Mengenang Aktivisi Buruh Marsinah yang Tewas Dibunuh pada Mei 1993

Sejak kecil, Marsinah sudah terbiasa bekerja keras. Ia bahkan selalu membantu neneknya menjual gabah dan jagung sepulang dari sekolah.

Editor: Rustam Aji
KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO
MARSINAH - Aktivisi buruh perempuan yang menjadi simbol perlawanan buruh selalu dikenang setiap momen May Day. 

Penemuan jasad Marsinah dalam kondisi mengenaskan sontak menggegerkan masyarakat, khususnya para aktivis HAM.

Orang-orang yang dianggap berada di balik pembunuhan ini masih menjadi kontroversi, meskipun sebelumnya telah ada tersangka yang berasal dari petinggi PT CPS.

Baca juga: Ada Libur Apa Saja di Bulan Mei 2025, Catat Ini Rincian Lengkapnya!

Siapa pembunuh Marsinah?

Ada delapan petinggi PT CPS ditangkap secara diam-diam dan tanpa prosedur resmi, salah satunya adalah Kepala Personalia PT CPS, Mutiari yang kala itu sedang hamil.

Selain itu, pemilik PT CPS, Yudi Susanto, juga ditangkap dan diinterogasi.

Mereka yang ditangkap diketahui menerima siksaan berat, baik secara fisik maupun mental, serta diminta mengakui telah merencanakan penculikan dan pembunuhan terhadap Marsinah.

Selama proses penyelidikan dan penyidikan, Tim Terpadu menangkap serta memeriksa 10 orang yang diduga terlibat dalam pembunuhan Marsinah.

Hasil penyelidikan itu menyebutkan bahwa Suprapto, seorang pekerja di bagian kontrol PT CPS, menjemput Marsinah dengan sepeda motornya di dekat rumah kos aktivis buruh itu.

Marsinah disebut telah dibawa ke rumah Yudi Susanto di Jalan Puspita, Surabaya.

Setelah tiga hari disekap, Marsinah disebut dibunuh oleh Suwono, seorang satpam di PT CPS.

Pemilik PT CPS, Yudi Susanto, kemudian dijatuhi vonis 17 tahun penjara.

Sementara itu, beberapa staf PT CPS dijatuhi hukuman sekitar empat tahun hingga 12 tahun penjara.

Meski demikian, Yudi Susanto kala itu menegaskan tidak terlibat dalam pembunuhan Marsinah dan dia hanya menjadi kambing hitam.

Yudi dan para staf PT CPS yang dijatuhi hukuman mengajukan banding dan dibebaskan dari segala dakwaan atau bebas murni oleh Mahkamah Agung (MA).

Putusan MA tersebut mengundang kontroversi dan ketidakpuasan masyarakat.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved