Ramadan

2000 Apem di Tubuh Naga Jadi Rebutan Warga Pati di Tradisi Kirab Ruwahan Apem Sambut Ramadan

Warga berebut kue apem yang ditempelkan sebagai sisik pada replika ular naga di Balai Desa Tlogorejo, Pati, dalam kirab menyambut Ramadan.

Penulis: Mazka Hauzan Naufal | Editor: rika irawati
ISTIMEWA
Warga berebut kue apem yang ditempelkan sebagai sisik pada tubuh replika ular naga di Balai Desa Tlogorejo, Kecamatan Tlogowungu, Kabupaten Pati, Minggu (10/3/2024) malam. Ini merupakan puncak dari rangkaian kirab ruwahan apem atau "Ngruwahi Sewu Apem", ritual budaya masyarakat setempat dalam menyambut bulan suci Ramadan. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, PATI - Warga berebut kue apem yang ditempelkan sebagai sisik pada replika ular naga di Balai Desa Tlogorejo, Kecamatan Tlogowungu, Kabupaten Pati, Minggu (10/3/2024) malam.

Berebut kue apem merupakan puncak dari Kirab Ruwahan Apem atau Ngruwahi Sewu Apem, ritual budaya yang digelar masyarakat setempat dalam menyambut bulan suci Ramadan 2024.

Sebelum diperebutkan, kue-kue apem itu didoakan sehingga diyakini warga mengandung keberkahan.

Sesepuh Desa Tlogorejo, Muhammad Bahrun mengatakan, butuh waktu sekitar satu bulan untuk mempersiapkan acara ini.

Menurutnya, replika naga berwarna merah putih itu dibuat pemuda setempat.

Sementara, apem yang disediakan pemerintah desa, merupakan hasil sumbangan warga. Ada sekitar 2000 apem yang diperebutkan.

Selepas isya, replika ular naga diarak dari Belik Bunton diiringi tabuhan rebana menuju telaga di kawasan balai desa.

"Bentuk naga ini merupakan visualisasi cerita rakyat di Tlogowungu mengenai danyang, (sosok leluhur) pembuka desa, yakni Mbah Sumirah yang punya suami, namanya Mbah Thobroni," jelas Bahrun.

Baca juga: Banjir Pati Rendam Rumah Warga Dukuhseti, Alih Fungsi Hutan Lindung di Muria Biang Kerok

Menurut dia, berdasarkan cerita tutur turun-temurun, asal-usul desa terkait dengan sosok ular naga tersebut.

"Sejarahnya, terkait ular naga yang ekornya menutup belik (sumber mata air) di sana (sebelah barat), maka dinamakan Belik Bunton. Lalu, kepalanya di telaga yang ada di balai desa," kata dia.

Kegiatan ini, menurut Bahrun, digelar untuk mengingatkan warga akan asal usul desa berdasarkan cerita turun temurun.

Meski terkait dengan sejarah dan legenda yang beredar di masyarakat, kegiatan kirab ternyata baru dua kali diadakan.

Menurut Bahrun, sebelumnya, acara ruwahan hanya diisi doa bersama di sumber mata air berada.

Kemudian, dikembangkan dan dimeriahkan dengan kirab replika ular naga dan berebut kue apem.

Dia berharap, kemeriahan acara ini dapat mengingatkan warga tentang asal-usul desa dan menjadi motivasi mereka menjaga sumber mata air desa yang sarat akan sejarah dan kearifan lokal.

Baca juga: Sandal yang Ketinggalan di TKP Jadi Petunjuk Polisi Tangkap Pelaku Pembacokan di Pati

Halaman
12
Sumber: Tribun Banyumas
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved