Kremes Ayam Goreng Widuran Diduga Mengandung Minyak Babi

MUI Solo ungkap kremes Ayam Goreng Widuran diduga pakai minyak babi. Pemilik terancam jeratan Pasal 378 & 386 KUHP, pidana hingga 5 tahun.

TRIBUN SOLO/ AHMAD SYARIFUDIN
PASANG LABEL: Warung legendaris Ayam Goreng Widuran Solo akhirnya pasang label non-halal setelah viral & dikomplain. Kemenag & Disdag Solo buka suara. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, SOLO – Restoran legendaris Ayam Goreng Widuran di Solo ditutup sementara oleh Wali Kota Respati Ahmad Ardianto setelah ditemukan dugaan penggunaan bahan nonhalal.

Penutupan diberlakukan sejak Senin (26/5/2025) tanpa batas waktu yang ditentukan.

Pantauan pada Selasa (27/5/2025) pagi menunjukkan rumah makan di Jalan Sutan Syahrir, Jebres, itu masih tutup rapat tanpa aktivitas.

Baca juga: Polemik Kuliner Nonhalal Ayam Goreng Widuran Solo, Respati Tunggu Hasil Assessment

Gerbangnya terkunci, tidak tampak petugas maupun pengunjung.

Kepala Dinas Perdagangan Kota Solo, Agus Santoso, menyebut pihaknya telah mengambil empat sampel bahan makanan, yaitu minyak goreng, ayam mentah, ayam matang, dan bumbu.

Sampel tersebut kemudian diserahkan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk diuji.

"Tujuannya agar ada kepastian, karena sejauh ini baru berdasarkan pengakuan pemilik. Lamanya hasil uji belum bisa dipastikan, semoga secepatnya," kata Agus.

Belum Ajukan Sertifikasi Halal

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Solo memastikan bahwa rumah makan Ayam Goreng Widuran belum pernah mengajukan proses sertifikasi halal secara resmi.

Hal ini diungkapkan Ketua MUI Solo, Abdul Aziz Ahmad.

Aziz menjelaskan, pihaknya melakukan pengecekan langsung setelah muncul laporan dan reaksi masyarakat yang cukup luas terhadap isu ini. 

MUI Solo memastikan bahwa pengelola rumah makan Ayam Goreng Widuran tidak pernah berkoordinasi dalam proses permohonan sertifikasi halal.

Meskipun sebelumnya terdapat spanduk bertuliskan "halal" yang terpampang di rumah makan tersebut, Aziz menyebut bahwa itu merupakan klaim sepihak tanpa verifikasi atau persetujuan dari MUI.

“Tidak ada pengajuan sertifikasi halal dari ayam goreng Widuran. Mereka hanya menempel tulisan halal di spanduknya tanpa pemberitahuan dan tanpa izin dari MUI,” ujar Aziz melalui sambungan telepon.

Secara umum, daging ayam yang dijual di rumah makan tersebut pada dasarnya halal.

Namun, permasalahan muncul karena ayam goreng tersebut disajikan bersama kremes yang diduga kuat mengandung minyak babi.

Hal ini menjadikan ayam goreng tidak lagi berstatus halal.

“Jika kita lihat secara produk utama, ayamnya itu halal. Tapi kemudian mereka mencampurkannya dengan kremes yang digoreng menggunakan minyak babi. Ini yang membuat makanan tersebut menjadi haram,” urainya.

“Bahkan, jika ayamnya sendiri disembelih tidak sesuai syariat Islam, maka statusnya juga menjadi haram,” imbuh Abdul Aziz.

Terkait hal ini, Abdul Aziz menyebutkan bahwa pelaku usaha dapat dikenai sanksi pidana berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Ada dua pasal yang menurutnya relevan untuk diterapkan, yakni Pasal 378 KUHP tentang penipuan dan Pasal 386 KUHP mengenai penjualan barang yang tidak sesuai dengan yang dijanjikan.

Ancaman hukuman untuk pelanggaran tersebut berkisar antara empat hingga lima tahun penjara.

Peran BPOM dan Koordinasi dengan BPJPH

Kepala BPOM RI, Prof. Taruna Ikrar, menegaskan bahwa lembaganya tidak memiliki kewenangan langsung untuk menyatakan status kehalalan suatu produk.

Kewenangan tersebut berada di tangan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).

Meskipun begitu, BPOM tetap bekerja sama dalam pengujian teknis melalui laboratorium.

"BPOM akan melakukan uji kandungan berdasarkan permintaan dan kerja sama dengan BPJPH. Kami memastikan aspek keamanan dan komposisi bahan," ujar Prof. Taruna saat ditemui di Jakarta Pusat, Selasa (27/5/2025).

Terkait kasus Ayam Goreng Widuran, Balai POM Surakarta sudah berkoordinasi dengan BPJPH.

BPJPH juga disebut memiliki laboratorium yang memadai untuk melakukan uji.

Empat sampel yang diambil masih dianalisis lebih lanjut.

Hasil pengujian ini akan menjadi dasar pertimbangan Pemerintah Kota Solo untuk membuka kembali restoran tersebut.

Meskipun pemilik restoran telah mengaku bahwa minyak yang digunakan tidak halal, BPOM terbuka bila diminta untuk memastikan kandungan bahan seperti daging babi, gelatin, atau zat lain yang tidak sesuai dengan standar halal.

Prof. Taruna menambahkan, proses pengujian bisa memakan waktu berbeda-beda tergantung jenis kandungan yang dianalisis.

"Kita tunggu saja. Beberapa uji memang butuh waktu," katanya.

Waspada Produk Nonhalal

Sebagai konsumen, penting untuk tetap berhati-hati dan teliti terhadap produk makanan yang beredar di pasaran.

Salah satu langkah paling aman adalah memilih produk yang telah mengantongi sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Langkah lainnya adalah dengan memeriksa komposisi bahan pada kemasan atau menanyakan langsung kepada pemilik tempat makan atau koki mengenai bahan dan proses pengolahan yang digunakan.

Untuk membantu masyarakat lebih waspada, berikut ini adalah sejumlah istilah asing yang merujuk pada babi atau bagian tubuhnya, sebagaimana dirangkum dari berbagai sumber dan dilansir dari situs resmi halalmui.org:

  • Fatback - lemak keras yang berasal dari punggung babi.
  • Pig – Babi muda dengan berat di bawah 50 kilogram.
  • Pork – Daging babi yang digunakan dalam masakan.
  • Swine – Istilah umum untuk spesies babi secara keseluruhan.
  • Boar – Babi hutan atau babi liar.
  • Lard – Lemak babi yang biasanya dipakai dalam minyak masak dan pembuatan sabun.
  • Bacon – Daging babi yang diiris tipis dan sering dijadikan sarapan.
  • Ham – Daging dari bagian paha babi.
  • Sow – Babi betina dewasa.
  • Sow milk – Susu yang berasal dari babi.
  • Porcine – Segala hal yang berasal atau berkaitan dengan babi, istilah ini juga sering muncul dalam produk obat-obatan.
  • Bak – Daging babi dalam Bahasa Tionghoa.
  • Char Siu – Istilah untuk babi panggang (barbeque) dalam kuliner Tionghoa.
  • Cu Nyuk – Sebutan daging babi dalam Bahasa Hakka atau Khek.
  • Zhu Rou – Daging babi dalam Bahasa Mandarin.
  • Dwaeji – Daging babi dalam Bahasa Korea.
  • Tonkatsu – Potongan daging babi yang digoreng ala Jepang.
  • Tonkotsu – Ramen Jepang yang menggunakan kuah berbasis tulang babi.
  • Yakibuta – Istilah Jepang untuk babi panggang.
  • Nuraniku – Daging babi dalam Bahasa Jepang.
  • Nibuta – Makanan khas Jepang dari bagian pundak babi.
  • B2 – Sebutan populer di Indonesia untuk makanan berbahan dasar babi.
  • Khinzir – Istilah babi dalam Bahasa Arab dan Melayu.
  • Kakuni – Hidangan Jepang dari perut babi yang direbus.

Untuk memastikan status kehalalan suatu produk, Anda bisa melakukan pengecekan melalui situs halalmui.org atau menggunakan aplikasi resmi HalalMUI.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved