Berita Nasional

Ormas Keagamaan Dapat Izin Kelola Tambang Dikritik Anggota Komisi VII DPR RI: Bagi-bagi Kue Ekonomi

Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menuding, keputusan pemerintah memberikan izin ormas keagamaan mengelola tambang hanya bagi-bagi kue ekonomi.

Editor: rika irawati
PEXELS/BRAESON HOLLAND
Ilustrasi penambangan batu bara. Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menyoroti keputusan presiden memberikan kewenangan kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan mengelola tambang dalam negeri. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menyoroti keputusan presiden memberikan kewenangan kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan mengelola tambang dalam negeri.

Dari sudut pandang politik, Mulyanto mengatakan, pemberian izin ini kental dengan motif bagi-bagi kue ekonomi.

Seperti diketahui, Presiden Joko 'Jokowi' Widodo mengeluarkan PP No 25 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Pasal 83A ayat (1) PP Nomor 25 Tahun 2024 menyebutkan bahwa aturan ini memberikan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) bekas perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) pada sejumlah ormas keagamaan, semisal Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.

"Secara regulasi-administrasi, dibenarkan dan masih sesuai UU Minerba. Namun, dalam sudut pandang politik, upaya ini sangat kentara motif untuk bagi-bagi kue ekonominya," jelas Mulyanto dalam keterangannya, Senin (3/6/2024).

Dia pun khawatir, pemberian prioritas IUPK kepada ormas keagamaan membuat tata kelola dunia pertambangan semakin amburadul.

Baca juga: Wow, PBNU Kecipratan Mengelola Tambang Batu Bara. Bahlil Segera Terbitkan Izin

Padahal, saat ini, pemerintah dianggap gagal mengatasi persoalan tambang ilegal hingga dugaan adanya beking aparat tinggi yang membuat berbagai kasus jalan di tempat.

Di lain sisi, pembentukan Satgas Terpadu Tambang Ilegal, sampai hari ini, juga tidak memperlihatkan kemajuan berarti.

Mulyanto bahkan menilai, kebijakan bagi-bagi izin untuk ormas ini kurang tepat.

Menurutnya, yang harus dilakukan presiden saat ini adalah penguatan instrumen pengawasan pengelolaan tambang.

"Saat ini saja, dua orang mantan Dirjen Minerba jadi tersangka, bahkan terpidana. Dan sampai hari ini, Dirjen Minerba belum ada yang definitif," ungkap Mulyanto.

Artinya, kata Mulyanto, pemerintah tidak serius mengelola pertambangan nasional.

Pemerintah masih menjadikan IUPK sebagai komoditas transaksi politik dengan kelompok-kelompok tertentu.

Mulyanto juga pesimistis, pemberian izin dapat dijalankan secara profesional dan bisa berkontribusi bagi peningkatan penerimaan keuangan negara (PNBP).
Pihaknya justru khawatir, izin ini menimbulkan permainan baru di industri tambang, di mana yang akan mengelola sebetulnya adalah pemain lama berkedok ormas keagamaan.

"Tapi, kita lihat saja di lapangan, apakah benar-benar dikelola pemain baru atau pengusaha yang itu-itu saja, yakni pengusaha eks PKP2B atau afiliasinya," jelasnya.

Halaman
12
Sumber: Kontan
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved