Berita Banyumas

150-200 Bayi di Banyumas Meninggal Setiap Tahunnya, Tujuh Hari Pertama setelah Kelahiran Masa Kritis

Angka kematian bayi di Banyumas cukup tinggi, 150-200 kasus setiap tahunnya. Pemkab Banyumas pun melakukan sejumlah upaya pencegahan.

Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: rika irawati
PEXELS/LEMNISCATE L
ILUSTRASI BAYI - Angka kematian bayi di Kabupaten Banyumas menembus 150 hingga 200 bayi setiap tahunnya. Pemkab Banyumas meningkatkan edukasi, di antaranya lewat program Satu Desa Satu Bidan. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, PURWOKERTO - Angka kematian bayi di Kabupaten Banyumas menembus 150 hingga 200 bayi setiap tahunnya.

Kematian bayi tersebut terjadi terutama pada masa perinatal atau tujuh hari pertama setelah kelahiran.

Kondisi ini menjadi alarm bahaya bagi sistem kesehatan ibu dan anak di Banyumas.

Kepala Bidang Pengendalian Penduduk Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Kabupaten Banyumas, Henny Soetikno mengungkapkan, kasus kematian bayi tak berdiri sendiri.

Baca juga: Fakta Banyak Pasangan Subur di Banyumas Tapi Tidak Mau KB

Kasus ini biasa terkait dengan angka kelahiran tinggi, kasus stunting, dan kematian ibu yang saling berkaitan.

"Angka kematian ibu melahirkan umumnya disebabkan hipertensi dalam kehamilan, kanker, dan penyakit jantung," katanya, Jumat (27/6/2025).

Menurut Henny, pengendalian penduduk di Banyumas tidak hanya fokus pada jumlah kelahiran tetapi juga kualitas hidup masyarakat.

Saat ini, Total Fertility Rate (TFR) Banyumas berada di angka 2,3. Artinya, satu keluarga rata-rata memiliki tiga anak.

Padahal, target nasional maupun daerah adalah TFR 2,1 atau dua anak cukup.

"Kalau tidak dikendalikan, akan terjadi persaingan sumber daya seperti sandang, pangan, lapangan kerja, bahkan bisa menimbulkan kekerasan."

"Maka, penting menekan angka kelahiran tapi juga memastikan anak-anak yang lahir tidak stunting, sehat, dan berasal dari keluarga yang siap," terangnya.

Pasangan Subur Enggan Ber-KB

Satu di antara tantangan besar saat ini adalah masih rendahnya partisipasi pasangan usia subur dalam program Keluarga Berencana (KB).

Banyak pasangan sudah menikah dan punya dua anak namun enggan menggunakan alat kontrasepsi, terutama Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) seperti implan dan IUD.

"Sering terjadi kehamilan lagi di usia 35 tahun ke atas."

"Risiko kehamilan di usia tersebut sangat tinggi, mulai dari hipertensi, bayi lahir kecil, hingga potensi stunting," tambahnya.

Baca juga: Rangkuman Kendala Masa Pendaftaran SPMB Banyumas, Server Down Paling Bikin Emosi Orangtua Murid

Satu Desa Satu Bidan

Halaman
12
Sumber: Tribun Banyumas
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved