Berita Jateng

Nasib Anak Buruh Migran di Malaysia, Tidak Bisa Sekolah Formal hingga Belajar di Sanggar

Seorang mahasiswa Program Studi PG PAUD FIP UNNES menceritakan pengalamannya mengajar anak-anak Buruh Migran Indonesia (BMI) di Malaysia.

Penulis: Imah Masitoh | Editor: khoirul muzaki
Ist
Aktivitas belajar mengajar di Sanggar Bimbingan Belajar Al-Amin Segambut, Malaysia. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG -  Seorang mahasiswa Program Studi PG PAUD FIP UNNES menceritakan pengalamannya mengajar anak-anak Buruh Migran Indonesia (BMI) di Malaysia.


Salsabila Rizqi Ramadhanty Alisa bersama dua temannya Nidaa' Fauziyyah Putri Nuryanto dan Cindy Septyana Lestari melaksanakan program mengajar dan penelitian dari kampusnya di Kuala Lumpur, Malaysia


Di Malaysia ada sebuah sekolah non formal yang dikhususkan bagi anak-anak BMI di Malaysia bernama Sanggar Bimbingan Belajar Al-Amin Segambut, Malaysia.


Di bawah naungan KBRI Malaysia, sanggar ini ditujukan untuk memenuhi hak pendidikan anak-anak BMI di Malaysia yang baru dibentuk sekitar 4 bulan yang lalu.

Baca juga: Wanita di Demak Dibacok Kapak Orang Misterius Usai Jemput Anak dari Pesantren


Diketahui anak-anak BMI di Malaysia tidak dapat mengakses pendidikan formal dikarenakan terbentur dokumen yang tidak lengkap.


"Dengan didirikan sanggar tersebut anak-anak yang kurang beruntung dengan tidak adanya dokumen untuk sekolah di Malaysia tetap bisa sekolah meskipun dengan sekolah non formal," ungkapnya kepada tribunjateng.com, Selasa (7/11/2023).


Sistem pendidikan yang digunakan sama seperti di Indonesia. Sehingga anak-anak akan tetep belajar seperti anak-anak pada umumnya di Indonesia meskipun berada di Malaysia


Tidak hanya belajar, di sanggar ini juga menjadi tempat anak-anak BMI berkumpul dan bermain saat orang tuanya pergi bekerja.


Seperti halnya di Indonesia, anak-anak akan masuk sekolah dari Senin-Jumat. 


Orang tua yang akan bekerja akan mengantarkan anak-anaknya sekira pukul 06.30 pagi meskipun pembelajaran dimulai pukul 09.00 pagi waktu Malaysia


"Orang tua akan mengantar anaknya lebih pagi karena hendak berangkat bekerja. Begitupun akan menjemput anaknya setelah pulang bekerja sore hingga malam," jelasnya.


Di Sanggar Segambut memiliki 2 kelas yang dibedakan antara kelas besar untuk kisaran anak usia 9-14 tahun dan kelas kecil untuk usia 3-8 tahun.


"Pengelompokannya bukan berdasar usianya saja, tapi juga melihat kemampuan calistung anak," imbuhnya.


Saat ini total ada sebanyak 30 anak yang belajar di sanggar yang merupakan anak-anak BMI di sekitar wilayah Segambut, Malaysia.


Sanggar ini dapat diistilahkan setingkat PAUD sampai SD jika di Indonesia. Setelah anak-anak dinyatakan lulus di sanggar tersebut akan mendapatkan ijazah.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved