Berita Jateng

Akibat Perilaku Kumpul Kebo, 700 Ribu Kasus Aborsi Pertahun Dilakukan Oleh Remaja

Catatan Tribun, kasus pembuangan bayi di Kota Semarang  dalam dua tahun terakhir tercatat 10 kasus pembuangan bayi.

Penulis: iwan Arifianto | Editor: khoirul muzaki
PIXELS via Kompas.com
Ilustrasi bayi. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Angka korban Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) di Kota Semarang cukup tinggi. Namun, akses layanan rumah aman bagi korban KTD masih  cukup minim.

Hal itu disampaikan oleh Advokat Publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK) Semarang Nurul Layalia.

Dia mengungkapkan, terbatasnya rumah aman bagi korban KTD berdampak pada terabaikannya hak-hak korban.

"Rumah aman bagi korban KTD di kota Semarang sangat minim dan terbatas, termasuk layanan rumah aman yang dikelola Dinas Sosial Pemkot Semarang dan Pemprov Jateng ," terangnya selepas diskusi publik di Sekretariat AJI Kota Semarang, Jumat (14/3/2025) malam.

Merujuk data  riset Sri Lucky Indri Yani dkk berjudul "Pengaruh Sosial Ekonomi dan Peran Keluarga Terhadap Perilaku Seksual Remaja di SMA Kesatrian 1 Kota Semarang" menyebutkan, kasus KTD pada remaja yang terjadi akibat perilaku seksual pranikah tahun 2018-2019 sebanyak 91 kasus untuk wilayah Kota Semarang.  

Baca juga: Ngontrak di Desa Terpencil, Warga Aceh Ditangkap Polisi Banyumas karena Kasus Narkoba

Sementara, kasus KTD berpotensi memicu kasus aborsi.  Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN,2023) memperkirakan kasus aborsi terjadi sebanyak 2,4 juta kasus pertahun. Dari angka itu, 700 ribu di antaranya terjadi pada remaja.

Lebih jauh, KTD juga berpotensi mendorong adanya tindakan pidana pembuangan bayi.

Catatan Tribun, kasus pembuangan bayi di Kota Semarang  dalam dua tahun terakhir tercatat 10 kasus pembuangan bayi.


Pada tahun 2023 ada lima kasus terdiri dari tiga bayi meninggal dunia dan dua selamat. Adapun pada tahun 2024, ada lima kasus meliputi satu bayi meninggal dunia dan empat lainnya selamat.

Untuk mencegah hal itu, Layalia menyarankan para korban KTD ketika mendapatkan persoalan tersebut langkah awal yang harus dilakukan adalah harus menghubungi orang terdekat atau orang terpercaya untuk menceritakan kondisinya.

"Dari situlah bisa dipetakan kebutuhan korban. Setelah itu, langsung mengakses konseling pemulihan psikologis, bantuan hukum dan pemeriksaan medis," katanya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved