prof. Dr. Zakiyuddin Baidhawy, M.A., akademisi, Rektor UIN Salatiga sekaligus Ketua FOKAL IMM Jawa Tengah; serta Dr. Andi Nurpati, M.Pd., mantan anggota KPU RI dan salah satu pendiri FOKAL IMM.
Politik Adalah Lahan Pengabdian, Bukan Transaksi Kekuasaan
Dalam paparannya, Dr. Saleh Partaonan Daulay menegaskan bahwa terjun ke politik bukan sekadar tentang perebutan kursi, tetapi jalan pengabdian yang menuntut integritas, akhlak, dan keberpihakan terhadap rakyat.
“Jangan masuk politik hanya untuk kuasa. Masuklah dengan nurani. IMM membentuk kita agar memperjuangkan nilai, bukan sekadar jabatan,” ujarnya tegas.
Ia membagikan kisah ketika tulisan Manifesto Dakwah Pemuda Muhammadiyah-nya menarik perhatian Din Syamsuddin dan mengantarnya masuk parlemen. Namun, ia juga menyoroti sisi gelap praktik politik elektoral.
Baca juga: Fokal IMM Bukan Sekadar Forum Nostalgia, Jaga Peran IMM sebagai Gerakan Kaderisasi Umat dan Bangsa
“Saya tahu ada yang ‘membeli’ dukungan hingga Rp4 miliar. Ini bukan politik, ini perusakan demokrasi,” tandasnya.
Saleh menekankan bahwa politik adalah arena pertarungan tanpa akhir, bahkan bisa menguji loyalitas antar kader. Karena itu, kader IMM harus memegang teguh nilai gerakan dan etika perjuangan dalam setiap langkah politiknya.
Kesetaraan Gender dan Reformasi Pendidikan, Pilar Menuju Indonesia Emas
Berikutnya, Prof. Dr. Zakiyuddin Baidhawy mengulas pentingnya menjadikan kesetaraan gender dan kualitas pendidikan sebagai fondasi menuju cita-cita besar Indonesia Emas 2045.
“Saat ini partisipasi kerja laki-laki 84 persen, perempuan jauh di bawahnya. Padahal secara pendidikan, perempuan justru lebih unggul. Ini ketimpangan struktural yang belum selesai,” tegasnya.
Zakiyuddin juga mengkritisi kondisi kurikulum Indonesia yang “unik tapi tidak menarik,” dan justru menyebabkan penurunan kualitas pembelajaran sains dan matematika.
Ia mendorong agar IMM dan FOKAL IMM lebih aktif dalam membentuk narasi kebijakan nasional yang inklusif dan berkeadilan, serta ikut mendorong realisasi Asta Cita bukan hanya sebagai slogan pemerintahan, melainkan program yang benar-benar menyentuh substansi pembangunan manusia.
“Tanpa kepemimpinan yang konsisten dan berbasis nilai, Asta Cita hanya akan jadi dokumen indah tanpa jejak,” ujarnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.