Berita Nasional
Bersiul dan Menatap Bisa Masuk Pelanggaran, Ini 16 Rambu Kekerasan Seksual Menurut Kemenag
Kementerian Agama keluarkan aturan terkait pelecehan seksual di lingkungan pendidikan agama. Bersiul dan menatap secara seksual masuk pelanggaran.
TRIBUNBANYUMAS.COM - Kementerian Agama (Kemenag) mengeluarkan aturan terkait pelecehan seksual dan tindakan yang masuk kategori pelanggaran aturan tersebut yang bakal diterapkan di satuan pendidikan agama, termasuk pondok pesantren dan madrasah.
Tindakan yang masuk kategori pelecehan seksual di antaranya bersiul, merayu, dam menatap bernuansa seksual kepada korban.
Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 73 Tahun 2022 tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan di bawah Kementerian Agama.
Baca juga: Para Pelajar, Kamu Mengalami Perundungan atau Kekerasan? Lapor Saja Lewat Aplikasi Jogo Konco
Baca juga: Sah! RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual Resmi Jadi Undang-undang
Juru bicara Kemenag, Anna Hasbie menyebut, ada 16 klasifikasi atau jenis kekerasan seksual termasuk menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, atau identitas gender korban.
"Menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, atau siulan yang bernuansa seksual pada korban juga termasuk bentuk kekerasan seksual," jelas Anna, dilansir dari laman Kemenag, dikutip dari Kompas.com, Minggu (16/10/2022).
Termasuk juga, menatap korban dengan nuansa seksual yang membuat korban tidak nyaman.
"Setelah melalui proses diskusi panjang, kita bersyukur PMA tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama akhirnya terbit dan sudah diundangkan per 6 Oktober 2022," tambahnya.
Itu artinya, aturan ini berlaku bagi seluruh madrasah di setiap jenjang, pesantren, satuan pendidikan mencakup jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal, serta meliputi madrasah, pesantren, dan satuan pendidikan keagamaan.
PMA ini terdiri atas tujuh bab dan 20 pasal mengenai kekerasan seksual.
Bentuk kekerasan seksual sendiri mencakup perbuatan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, atau melalui teknologi informasi dan komunikasi.
Sebagai upaya pencegahan, PMA ini mengatur satuan pendidikan harus harus melakukan sosialisasi, pengembangan kurikulum dan pembelajaran, penyusunan SOP pencegahan, serta pengembangan jejaring komunikasi.
Satuan pendidikan dapat berkoordinasi dengan kementerian atau lembaga, pemerintah daerah, perguruan tinggi, satuan pendidikan lain, masyarakat, dan orangtua peserta didik.
"Terkait penanganan, PMA ini mengatur tentang pelaporan, pelindungan, pendampingan, penindakan, dan pemulihan korban," tegas Anna.
Terkait sanksi, Anna mengatakan, PMA ini mengatur bahwa pelaku yang terbukti melakukan kekerasan seksual berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, dikenakan sanksi pidana dan sanksi administrasi.
Baca juga: Aksi Kekerasan Seksual Tak Ada Kaitannya dengan Pakaian Korban, Bercadar Pun Kena, Ini Kata Psikolog
Baca juga: Bejat! Pelecehan Seksual Dilakukan Guru MI di Pati kepada Muridnya, Modusnya Kumpulkan Tugas
Dengan terbitnya PMA ini, Kementerian Agama akan segera menyusun sejumlah aturan teknis, baik dalam bentuk Keputusan Menteri Agama (KMA), pedoman, atau SOP, agar peraturan ini bisa segera dapat diterapkan secara efektif.