Berita Semarang
Proyek Tanggul Laut dan Tol Semarang-Demak Babat Mangrove di Trimulyo Semarang, Nelayan Mengeluh
Proyek tanggul laut sekaligus jalan Tol Semarang-Demak di Trimulyo, Kecamatan Genuk, Kota Semarang membabat hutan mangrove dan dikeluhkan nelayan.
Penulis: iwan Arifianto | Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Proyek jalan Tol Semarang-Demak yang juga menjadi tanggul laut raksasa (giant sea wall) di perairan utara Pulau Jawa, berdampak pada keberadaan 42,7 hektare hutan mangrove.
Kendati proyek ini diharapkan bisa mengatasi rob bagi warga pesisir Kota Semarang hingga Demak, nyatanya, banyak nelayan di pesisir yang mengeluh.
Saat ini, pembangunan proyek jalan tol sepanjang 10,64 kilometer itu masih berjalan.
Agus, nelayan asal Trimulyo, Kecamatan Genuk, Kota Semarang, mengatakan, mulai bulan depan, nelayan diminta mencari rute baru menuju ke laut imbas pembangunan Tol Semarang-Demak itu.
"Kami diperintah begitu saja, tanpa pemberian tali asih," terangnya saat dihubungi, Kamis (11/1/2024).
Baca juga: Ganti Rugi Hanya 30 Persen dari NJOP, Warga Purwosari Enggan Lepas Lahan Terdapak Tol Semarang Demak
Agus juga menyayangkan hilangnya mangrove yang ditanam nelayan dalam 20 tahun terakhir.
Data dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Jawa Tengah, pembangunan Tol Semarang-Demak merusak hutan mangrove seluas 42,7 Hektare.
Hutan mangrove terdampak langsung dari pembangunan proyek nasional itu mencapai luas 14,1 hektare sementara dampak tidak langsung seluas 28,5 hektare.
Rinciannya, wilayah terdampak di Trimulyo meliputi dampak langsung seluas 12,4 ha, dan tidak langsung seluas 21,9 ha.
Sisanya, terbagi di Sayung dan Bedono, Kabupaten Demak.
"Kami sudah tanam hutan mangrove itu sejak 20 tahun lalu. Sekarang mau ditebang," lanjut Agus.
Warga pesisir Tambakrejo, Semarang Utara, Zuki menjelaskan, proyek tanggul laut raksasa ditakutkan mengancam sumber pencarian nelayan pesisir.
Proyek tanggul Tol Semarang-Demak seksi 1 saja sudah membuat warga gerah. Apalagi tanggul raksasa.
"Iya, nelayan rumpon kerang hijau yang terlewati proyek tol masih menuntut ganti rugi."
"Nelayan sudah demo ke sana, belum tahu kelanjutannya," katanya.
Baca juga: Warga Terdampak Tol Semarang-Demak Seksi 1 Terima Uang Ganti Rugi, Pemprov Jateng Berterima Kasih
Sementara, Pakar Lingkungan dan Tata Kota Semarang, Mila Karmila menuturkan, isu pembangunan giant sea wall sudah muncul di Semarang sejak tahun 90-an.
Kini, isu itu muncul lagi tak hanya di Semarang melainkan untuk wilayah seluruh pesisir Pantura.
"Misal, ditanggul semua, nelayan disuruh kemana? Nelayan itu penghidupan ada di laut," katanya.
Ia pun tak sepakat terkait pembangunan giant sea wall di sepanjang Pantai Utara Pulau Jawa.
Alasannya, pembangunan yang dipaksakan, semua sama dari ujung barat ke ujung timur, tak bakal efektif.
Sebab, potensi dan masalah setiap wilayah berbeda.
"Semisal, pesisir Tegal, Demak, dan Rembang, itu beda. Misal disamakan, akan tidak pas. Solusi setiap wilayah tidak harus sama," jelasnya.
Ia menilai, pesisir Pantura masih dihantui rob meskipun sudah dibangun tanggul laut.
Artinya, tanggul laut tak sepenuhnya menyelesaikan masalah.
"Pemerintah biasanya hanya ambil satu perspektif tanpa melihat pertimbangan masyarakat pesisir," paparnya.
Baca juga: Permukimannya Hilang karena Rob, Warga Bedono Tetap Minta Ganti Rugi Jika Terkena Tol Semarang-Demak
Menurutnya, mengatasi masalah rob di pesisir harus ada kombinasi antara tanggul laut bersifat sementara dengan hutan mangrove.
Tanggul yang dibuat berupa tanggul semi permanen sehingga ketika hutan mangrove sudah rapat dan rimbun, bisa menahan gelombang.
"Pembangunan boleh-boleh saja tetapi harus dilihat, tidak semuanya harus pakai insfratruktur," katanya.
Ia menambahkan, prosesnya tak cukup sampai di situ.
Pembangunan kawasan industri di wilayah pesisir juga harus dihentikan karena dapat menambah beban tanah pesisir.
Jika pemerintah tetap memaksakan pembangunnya, dia meminta agar pabrik-pabrik di kawasan tersebut tak menggunakan air bawah tanah.
Hal itu untuk mencegah semakin parahnya penurunan muka tanah.
"Pabrik harus ambil air dangkal, pemerintah harus menyediakan. Misal tidak bisa, ya sudah, jangan bikin pabrik di pesisir lagi," terangnya.
Konsep pembangunan tanggul laut raksasa atau giant sea wall di wilayah utara Pulau Jawa kembali mencuat selepas dibahas oleh para calon presiden (capres) peserta Pemilu 2024.
Terutama, dari Capres Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo. (*)
Baca juga: Pembunuh Bos Galon Tembalang Semarang Divonis 20 Tahun Penjara, Keluarga Korban Minta JPU Banding
Baca juga: Jalur Pendakian Gunung Lawu di Karanganyar Ditutup, Perhutani: Regulasi Berubah, Tunggu Arahan KLHK
Konflik Memanas, Warga Pasang Spanduk Usir Keluarga Bocah 'Mlipir Sungai' di Semarang |
![]() |
---|
Tak Semua RT di Kota Semarang Tergiur Bantuan Rp25 Juta Per Tahun, RT di Perumahan Tegas Menolak |
![]() |
---|
Protes Kebijakan Zero ODOL, Tio Pasang Bendera One Piece di Belakang Truk Kontainernya |
![]() |
---|
TPA Brown Canyon Dikeluhkan Warga, Pemkot Semarang Siap Bertemu Pemkab Demak |
![]() |
---|
Jaringan Gendam Lintas Provinsi Diringkus, Kuras Korbannya di Meja Judi Hingga Rp2 Miliar |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.