Pemilu 2024

Pengajar Hukum Pemilu UI: Pemilu Kehilangan Makna sebagai Instrumen Demokrasi, Sekadar Ritual

Gelaran pemilu di Indonesia seakan kehilangan esensi di mata masyarakat karena hanya dipandang sebagai ritual yang berorientasi pada hasil.

Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS/Imah Masitoh
Seorang warga melihat hasil hitung suara sementara Pilpres 2024 di ruangan yang disediakan KPU Wonosobo, Kamis (15/2/2024). Pengajar Hukum Pemilu di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraini, melihat masyarkat mulai menganggap pemilu sebagai ritual yang berorientasi pada hasil. Padahal, yang terpenting dari pelaksanaan pemilu adalah prosesnya yang berjalan langsung, umum, bebas, rahasia, serta jujur dan adil. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, JAKARTA - Gelaran pemilihan umum (pemilu) di Indonesia kini seakan kehilangan esensi di mata masyarakat.

Saat ini, pemilu seperti dimaknai sebagai ritual dan mengutamakan hasil.

Padahal, esensi dari pemilihan umum adalah proses yang berlangsung umum, bebas, rahasia, jujur, serta adil.

Hal ini disampaikan Pengajar Hukum Pemilu di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraini, dalam diskusi bertajuk Kecurangan Pemilu dari Prespektif Konstitusi dan Hukum Administrasi Negara di Rumah Belajar ICW, Jakarta Selatan, Kamis (22/2/2024).

"Angka bisa dihasilkan dari proses yang manipulatif. Jadi, kalau kita hanya terjebak bahwa angka adalah segalanya, Kita tidak akan pernah mendapatkan proses pemilu yang dikehendaki konstitusi. Yaitu, proses pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil," katanya.

Baca juga: Yusril Tantang Ganjar-Mahfud MD Buktikan Dugaan Kecuringan TSM di Pemilu 2024

Baca juga: Sehari Jelang Pencoblosan Pemilu 2024, Bawaslu Kota Semarang Temukan Bagi-bagi Uang di 2 Kecamatan

Titi mengatakan, dalam praktik pemilu di Indonesia, seolah-olah ada esensi yang terlupa.

Pasalnya, masyarakat hanya ingat soal pemilu berlangsung 5 tahun sekali.

"Padahal, konstitusi itu menghendaki satu paket. Pemilu yang murni dan berkala. Murninya ialah ia harus luber (langsung, umum, bebas, dan rahasia) dan jurdil (jujur dan adil). Berkalanya setiap 5 tahun sekali," jelasnya.

Dengan mengingatkan akan esensi ini, dia berharap agar keberlangsungan pemilihan umum tidak hanya dimaknai sebagai ritual lima tahunan semata.

"Supaya kita tidak sekadar pemilu sebagai ritual. Tetapi, pemilu sebagai instrumen demokrasi yang sesungguhnya," tegasnya. (Tribunnews.com/Rahmat W Nugraha)

Baca juga: Pulang untuk Bersih-bersih, Korban Banjir Demak Sudah 2 Pekan Bertahan di Pengungsian

Baca juga: Buka Aplikasi Ini di Mana Saja, Warga Kota Pekalongan Bisa Langsung Urus KTP dan KK

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved