Kasus Pemerasan Mahasiswi PPDS Undip

IDI Jateng Lebih Pilih Dampingi Para Tersangka Dibandingkan Keluarga Risma, Ini Alasannya

IDI Jawa Tengah memilih melakukan pendampingan kepada dua tersangka lantaran melakukan pelaporan. Sebaliknya, keluarga Aulia disebut tidak melapor.

Penulis: iwan Arifianto | Editor: Rustam Aji
Instagram Pemkot Tegal
Almarhum dokter Aulia Risma Lestari, korban kasus pemerasan mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip). 

TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Polda Jateng telah menetapkan tiga tersangka kasus pemerasan mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip), Aulia Risma Lestari.

Namun, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Tengah lebih memilih membela tiga tersangka yakni dua senior Aulia, TEN (pria) Ketua Program Studi (Kaprodi) Anestesiologi Fakultas Kedokteran Undip dan ZYA (perempuan) senior korban di program PPDS, serta, SM (perempuan) merupakan staf administrasi di prodi anestesiologi di Fakultas Kedokteran Undip.

Ketiganya menerima  Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) sebagai tersangka dari kepolisian pada Senin (23/12/2024) malam.

Baca juga: Polda Jateng Tetapkan Tiga Orang Jadi Tersangka Kasus Pemerasan Mahasiswi PPDS Undip Aulia Risma

Hubungan antara korban Aulia dan dua tersangka TEN dan ZYA , mereka adalah sama-sama anggota IDI Jawa Tengah.

Tapi, IDI Jawa Tengah memilih melakukan pendampingan kepada dua tersangka lantaran melakukan pelaporan. Sebaliknya, keluarga Aulia disebut tidak melapor.

"Kami bisa mengetahui anggota terlibat sebuah masalah jika melapor. Kalau tidak melapor kami tidak tahu. Untuk (keluarga) Aulia tidak melapor ke IDI," jelas Ketua IDI Jawa Tengah, Telogo Wismo Agung Durmanto saat dihubungi, Rabu (25/12/2024) malam.

Telogo menyebut, almarhumah Aulia Risma memang tercatat sebagai anggota IDI Cabang Kota Tegal. IDI setempat telah beberapa kali mendatangi keluarga Aulia  untuk koordinasi pendampingan tersebut."Namun keluarganya sudah menyerahkan ke pengacara," terangnya.

Sebaliknya, dua tersangka TEN dan ZYA melakukan pelaporan sehingga dilakukan pendampingan berkolaborasi dengan Biro Hukum Undip.

Langkah itu, sambung Telogo, sesuai dengan aturan Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) IDI yang mana setiap anggota yang tersandung hukum organisasi wajib melakukan pendampingan.

"Soal membantunya sampai di ranah mana itu terserah yang bersangkutan," bebernya.

Baca juga: 5 Dokter Senior Dipanggil Polisi terkait Kematian Mahasiswa PPDS Undip, IDI Beri Pendampingan Hukum

Soal pencopotan keanggotaan IDI bagi dua tersangka, Telogo mengaku tidak akan terburu-buru.
Dia manut pada aturan organisasinya yang harus melakukan penelisikan kasus terlebih dahulu yang menimpa anggotanya.

Dalam kasus Aulia Risma, dia menerjunkan tim yang nantinya akan menilai kesalahan kedua tersangka sudah termasuk ranah etik atau sebaliknya sembari menunggu hasil putusan pengadilan.

Bentuk sanksinya juga bervariatif bisa teguran, skorsing, dan terberat adalah pelepasan sebagai anggota IDI.

"Kasus ini sudah ada penetapan tersangka jadi nanti ada proses pengadilan. Di situlah nanti akan dibahas masuk perundungan atau pemerasan (untuk menyimpulkan pelanggaran etik)," tuturnya.

Dia berharap, dengan kasus ini bisa menjadi momentum untuk melakukan perbaikan sistem pendidikan kedokteran.

Menurutnya, manakala sistem masih ada kesalahan dan kekurangan maka patut diperbaiki dan dilengkapi.

Baca juga: IDI Jateng Buka Pengaduan Perundungan Dokter Residen, Minta PPDS Anestesi Undip Punya Tim Evaluasi

"Kasus ini adalah momentum untuk bisa menjadi titik tolak untuk perbaikan," ungkapnya.

Terpisah, Kuasa hukum keluarga Aulia Risma, Misyal Achmad mempertanyakan sikap IDI yang menyiapkan pengacara untuk mendampingi para pelaku bullying atau para tersangka pemerasan.

Sikap tersebut dinilai bertolak belakang terhadap keluarga korban yang tidak diberikan fasilitas serupa pada saat hendak  melakukan proses hukum atas kematian korban.

"Perbedaannya sikap dari IDI tersebut bikin kami curiga," jelas Misyal.

Dia menilai, perbedaan sikap IDI tersebut memunculkan kecurigaan dari pihak keluarga terutama kesan dari lembaga dokter itu yang melindungi para tersangka. Seharusnya, mereka melindungi keluarga korban bukan para tersangka.

"Mereka mengapa melindungi sekali ke para pelaku-pelaku ini, ada apa?," paparnya.

Ajukan Penahanan

Kuasa hukum keluarga Aulia Risma, Misyal Achmad mengajukan permohonan penahanan terhadap tiga tersangka kasus pemerasan dr Aulia mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.

Keluarga dalam surat tersebut memohon kepada Polda Jawa Tengah untuk menahan tiga tersangka meliputi TEN, SM, dan ZYA.

"Surat itu sudah di tangan polisi besok (Kamis,26 Desember 2024)," kata Misyal saat dihubungi, Rabu (25/12/2024) malam.

Alasan misyal melakukan pengajuan penahan tersangka karena khawatir para tersangka menghilangkan barang bukti dan mengintimidasi para saksi-saksi.

Dia mengklaim, sebelumnya ada dugaan para saksi diintimidasi sehingga proses hukum ini berjalan alot.

Para saksi tersebut banyak berubah memberi keterangan kepada penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum).

Bahkan, ada saksi yang mencabut keterangannya.

"Kalau mereka (para tersangka) terus dibiarkan di luar, nanti saksi ini bakal diintimidasi sama mereka lagi," jelas Misyal.

Namun, Misyal mengaku tak mau melangkahi kewenangan kepolisian.

Artinya, ketika polisi yakin para tersangka tidak melakukan hal yang dikhawatirkannya maka berhak tidak menahan.

"Polisi berhak tidak menahan kalau yakin para  tersangka tidak  menghilangkan barang bukti dan sebagainya," bebernya.

Di sisi lain, Misyal kaget ketika para tersangka ternyata masih aktif bekerja di Undip.

Dia menilai, para tersangka seharusnya dinonaktifkan terlebih dahulu.

Mereka harus dinonaktifkan agar mereka lebih fokus untuk proses  hukum yang mereka sedang lalui.

"Mereka baru diberhentikan  setelah mereka ditahan," terangnya.

Sebaliknya soal status keanggotan bagi kedua tersangka yakni TEN dan ZYA di Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Misyal menilai tidak perlu terburu-buru dicopot.

"Nanti nunggu saja selepas putusan Pengadilan," katanya.

Berkaitan Undip hendak melakukan konferensi pers selepas penetapan tersangka, bagi Misyal itu sah-sah saja.

"Dari pertama kasus ini muncul mereka (Undip) enggak mengakui kalau ada bullying dan pemerasan. Jadi biarkan saja, itu versi mereka. Kita buktikan endingnya di Pengadilan," ungkap Misyal.

Status Tiga Tersangka

Polda Jawa Tengah mengumumkan tiga tersangka kasus pemerasan mahasiswi PPDS Undip Aulia Risma meliputi TEN (pria) Ketua Program Studi (Prodi) Anestesiologi Fakultas Kedokteran UNDIP,  SM  (perempuan)  staf administrasi di prodi Anestesiologi dan ZYA (perempuan) senior korban di program anestesi pada Selasa (24/12/2024) sore.

Tiga tersangka tersebut terdiri dari dua dokter meliputi Kaprodi dan senior PPDS serta satunya adalah staf keuangan Undip.

"Jadi kami mau ralat, satu (tersangka) itu KPS (kaprodi/TEN) , Bu SM itu staf biasa bukan kepala staf. Dia staf admin bukan dokter."

"Kemudian satunya adalah dokter PPDS senior jadi kakak tingkatnya almarhum. Jadi mereka bukan pejabat teras Undip," terang Juru Bicara Undip, Khaerul Anwar.


Menurut Khaerul, ketiganya mendapatkan surat pemberitahuan sebagai tersangka dari Polda Jawa Tengah pada Senin (23/12/2024) malam.

Selepas ketiganya mendapat surat tersebut, mereka konsultasi dengan pendamping hukum. "Secara teknis kita komunikasi dengan pihak kampus," terangnya.

Khaerul menyebut,   akan terus mendampingi ketiga tersangka untuk mengikuti proses hukum yang ada.

Dia pun mengakui, ketiga tersangka belum dilakukan penahanan dan masih bekerja seperti biasa.

"Selama ini nggak ada masalah, mereka kerja seperti biasa," ungkapnya.

Undip Semarang juga bakal melakukan konferensi pers buntut penetapan tiga tersangka ini.

"Nanti detailnya kami jelaskan saat press rilis, kalau ga Sabtu ya Minggu (28-29 Desember 2024," ucapnya.

Sementara Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jateng Kombes Artanto mengatakan, ketiga tersangka belum ditahan karena mereka  kooperatif sama penyidik.

"Normal tidak ada (pencekalan) intinya mereka sudah diberikan surat penetapan tersangka, sudah diinformasikan dan diberitahu ke yang bersangkutan," jelas Artanto.

Peran Tiga Tersangka

Artanto melanjutkan, peran para tersangka dalam kasus ini meliputi TEN  memanfaatkan senioritasnya di kalangan PPDS untuk meminta uang Biaya Operasional Pendidikan (BOP)  yang tidak diatur dalam akademik.

Tersangka SM turut serta meminta uang BOP yang tidak diatur akademi dengan meminta langsung ke bendahara PPDS.

Tersangka ZYA dikenal sebagai senior korban yang paling aktif membuat aturan , melakukan bullying dan makian.

"Dari ketiga tersangka kami menyita barang bukti sebesar Rp97.770.000 .Hasil dari rangkaian dari peristiwa tersebut," sambung Artanto.

Ketiga tersangka, kata Artanto, dijerat tiga pasal berlapis meliputi kasus pemerasan pasal 368 ayat 1 KUHP, penipuan pasal 378 KUHP,  pasal 335 soal pengancaman atau teror terhadap orang lain.

"Untuk ancaman hukumannya maksimal 9 tahun," ujarnya.

Kasus tersebut sudah bergulir sejak 4 september 2024 ketika ibunda Risma Nuzmatun Malinah melaporkan kasus itu ke Polda Jawa Tengah.

Kasus tersebut dilaporkan ke polisi selang hampir satu bulan sejak kematian Risma di kamar kosnya di Lempongsari, Kota Semarang, pada 15 Agustus 2024.

Polisi menetapkan tersangka selepas memeriksa sebanyak 36 saksi. (Iwn)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved