Tragedi Kerusuhan di Kanjuruhan

Tak Bisa Paksa Ketum PSSI Mundur, Mahfud MD Singgung Tanggung Jawab Moral

Netizen meminta Mahfud MD untuk memaksa Ketum dan Anggota Exco PSSI mundur berkaitan dengan Tragedi Kanjuruhan.

Editor: Pujiono JS
TRIBUNNEWS.com/IRWAN RISMAWAN
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, JAKARTA - Menko Polhukam Mahfud Md menegaskan dirinya dan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) tidak bisa memaksa Ketua Umum PSSI mundur. Mahfud menegaskan PSSI tidak bisa diintervensi siapa pun.

Mahfud menyampaikan itu dalam cuitan di Twitter pribadinya yang dilihat, Sabtu (15/10/2022). Mahfud menjawab pertanyaan netizen yang meminta Mahfud memaksa Ketum PSSI M Iriawan atau Iwan Bule dan semua anggota Exco PSSI mundur.

Netizen meminta Mahfud MD untuk memaksa Ketum dan Anggota Exco PSSI mundur berkaitan dengan Tragedi Kanjuruhan.

Baca juga: TGIPF Tragedi Kanjuruhan Sarankan Iwan Bule Mundur: Bentuk Pertanggungjawaban!

Baca juga: Kantongi Semua Bahan, TGIPF Siap Serahkan Hasil Investigasi Tragedi Kanjuruhan ke Presiden Jumat

"Kami tidak bisa memaksa mereka (Ketum PSSI dan semua Anggota Exco) berhenti secara hukum," kata Mahfud MD.

"Namun, kalau mereka melakukan langkah karena tanggung jawabmoral dan etik, termasuk mundur, di organisasi manapun bisa," ucap Mahfud MD.

"Maka kami (TGIPF Tragedi Kanjuruhan) bilang tanggung jawab moral, dan bukan tanggung jawab hukum," ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.

Sebelumnya, Mahfud MD sudah menyerahkan laporan hasil investigasi TGIPF Tragedi Kanjuruhan kepada Presiden Joko Widodo pada Jumat (14/10/2022).

Dalam laporan itu, TGIPF Tragedi Kanjuruhan menulis delapan poin kesimpulan dan 12 rekomendasi yang berkaitan dengan PSSI.

Salah satu rekomendasi TGIPF adalah Ketum sekaligus seluruh jajaran Anggota Exco PSSI sebaiknya mundur sebagai bentuk tanggung jawab moral atas Tragedi Kajuruhan yang menewaskan ratusan orang.

TGIPF juga memberi rekomendasi agar PSSI segera menggelar Konges Luar Biasa untuk memilih kepemimpinan dan kepengurusan yang baru.

Dua rekomendasi itu tidak lepas dari salah satu poin kesimpulan TGIPF Tragedi Kanjuruhan.

TGIPF menilai tragedi Kanjuruhan terjadi karena PSSI dan stakeholder liga sepak bola Indonesia tidak profesional, abai terhadap berbagai aturan, dan saling melempar tanggung jawab ke pihak lain.

Terlepas dari rekomendasi TGIPF, Mahfud MD maupun Presiden Joko Widodo dalam hal ini Pemerintah Indonesia memang tidak bisa memberhentikan Ketum PSSI dan jajarannya.

Sebab, PSSI adalah organisasi independen anggota FIFA, AFC, dan AFF.

Dalam statuta FIFA Pasal 17 Ayat 1, tertulis bahwa setiap anggota FIFA harus mengelola urusannya secara independen dan tanpa pengaruh dari pihak ketiga.

Statuta FIFA itulah yang membuat Pemerintah Indonesia tidak bisa melakukan intervensi terhadap PSSI seperti memaksa Ketum PSSI menanggalkan jabatannya.

Jika Pemerintah Indonesia terbukti melakukan intervensi, PSSI terancam harus menerima sanksi FIFA.

Pada 2015, FIFA pernah membekukan keanggotaan PSSI. Sanksi tersebut bermula dari keputusan Menpora RI kala itu, Imam Nahrawi, membekukan PSSI.

Menpora mengambil keputusan itu karena PSSI mengabaikan laporan Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) terkait akreditasi klub Liga 1.

Keputusan Menpora itu dianggap sebagai bentuk intervensi pihak ketiga oleh FIFA.

FIFA pada akhirnya membekukan PSSI dan melarang klub maupun timnas Indonesia mengikuti kompetisi internasional di bawah naungan AFC maupun FIFA.

Setelah sekitar satu tahun, FIFA akhirnya mencabut sanksi tersebut dan mengakui kembali PSSI sebagai anggota pada Mei 2016.

Baca juga: Hasil Sementara TGIPF Tragedi Kanjuruhan: Stadion Tak Layak untuk Pertandingan Risiko Tinggi

Baca juga: Liga 1, 2, dan 3 Dihentikan, Tunggu Hasil Kerja TGIPF Tragedi Kanjuruhan

Baca juga: Pemerintah Bentuk TGIPF Tragedi Kanjuruhan, Bekerja Paling Lama 1 Bulan. Berikut Nama-namanya

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Mahfud MD: Kami Tidak Bisa Paksa Ketum PSSI dan Anggota Exco Berhenti

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved